BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat seiring perkembangan zaman.
Perkembangan ini membawa berbagai dampak bagi kehidupan manusia. Islam sangat
memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan. Karena, selain ditentukan oleh
nilai-nilai peribadatan kepada Allah, martabat manusia juga ditentukan oleh
ilmu yang dimilikinya. Al-Qur’an tidak hanya mengatur urusan masalah ubudiyah
saja, tetapi juga memuat ayat-ayat yang berhubungan dengan IPTEK.
Makalah
ini akan membahas tentang Islam dan IPTEK.Bagaimanakah hubungan IPTEK dengan
Islam? Bagaimana pengaruh Islam terhadap perkembangan IPTEK? Pertanyaan inilah
yang melatarbelakangi penulisan makalah.
B. Rumusan
Masalah
- Apa definisi ilmu dan pengetahuan?
- Bagaimana kemajuan iptek pada saat Islam berjaya?
- Bagaimana hubungan antara agama dengan iptek?
- Apa saja dampak positif dan dampak negatif dari perkembangan iptek?
- Bagaimana pandangan Islam terhadap perkembangan Iptek?
- Bagaimana analisis kandungan ayat-ayat Al-Qur’an?
- Bagaimana integrasi iptek dan imtaq?
- Apa saja keutamaan orang berilmu?
C. Tujuan
- Mengetahui definisi ilmu dan pengetahuan
- Mengetahui perkembangan iptek saat Islam berjaya
- Memahami hubungan agama dengan iptek
- Memahami dampak yang timbul dari perkembangan iptek
- Mengetahui pandangan Islam terhadap perkembangan iptek
- Mengerti analisis dari ayat-ayat Al-Qur’an
- Mengetahui integrasi iptek dan imtaq
- Memahami keutamaan orang berilmu
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui panca indra, intuisi, dan
firasat. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasikan, disistematisasi,
dan diinterpretasi, sehingga menghasilkan kebenaran objektif dan dapat diuji
kebenarannya.
Dalam
Islam, jelasnya, ada dua jenis ilmu, yaitu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.
Yang masuk golongan ilmu fardhu ‘ain adalah Al-Quran, hadis, fikih, tauhid,
akhlaq, syariah, dan cabang-cabangnya. Sedangkan yang masuk ilmu fardhu kifayah
adalah kedokteran, matematika, psikologi, dan cabang sains lainnya.
Menurut
pengertian Barat, ilmu merupakan hasil riset yang dilakukan oleh manusia,
berupa konsep, teori, dan penjelasan. Mereka menganggap bahwa ilmu adalah murni
ciptaan manusia, tanpa adanya campur tangan Allah. Sedangkan menurut al-Qur’an,
ilmu adalah rangkaian keterangan teratur dari Allah (Q.S. Al-Rahman : 1-13).
Teknologi
merupakan hasil dari ilmu pengetahuan. Orang Barat menganggap bahwa teknologi
merupakan objek yang terlahir atas kebudayaan perilaku manusia. Menurut
al-Qur’an, teknologi tercipta karena adanya kesadaran untuk menciptakannya,
bukan sebagai ambisi tiap individu.
Suatu
pengetahuan dapat disebut ilmu bilamana telah memenuhi tiga unsur pokok, yaitu
ontologi, aksiologi, dan epistimologi. Ontologi yaitu suatu bidang yang
memiliki onjek studi yang jelas. Aksiologi yaitu suatu bidang studi yang
memiliki nilai guna / manfaat dan tidak terdapat kerancuan. Epistimologi yaitu
suatu bidang studi yang memiliki metode kerja yang jelas. Ilmu pengetahuan
(sains) merupakan gabungan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui
pengkajian dan dapat diterima oleh rasio. Dalam pemikiran sekuler, sains
mempunyai tiga karakterisitik, yaitu objektif, netral, dan bebas nilai.
Sedangkan menurut Islam, sains tidak boleh lepas-lepas dari nilai-nilai.
Dalam
pemikiran Islam, ilmu bersumber dari wahyu dan akal. Ilmu yang bersumber dari
wahyu Allah, bersifat abadi dan kebenarannya mutlak. Sedangkan ilmu yang
bersumber dari akal manusia bersifat perolehan dan kebenarannya nisbi
(relatif). Pengembangan IPTEK dilakukan hanya untuk menemukan bagaimana proses
sunatullah terjadi di alam semesta, bukan menciptakan hukum baru diluar
sunatullah.
B. Kemajuan
Iptek
Sebelum
Islam datang, Dr Muhammad
Luthfi, ketua Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, mengatakan bahwa Eropa
berada dalam abad kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu yang maju, bahkan lebih
percaya tahyul. Dalam bidang kedoteran, misalnya. Saat itu di Barat, jika ada
orang gila, mereka akan menangkapnya kemudian menyayat kepalanya dengan salib.
