Ledakan yang Menghancurkan
Paham Materialisme (1)
Gagasan
Kuno Abad 19: Alam Semesta Kekal
Gagasan yang umum di abad 19
adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang
telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya. Selain meletakkan dasar
berpijak bagi paham materialis, pandangan ini menolak keberadaan sang Pencipta
dan menyatakan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir.
Materialisme adalah sistem
pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan
menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno,
dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi
terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.
Para penganut materalisme
meyakini model alam semesta tak hingga sebagai dasar berpijak paham ateis
mereka. Misalnya, dalam bukunya Principes Fondamentaux de Philosophie, filosof
materialis George Politzer mengatakan bahwa "alam semesta bukanlah sesuatu
yang diciptakan" dan menambahkan: "Jika ia diciptakan, ia sudah pasti
diciptakan oleh Tuhan dengan seketika dan dari ketiadaan".
Ketika Politzer berpendapat bahwa
alam semesta tidak diciptakan dari ketiadaan, ia berpijak pada model alam
semesta statis abad 19, dan menganggap dirinya sedang mengemukakan sebuah
pernyataan ilmiah. Namun, sains dan teknologi yang berkembang di abad 20
akhirnya meruntuhkan gagasan kuno yang dinamakan materialisme ini.
Astronomi
Mengatakan: Alam Semesta Diciptakan
Pada tahun 1929, di observatorium
Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah
satu penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati
bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan
cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini
"bergerak menjauhi" kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui,
spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung
ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah.
Selama pengamatan oleh Hubble, cahaya dari bintang-bintang cenderung ke warna
merah. Ini berarti bahwa bintang-bintang ini terus-menerus bergerak menjauhi
kita.
Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting
lain. Bintang
dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama
lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana
segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia
terus-menerus "mengembang".
Agar lebih mudah dipahami, alam
semesta dapat diumpamakan sebagai permukaan balon yang sedang mengembang.
Sebagaimana titik-titik di permukaan balon yang bergerak menjauhi satu sama
lain ketika balon membesar, benda-benda di ruang angkasa juga bergerak menjauhi
satu sama lain ketika alam semesta terus mengembang.
Sebenarnya, fakta ini secara
teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai
ilmuwan terbesar abad 20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika
teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Tetapi, ia
mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam
semesta statis yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari
tindakannya ini sebagai 'kesalahan terbesar dalam karirnya'.
Apa arti dari mengembangnya alam
semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat
bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik
tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa 'titik tunggal' ini yang berisi semua
materi alam semesta haruslah memiliki 'volume nol', dan 'kepadatan tak hingga'.
Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.
Ledakan
raksasa yang menandai permulaan alam semesta ini dinamakan 'Big Bang', dan
teorinya dikenal dengan nama tersebut. Perlu dikemukakan bahwa 'volume nol'
merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu
pengetahuan dapat mendefinisikan konsep 'ketiadaan', yang berada di luar batas
pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai 'titik bervolume nol'.
Sebenarnya, 'sebuah titik tak bervolume' berarti 'ketiadaan'. Demikianlah alam
semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah
diciptakan. Fakta bahwa alam ini diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern
pada abad 20, telah dinyatakan dalam Alqur'an 14 abad lampau: "Dia Pencipta langit dan bumi"
(QS. Al-An'aam, 6: 101)
Teori Big Bang menunjukkan bahwa
semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian
terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big
Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta
kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.
Big Bang, Fakta Menjijikkan Bagi Kaum Materialis
Big Bang merupakan petunjuk nyata
bahwa alam semesta telah 'diciptakan dari ketiadaan', dengan kata lain ia
diciptakan oleh Allah. Karena alasan ini, para astronom yang meyakini paham
materialis senantiasa menolak Big Bang dan mempertahankan gagasan alam semesta
tak hingga. Alasan penolakan ini terungkap dalam perkataan Arthur Eddington,
salah seorang fisikawan materialis terkenal yang mengatakan: "Secara
filosofis, gagasan tentang permulaan tiba-tiba dari tatanan Alam yang ada saat
ini sungguh menjijikkan bagi saya".