Di atas luka tersebut mereka akan menaburinya dengan garam. ”Jika orang
tersebut berteriak kesakitan, orang Barat percaya bahwa itu adalah momen
pertempuran orang gila itu dengan jin. Orang Barat percaya bahwa orang itu
menjadi gila karena kerasukan setan,” jelas Luthfi.
Untuk
teknologi, negeri Irak yang 80% dari warga nya adalah petani (pada abad ke- 8M
dan 9M), sudah menggunakan sistem irigasi modern dari sungai Eufrat dan Tigris.
Hasilnya, di negeri-negeri Islam rasio hasil panen gandum dibandingkan dengan
benih yang disebar mencapai 10 : 1, sementara di Eropa pada waktu yang sama
hanya 2,5 : 1. Kecanggihan teknologinya juga dapat terlihat dari
peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid Agung Cordoba,
Blue Mosque di Konstantinopel, menara spiral di Samara yang dibangun oleh khalifah
al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang dibangun di Seville,
Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang dibangun di atas bukit
yang menghadap ke kota Granada. Pada saat itu, tentara Islam juga berhasil
membuat senjata yang diberi nama manzanik, sejenis ketapel besar pelontar batu
atau api.
Andalusia,
yang menjadi pusat ilmu pengetahuan di masa kejayaan Islam, telah melahirkan
ribuan ilmuwan. Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh kemajuan IPTEK yang dibangun kaum muslimin. Islam telah
datang ke Spanyol memperkenalkan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti ilmu
ukur, aljabar, arsitektur, kesehatan, filsafat, sastra. Beberapa ilmuwan muslim
tersebut diantaranya Ibnu Sina di bidang filsafat dan kedokteran, Ibnu Khaldun
di bidang filsafat dan sosiologi, Ibnu Rusyd di bidang filsafat dan astronomi,
Al-Razi di bidang filsafat dan fisika, Al-Khawarizmi di bidang filsafat dan
matematika. Al-Khawarizmi adalah penemu angka nol, namanya diabadikan dalam
cabang ilmu matematika, algoritma (logaritma). Ibnu Sina membuat termometer
udara untuk mengukur suhu udara. Namanya terkenal di Barat sebagai Avicena,
pakar Medis Islam legendaris dengan karya ilmiahnya Qanun (Canon) yang menjadi
referensi ilmu kedokteran para pelajar Barat. Al-Biruni melakukan pengamatan
terhadap tanaman sehingga diperoleh kesimpulan kalau bunga memiliki 3, 4, 5,
atau 18 daun bunga dan tidak pernah 7 atau 9.
Di
bidang seni arsitektur, monumen arsitektur Islam terindah pertama adalah Kubah
Sulaiman di Yerussalem yang didirikan pada masa Khalifah Dinasti Umayyah, Abdul
Malik tahun 692M. Kubah Sulaiman didekorasi dengan tulisan kaligrafi yang
sangat indah. Ayat-ayat yang terpilih untuk dijadikan kaligrafi dapat
memberikan isyarat tentang makna sebuah karya seni. Contohnya, makam didekorasi
dengan ayat yang merujuk pada kematian dan surga. Disamping sebagai karya seni
yang indah, kaligrafi juga memuat doa dan harapan.
Sejarawan
Barat beraliran konservatif, W Montgomery Watt, menganalisa tentang rahasia
kemajuan peradaban Islam. Ia mengatakan bahwa Islam tidak mengenal pemisahan
yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang
lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama
pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.
C. Hubungan
Agama dengan Iptek
Ada
beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek: (a) berseberangan atau
bertentangan, (b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai, (c)
tidak bertentangan satu sama lain, (d) saling mendukung satu sama lain, agama
mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.
Pola
hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap
tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan
iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman
agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu
pengetahuan. Orang yang ingin menekuni
ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan
pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi
mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang
mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan
masyarakat.
Pola
hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran iptek yang bertentangan
dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan
kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima
kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah
kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran
ilmu pengetahuan. Konflik antara agama
dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya berada pada
wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak
dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya
berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal,
pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan
seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk
memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat.
Pola
ke tiga adalah pola hubungan netral.
Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan
dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan
dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan
seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk
mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk
mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam
masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya
sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama
bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak
karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan.
Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola
hubungan ini cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa.
Pola
hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan seperti ini
mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan
serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler.
Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran
agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung
ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak
mendukung pengembangan iptek, dan ajaran
agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya.
Kalau
kita simak pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan pengembangan
iptek dan agama, akan kita lihat bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah
pola hubungan ke tiga, pola hubungan netral.
Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi tidak
saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang telah dikutip di
muka, dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai
agama dan budaya bangsa. Artinya,
pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya
bangsa. Tidak boleh bertentangan tidak
berarti harus mendukung. Kesan hubungan
netral antara agama dan iptek ini juga muncul kalau kita membaca GBHN dalam
bidang pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu kalimat pun dalam pernyataan itu
yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama dengan iptek. Pengembangan agama tidak ada hubungannya
dengan pengembangan iptek.
Akan
tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara
pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan yang
berbeda. Salah satu asas pembangunan
nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
berarti
"... bahwa
segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai
nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila" (Bab II, C. 1.)
Di
bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan
bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara
lain, untuk memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan
nasional.
Dari
sini dapat disimpulkan bahwa, secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki
agar agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun
sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk
pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam
kaitannya dengan pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai,
menggerakkan, dan mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut.
Pola
hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak
saling mengganggu. Pengembangan iptek
dan pengembangan kehidupan beragama diusahakan agar tidak saling tabrak pagar
masing-masing. Pengembangan agama
diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek
diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya
diselesaikan dengan kebijaksanaan.
Sebagai
contoh, beberapa waktu yang lalu ada polemik di surat kabar tentang tayangan
televisi swasta yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama (misalnya,
penonjolan aurat wanita, cerita perselingkuhan, dsb.). Fihak yang berkeberatan mengatakan bahwa hal
itu dapat merusak mental masyarakat.
Tetapi, fihak yang tidak berkeberaan dengan acara seperti itu mengatakan
bahwa 'kalau anda tidak senang dengan acara itu, matikan saja
televisinya.' Perusahaan televisi swasta adalah perusahaan yang harus
memikirkan keuntungan dan ia akan berusaha menayangkan film yang digemari
masyarakat. Kalau masyarakatnya senang
film sex dan sadis, maka film itu pulalah yang akan memperoleh rating tinggi
dan diminati oleh pemasang iklan. Ini
adalah pemikiran yang sekuler, yang memisahkan urusan dagang dari agama. Tugas pengusaha adalah mencari untung
sebanyak-banyaknya, sedang mendidik kehidupan beragama masyarakat adalah tugas
guru agama dan ulama. Kasarnya, tugas
setan memang menggoda manusia sedang mengingatkan manusia adalah tugas nabi.
Polemik
ini diselesaikan dengan penerapan sensor intern dari perusahaan televisi
swasta. Kini adegan ciuman bibir antara
lelaki perempuan, yang biasa kita lihat di bioskop, tidak akan kita temukan di
televisi. Film "Basic
Instinct" yang ditayangkan di televisi beberapa waktu yang lalu telah
dipotong sedemikian rupa sehingga steril dari adegan sex yang panas.
Ada
pula konflik antara ajaran agama dan ajaran ilmu pengetahuan yang diselesaikan
dengan cara menganggapnya "tidak ada atau sudah selesai" padahal ada
dan belum diselesaikan. Sebagai contoh
adalah teori tentang asal usul manusia yang diajarkan di sekolah. Guru biologi mengajarkan bahwa menurut
sejarahnya, manusia itu berasa dari suatu jenis tertentu yang kemudian pecah
menjadi dua cabang: yang satu mengikuti garis pongid yang akhirnya menjadi kera
modern, yang lain mengikuti garis manusia yang berkembang mulai dari manusia
kera purba sampai ke manusia modern.
Guru agama Islam mengajarkan bahwa, berdasarkan dalil-dalil naqli,
manusia itu diciptakan oleh Allah s.w.t. dalam bentuknya seperti sekarang.
(Lihat buku teks Biologi SMU dan bandingkan dengan buku teks Pendidikan Agama
Islam di SMU).
Ini
adalah pertentangan teori yang klasik, antara teori evolusi dan teori ciptaan,
yang pernah melanda Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu. Di dunia ilmu pengetahuan, konflik itu tetap
berlangsung sampai sekarang walaupun kelompok pendukung teori ciptaan ini
jumlahnya makin sedikit jika dibandingkan dengan mereka yang mempercayai teori
evolusi. Di bidang ilmu, konflik antara
teori yang satu dengan yang lain adalah wajar dan merupakan rahmat. Konflik
semacam inilah yang menimbulkan paradigma baru dalam ilmu pengetahuan dan
menghasilkan teori-teori baru. Akan
tetapi, jika konflik semacam ini diajarkan di sekolah tanpa diselesaikan, maka
kebingungan lah yang akan menjadi akibatnya.
Di Amerika, konflik ini diselesaikan dengan melarang diajarkannya teori
ciptaan di seluruh sekolah negeri.
Di
Indonesia, konflik di sekolah ini tidak diselesaikan dan dianggap tidak
ada. Pelajaran Biologi hanya mengajarkan
teori evolusi dalam bidang biologi dan pura-pura tidak tahu bahwa ajaran agama
Islam, Kristen, dan Katolik menganut faham creationism (manusia
diciptakan). Sebaliknya, Pendidikan
Agama Islam mengajarkan teori ciptaan dan menyalahkan teori evolusi tanpa
menjelaskan dimana letak kesalahan teori evolusi itu (padahal, sampai saat ini,
teori evolusi ini masih menjadi tulang punggung ilmu hayat (biologi). Secara teoritis, keadaan seperti ini akan
menghasilkan lulusan SMA yang bingung di bidang asal usul manusia.
D. Dampak
Iptek
Seperti
juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak
positif dan negatif. Penilaian positif
maupun negatif ini bersifat subyektif, tergantung kepada siapa yang
menilainya. Yang dinilai negatif oleh
bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa Amerika,
misalnya.
Dampak
positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan, misalnya,
dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah
membuat manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat. Perjalanan haji yang dulu dilakukan selama
beberapa minggu melalui laut kini, dengan makin lancarnya transportasi udara,
dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja. Kemajuan di bidang televisi satelit telah
memungkinkan kita melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar
rumah. Penemuan telepon genggam telah
memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada atau dari
mana saja kita berada. Kemajuan di
bidang penyimpanan data telah memungkinkan kita memiliki seluruh jilid Ensiklopedia
Britanica dalam satu keping Compact Disk yang beratnya kurang dari satu
ons. Kemajuan di bidang komputer telah
menciptakan jaringan internet yang memungkinkan kita mendapatkan informasi dari
perpustakaan di seluruh dunia tanpa harus keluar dari kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah
membuat perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Sekarang
ini, lewat bursa saham, orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan di negara
lain.
Singkat
kata, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah membuat
dunia terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang. Inilah yang disebut sebagai globalisasi,
suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya sebagai warga kampung,
kota, atau negara, melainkan juga sebagai warga dunia.
Dari
sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya berwawasan
lokal. Dalam usahanya memecahkan
persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna menemukan solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia
tidak lagi membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya,
kotanya, propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat
menjadi kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu.
Dari
sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak negatif. Hal ini karena inovasi-inovasi di bidang
iptek itu kebanyakan terjadi di negara lain yang mempunyai nilai-nilai sosial,
politik, dan budaya yang belum tentu sama dengan nilai bangsa kita. Kendati teknologinya itu sendiri dapat
dianggap sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa ilmu
pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas nilai. Sebagai contoh, kemajuan teknologi parabola
telah memungkinkan kita melihat siaran televisi Perancis tanpa ada sensor. Adegan seks dan pamer dada wanita, yang di RCTI
tidak mungkin keluar, dapat dilihat anak-anak tanpa terpotong sensor lewat
parabola itu. Banjirnya film asing di TV
nasional juga dapat mempengaruhi nilai budaya para pemirsanya. Telenovela dan film Barat yang amat populer
di TV swasta kita, secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya
bahwa perselingkuhan dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa,
bahwa kekerasan merupakan salah satu pemecahan masalah. Film detektif bahkan dapat menjadi 'guru'
bagi para maling.
Globalisasi
cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-nilai tradisional
bangsanya belaka. Kemudahan memperoleh
informasi akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada
masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya,
maupun politik. Sebagai bangsa yang
sedang membangun jati-dirinya, proses globalisasi ini jelas merupakan tantangan
yang harus diatasi dalam upaya pembentukan manusia Indonesia yang
dicita-citakan.
Pada
dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga: (1) lari dari kenyataan dan bersembunyi atau menutup diri dari
arus globalisasi itu; (2) menghindar atau menganggap bahwa globalisasi itu
tidak ada; (3) menghadapi persoalan dengan berani. Pilihan pertama dilakukan apabila orang
tersebut merasa lemah dan tidak kuat untuk menanggulangi dampak negatif
globalisasi itu. Dalam mempertimbangkan
dampak positif dan negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa
'mudharat' globalisasi tersebut lebih besar daripada 'manfaatnya'. Akibatnya, ia menolak kehadiran kemajuan
iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan dengannya. Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup
masuknya informasi dari luar tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau
rakyatnya akan terpengaruh oleh nilai-nilai dari luar yang mungkin akan
berdampak negatif.
Pilihan
ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu fihak, ia mengetahui dampak
positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain fihak, ia juga
mengetahui dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia tidak dapat memutuskan apakah akan
merangkul ataukah menolak kemajuan teknologi yang berdampak globalisasi
itu. Akibatnya, ia membiarkan saja
kemajuan teknologi itu melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau berharap,
bahwa globalisasi itu tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.
Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang
tidak bingung. Ia menyadari akan dampak
positif dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk
dampak globalisasi masyarakatnya.
Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia dengan seksama memilah-milah
mana dampak positif dari kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya dan
mana dampak negatifnya. Dengan
mengetahui di bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan membawa
dampak negatif, ia mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan
iptek dan globalisasi itu secara negatif.
Tampaknya,
dalam masalah kemajuan iptek dan globalisasi ini bangsa Indonesia bertekad
untuk memilih alternatif ke tiga: kemajuan iptek dirangkul sedang dampak
ikutannya yang negatif akan dihadapi dengan meningkatkan ketahanan nasional di
bidang ipoleksosbud. Hal ini tampak
dalam pernyataan mereka dalam GBHN 1993-1998:
"Pembinaan
dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan pelestarian nilai
luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan budaya daerah dengan tidak
menutup diri terhadap masuknya nilai positif budaya bangsa lain untuk mewujudkan
dan mengembangkan kemampuan dan jati diri serta meningkatkan harkat dan
martabat bangsa Indonesia. Pemanfaatan,
pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan nilai tambah ...
dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa serta
kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat." (Bab II, G. 3.)
Menurut pernyataan itu, bangsa Indonesia tidak
perlu menutup diri terhadap masuknya nilai-nilai positif budaya bangsa lain
guna mengembangkan jati dirinya.
Nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi lingkungan dan masyarakat
Indonesia dipakai sebagai pagar atau rambu-rambu bagi penerapan iptek di
Indonesia hingga tak berdampak negatif pada masyarakat dan bangsa.
E. Pandangan
Islam terhadap Perkembangan Iptek
Peradaban
Barat modern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan
material yang seolah menjanjikan kebahagiaan hidup bagi umat manusia. Namun,
kemajuan tersebut tidak seimbang. Negara-negara maju mengabaikan bahkan
menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang
lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi, dan militernya sehingga melahirkan
penderitaan penjajahan di dunia Timur dan Selatan.
Krisis
multidimensional terjadi akibat perkembangan iptek yang lepas dari kendali
nilai-nilai moral keagamaan. Krisis ekologis, misalnya tsunami, gempa, kacaunya
iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi
industri di negara-negara maju. Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada
penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas,
perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di
Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia,
dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara
berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’
(neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia
dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Negara-negara
yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara
berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah
atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena
nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah,
maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara
mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara
Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis
(’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi
informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan
kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan
memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah
dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di
negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin
kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global
ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 %
penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara
miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa
negara maju.
Ironis
bahwa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi,
justru mengalami krisis dan kelangkaan BBM. Ironis bahwa di tengah keberlimpahan
hasil produksi gunung emas-perak dan tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di
Indonesia, kita justru mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan,
busung lapar, dan berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta
kekayaan kita yang Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini?
Mengapa kita menjadi negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia?
Kenyataan
menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia
yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi
dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan
pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada
Allah SWT. Serta melawan pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular,
Matre dan hedonis (mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).
Akhlak
yang baik muncul dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT Sumber segala
Kebaikan, Keindahan dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT
hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan
terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat
(manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya.
Islam,
sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan
mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan
segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berbeda
dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk
kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan
pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim
kepada Allah SWT dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah)
di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi
seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Qur’an yang
mementingkan proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai
gejala alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah.
Yang paling terkenal adalah ayat:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.” (QS Ali Imron [3] : 190-191)
“Allah akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah
[58] : 11 )
Bagi
umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda/sinyal)
Ke-Maha-Kuasa-an dan Keagungan Allah SWT. Ayat tanziliyah/naqliyah (yang
diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitab-kitab suci dan ajaran para
Rasulullah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an), maupun ayat-ayat kauniyah
(fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam), keduanya bila dibaca, dipelajari,
diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati (qalbu + akal) akan
semakin mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan
segala eksistensi). Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas
satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata
uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling
memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif.
Bila
ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang fakta-fakta
ilmiah, maka kemungkinan yang salah adalah pemahaman dan tafsiran terhadap
ajaran agama tersebut. Bila ada ’ilmu pengetahuan’ yang menentang
prinsip-prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah adalah tafsiran
filosofis atau paradigma materialisme-sekular yang berada di balik wajah ilmu
pengetahuan modern tersebut.
Karena
alam semesta –yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan–, dan ayat-ayat suci
Tuhan (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah SAAW — yang dipelajari melalui agama– ,
adalah sama-sama ayat-ayat (tanda-tanda dan perwujudan/tajaliyat) Allah SWT,
maka tidak mungkin satu sama lain saling bertentangan dan bertolak belakang,
karena keduanya berasal dari satu Sumber yang Sama, Allah Yang Maha Pencipta
dan Pemelihara seluruh Alam Semesta.
F. Analisis Kandungan Ayat-Ayat Al-Qur’an
Sebagian
orang yang rendah pengetahuan keislamannya beranggapan bahwa al-Qur’an adalah
sekedar kumpulan cerita kuno yang tidak mempunyai manfaat bagi kehidupan
modern, apalagi jika dihubungkan dengan kemajuan IPTEK saat ini. Al-Qur’an
menurut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya,
tidak untuk digali kandungan ilmu didalamnya.
Anggapan diatas merupakan indikasi bahwa orang
tersebut tidak mau berusaha untuk membuka al-Qur’an dan menganalisis kandungan
ilmu didalamnya. Anggapan
tersebut amatlah keliru. Bukti-bukti di bawah ini menunjukkan yang sebaliknya :
- Wahyu yang pertama sekali diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad saw adalah perintah untuk membaca/belajar (QS 96 : 1-5) dan menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa, atau dzikrullah. Hal ini menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
- Allah SWT mengangkat manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi, bukan para malaikat-Nya, karena manusia memiliki ilmu pengetahuan (QS 2 : 31-33). Dengan kelebihan ilmu pengetahuan itu juga, Allah SWT memuliakan Adam as sehingga malaikat bersujud padanya.
- Manusia yang memiliki derajat yang paling tinggi disisi Allah SWT adalah manusia yang memiliki iman dan ilmu (QS 58 : 11). Iman membawa manusia pada ketinggian di akhirat, dan ilmu membawa manusia pada ketinggian di dunia.
- Syarat untuk menjadi pemimpin dalam Islam ada 2 hal, yaitu ilmu yang tinggi dan fisik yang sehat (QS 2 : 247). Ini menunjukkan betapa tingginya penghargaan Islam kepada nilai-nilai ilmu dan kesehatan.
- Allah SWT melarang manusia untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa memiliki ilmunya (QS 17 : 36). Islam sangat menghargai spesialisasi dalam berbagai bidang ilmu dan menganjurkan umatnya untuk menjadi seseorang yang profesional sesuai dengan bidangnya masing-masing.
- Sejarah menunjukkan bahwa pada masa kaum muslimin mempelajari dan melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, maka mereka memimpin dunia dengan pakar-pakar yang menguasai ilmunya masing-masing, sehingga Barat pu belajar dari mereka. Dan, disaat kaum muslimin meninggalkan ajaran agamanya, mulai tergiur dengan kenikmatan duniawi, lalu berpaling ke Barat, Allah SWT merendahkan dan menghina mereka. Sesungguhnya Rasulullah telah memperingatkan hal ini. Dalam hadisnya disebutkan: “Kelak akan datang suatu masa dimana kalian akan menjadi makanan diatas piring yang dihadapi oleh orang-orang yang kelaparan. Para sahabat bertanya : Apakah karena jumlah kita sedikit ya Rasulullah? Jawab Nabi Muhammad saw : Bahkan jumlah kalian sangat banyak. Tetapi kalian terkena penyakit “wahn”! Tanya para sahabat : Apa itu “wahn” ya Rasulullah? Jawab Nabi Muhammad saw : Kalian cinta dunia dan takut mati.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
G. Integrasi
Iptek dan Imtaq
Dalam perspektif Islam, antara iman,
ilmu, amal, dan iptek tidak bisa dipisahkan. Disana terdapat hubungan yang
harmonis dan dinamis yang terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut Dinul
Islam. Tauhid sebagai kunci pokok Islam, tidak mengakui adanya pemisahan antara
iman dan sains. Segala sesuatu yang ada di alam merupakan bukti kehadiran
Allah. Pengetahuan tentang alam adalah suatu bentuk amal shaleh yang dapat
mendekatkan diri manusia kepada Allah.
Para
ilmuwan muslim lebih menjadikan keimanan sebagai landasan dalam menegembangkan
teori-teori ilmiah. Bagi mereka, alam adalah objek berfikir, manusia sebagai
subjeknya, dan Allah merupakan tujuan akhirnya. Inilah yang menjadi landasan
utama para ilmuwan muslim dalam mengembangkan sains.
Pengembangan
IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah dan tak akan
menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan. Sbaliknya, pengembangan IPTEK
yang didasari etika Islam akan memberikan orientasi dan arah yang jelas, serta
mampu mengoptimalkan manfaat IPTEK dan meminimalisir dampak negatif IPTEK bagi
manusia dan alam.
H. Keutamaan
Orang Berilmu
Manusia
berkewajiban untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
Hal ini dikarenakan manusia adalah satu-satunya makhluk Allah yang dianugerahi
akal.
Al-Qur’an
membedakan antara orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. “Katakanlah:
‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’
Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
(QS. Az-Zumar [39] : 9). “Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum,
filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa
yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran
(berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269). Allah juga
akan mengangkat derajat orang yang berilmu jika ia beriman, seperti dalam
ayatnya “… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11). Disamping itu,
Rasulullah saw banyak memberikan perumpamaan tentang keutamaan orang yang
berilmu. Nabi juga menyarankan umatnya untuk tidak berhenti mencari ilmu kapan
dan dimanapun mereka berada. Rasulullah SAW pun memerintahkan para orang tua
agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena
mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu
kini.” (Al-Hadits Nabi SAW). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap
Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Al-Hadits Nabi
SAW).
Mengapa
kita harus menguasai IPTEK? Terdapat tiga alasan pokok, yakni:
1. Ilmu
pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara
barat. Ini fakta, tdk bisa dipungkiri.
2. Negara-negara
barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara Islam.
Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
3. Adanya
upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya,
misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk
sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
Selama
20 tahun terakhir, jumlah kaum Muslim di dunia telah meningkat secara perlahan.
Angka statistik tahun 1973 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Muslim dunia
adalah 500 juta; sekarang, angka ini telah mencapai 1,5 miliar. Kini, setiap
empat orang salah satunya adalah Muslim. Bukanlah mustahil bahwa jumlah
penduduk Muslim akan terus bertambah dan Islam akan menjadi agama terbesar di
dunia. Peningkatan yang terus-menerus ini bukan hanya dikarenakan jumlah
penduduk yang terus bertambah di negara-negara Muslim, tapi juga jumlah
orang-orang mualaf yang baru memeluk Islam yang terus meningkat, suatu fenomena
yang menonjol, terutama setelah serangan terhadap World Trade Center pada
tanggal 11 September 2001. Serangan ini, yang dikutuk oleh setiap orang,
terutama umat Muslim, tiba-tiba saja telah mengarahkan perhatian orang
(khususnya warga Amerika) kepada Islam. Orang di Barat berbicara banyak tentang
agama macam apakah Islam itu, apa yang dikatakan Al Qur’an, kewajiban apakah
yang harus dilaksanakan sebagai seorang Muslim, dan bagaimana kaum Muslim
dituntut melaksanakan urusan dalam kehidupannya. Ketertarikan ini secara
alamiah telah mendorong peningkatan jumlah warga dunia yang berpaling kepada
Islam. Demikianlah, perkiraan yang umum terdengar pasca peristiwa 11 September
2001 bahwa “serangan ini akan mengubah alur sejarah dunia”, dalam beberapa hal,
telah mulai nampak kebenarannya. Proses kembali kepada nilai-nilai agama dan
spiritual, yang dialami dunia sejak lama, telah menjadi keberpalingan kepada
Islam.
Hal
luar biasa yang sesungguhnya sedang terjadi dapat diamati ketika kita mempelajari
perkembangan tentang kecenderungan ini, yang mulai kita ketahui melalui
surat-surat kabar maupun berita-berita di televisi. Perkembangan ini, yang
umumnya dilaporkan sekedar sebagai sebuah bagian dari pokok bahasan hari itu,
sebenarnya adalah petunjuk sangat penting bahwa nilai-nilai ajaran Islam telah
mulai tersebar sangat pesat di seantero dunia. Di belahan dunia Islam lainnya,
Islam berada pada titik perkembangan pesat di Eropa. Perkembangan ini telah
menarik perhatian yang lebih besar di tahun-tahun belakangan, sebagaimana
ditunjukkan oleh banyak tesis, laporan, dan tulisan seputar “kedudukan kaum
Muslim di Eropa” dan “dialog antara masyarakat Eropa dan umat Muslim.”
Beriringan
dengan berbagai laporan akademis ini, media massa telah sering menyiarkan
berita tentang Islam dan Muslim. Penyebab ketertarikan ini adalah perkembangan
yang terus-menerus mengenai angka populasi Muslim di Eropa, dan peningkatan ini
tidak dapat dianggap hanya disebabkan oleh imigrasi. Meskipun imigrasi
dipastikan memberi pengaruh nyata pada pertumbuhan populasi umat Islam, namun
banyak peneliti mengungkapkan bahwa permasalahan ini dikarenakan sebab lain:
angka perpindahan agama yang tinggi. Suatu kisah yang ditayangkan NTV News pada
tanggal 20 Juni 2004 dengan judul “Islam adalah agama yang berkembang paling
pesat di Eropa” membahas laporan yang dikeluarkan oleh badan intelejen domestik
Prancis. Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah orang mualaf yang memeluk
Islam di negara-negara Barat semakin terus bertambah, terutama pasca peristiwa
serangan 11 September. Misalnya, jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di
Prancis meningkat sebanyak 30 hingga 40 ribu di tahun lalu saja.
Orang
yang melandaskan ilmunya dengan keimanan, pengembangan dan pemanfaatan IPTEK
tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup semata, tetapi juga merupakan
refleksi dari ibadah kepada Allah. Ia menjadi sarana peningkatan rasa syukur
dan ketakwaan kepada Allah.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut
pengertian Barat, ilmu adalah murni ciptaan manusia, tanpa adanya campur tangan
Allah. Sedangkan menurut al-Qur’an, ilmu adalah rangkaian keterangan teratur
dari Allah (Q.S. Al-Rahman : 1-13).
Orang
Barat menganggap bahwa teknologi merupakan objek yang terlahir atas kebudayaan
perilaku manusia. Menurut al-Qur’an, teknologi tercipta karena adanya kesadaran
untuk menciptakannya, bukan sebagai ambisi tiap individu.
Sebelum
Islam datang, Dr Muhammad
Luthfi, ketua Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, mengatakan bahwa Eropa
berada dalam abad kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu yang maju, bahkan lebih
percaya tahyul. Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh kemajuan IPTEK yang dibangun kaum muslimin.
Rahasia
kemajuan peradaban Islam adalah karena Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku
antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain,
dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya
dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.
Secara
implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar agama dapat berperan sebagai jiwa,
penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan spiritual, moral, dan etik
bagi pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam kaitannya dengan pengembangan iptek
nasional, agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan
pengembangan iptek nasional tersebut.
Pola
hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak
saling mengganggu. Pengembangan iptek
dan pengembangan kehidupan beragama diusahakan agar tidak saling tabrak pagar
masing-masing. Pengembangan agama
diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek
diharapkan tidak mengganggu pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya
diselesaikan dengan kebijaksanaan.
Seperti
juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak
positif dan negatif. Dari sisi positifnya, kemajuan iptek membuat orang tidak
lagi hanya berwawasan lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan
melihat ke seluruh dunia guna menemukan solusi.
Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri pada
pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya, propinsinya, atau
negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan tempat ia
bekerja atau mencari ilmu. Dampak negatifnya adalah adanya globalisasi cara
berfikir, yang dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-nilai
tradisional bangsanya. Kemudahan memperoleh informasi akan membuat ia dapat
mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang
menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun politik.
Kondisi
Indonesia sekarang sudah mengikuti pada gaya Barat. Kenyataan menyedihkan
tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang
mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan
moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan
mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Serta
melawan pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis
(mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).
Berbeda
dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk
kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan
pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim
kepada Allah SWT dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah)
di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi
seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin).
Dalam perspektif Islam, antara iman,
ilmu, amal, dan iptek tidak bisa dipisahkan. Disana terdapat hubungan yang
harmonis dan dinamis yang terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut Dinul
Islam. Tauhid sebagai kunci pokok Islam, tidak mengakui adanya pemisahan antara
iman dan sains. Segala sesuatu yang ada di alam merupakan bukti kehadiran
Allah. Pengetahuan tentang alam adalah suatu bentuk amal shaleh yang dapat
mendekatkan diri manusia kepada Allah.
Para
ilmuwan muslim lebih menjadikan keimanan sebagai landasan dalam menegembangkan
teori-teori ilmiah. Bagi mereka, alam adalah objek berfikir, manusia sebagai
subjeknya, dan Allah merupakan tujuan akhirnya. Inilah yang menjadi landasan
utama para ilmuwan muslim dalam mengembangkan sains.
B. SARAN
Pengembangan
IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah dan tak akan
menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan. Sebaliknya, pengembangan
IPTEK yang didasari etika Islam akan memberikan orientasi dan arah yang jelas,
serta mampu mengoptimalkan manfaat IPTEK dan meminimalisir dampak negatif IPTEK
bagi manusia dan alam. Orang yang melandaskan ilmunya dengan keimanan,
pengembangan dan pemanfaatan IPTEK tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup
semata, tetapi juga merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah. Ia menjadi
sarana peningkatan rasa syukur dan ketakwaan kepada Allah. Oleh karena itu,
kita harus sebisa mungkin menyeimbangkan antara iptek dan agama.
DAFTAR
PUSTAKA
Azhar,
Syamsul. 2001. Sains Teknologi membuka Tabir Al-Qur’an. Jakarta : Kalam
Mulia.
Sumarwan,
Ujang. 1994. Sains Islam. Harian Umum Pelita.
Watt, W. Montgomery. 1974. The Majesty that was Islam. London: Sidgwick & Jackson.