Seorang materialis lain, astronom
terkemuka asal Inggris, Sir Fred Hoyle adalah termasuk yang paling merasa
terganggu oleh teori Big Bang. Di pertengahan abad 20, Hoyle mengemukakan suatu
teori yang disebut steady-state yang mirip dengan teori 'alam semesta tetap' di
abad 19. Teori steady-state menyatakan bahwa alam semesta berukuran tak hingga
dan kekal sepanjang masa. Dengan tujuan mempertahankan paham materialis, teori
ini sama sekali berseberangan dengan teori Big Bang, yang mengatakan bahwa alam
semesta memiliki permulaan. Mereka yang mempertahankan teori steady-state telah
lama menentang teori Big Bang. Namun, ilmu pengetahuan justru meruntuhkan
pandangan mereka.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov
muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa setelah
pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang
ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini
haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang 'seharusnya
ada' ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno
Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini,
yang disebut 'radiasi latar kosmis', tidak terlihat memancar dari satu sumber
tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa. Demikianlah,
diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal
peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan
mereka.
Pada tahun 1989, NASA mengirimkan
satelit Cosmic Background Explorer. COBE ke ruang angkasa untuk melakukan
penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk
membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan
raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai
penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas
membuktikan teori Big Bang.
Bukti penting lain bagi Big Bang
adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian,
diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan
perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big
Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika ia telah ada sejak dulu
kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah
menjadi helium.
Segala bukti meyakinkan ini
menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang
adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam
semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha
Perkasa dengan sempurna tanpa cacat:
"Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihtatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang." (QS.
Al-Mulk, 67:3)
Big Bang, Ledakan yang Menghancurkan
Paham Materialisme (2)
Segala bukti meyakinkan
sebagaimana dipaparkan dalam bagian 1 artikel ini telah menyebabkan teori Big
Bang diterima oleh masyarakat ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang
dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam
semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa
cacat dari ketiadaan.
Dennis Sciama, yang selama
bertahun-tahun bersama Fred Hoyle mempertahankan teori steady-state, yang
berlawanan dengan fakta penciptaan alam semesta, menjelaskan posisi akhir yang
telah mereka capai setelah semua bukti bagi teori Big Bang terungkap. Sciama
menyatakan bahwa ia mempertahankan teori steady-state bukan karena ia
menanggapnya benar, melainkan karena ia berharap bahwa inilah yang benar.
Sciama selanjutnya mengatakan bahwa ketika bukti mulai bertambah, ia harus
mengakui bahwa permainan telah usai dan teori steady-state harus ditolak. Prof.
George Abel dari universitas California juga menerima kemenangan akhir Big Bang
dan menyatakan bahwa bukti yang kini ada menunjukkan bahwa alam semesta bermula
milyaran tahun silam melalui peristiwa Big Bang. Ia mengakui bahwa ia tak
memiliki pilihan kecuali menerima teori Big Bang.
Dengan kemenangan Big Bang, mitos
'materi kekal' yang menjadi dasar berpijak paham materialis terhempaskan ke
dalam tumpukan sampah sejarah. Lalu keberadaan apakah sebelum Big Bang; dan
kekuatan apa yang memunculkan alam semesta sehingga menjadi 'ada' dengan
ledakan raksasa ini saat alam tersebut 'tidak ada'? Meminjam istilah Arthur
Eddington, pertanyaan ini jelas mengarah pada fakta yang 'secara filosofis menjijikkan'
bagi kaum materialis, yakni keberadaan sang Pencipta. Filosof ateis terkenal
Antony Flew berkata tentang hal ini: "Sayangnya, pengakuan adalah baik
bagi jiwa. Karenanya, saya akan memulai dengan pengakuan bahwa kaum Ateis
Stratonisian terpaksa dipermalukan oleh kesepakatan kosmologi zaman ini. Sebab,
tampaknya para ahli kosmologi tengah memberikan bukti ilmiah bahwa alam semesta
memiliki permulaan. "
Banyak ilmuwan yang tidak secara
buta menempatkan dirinya sebagai ateis telah mengakui peran Pencipta yang
Mahaperkasa dalam penciptaan alam semesta. Pencipta ini haruslah Dzat yang
telah menciptakan materi dan waktu, namun tidak terikat oleh keduanya. Ahli
astrofisika terkenal Hugh Ross mengatakan: "Jika permulaan waktu terjadi
bersamaan dengan permulaan alam semesta, sebagaimana pernyataan teorema ruang,
maka penyebab terbentuknya alam semesta pastilah sesuatu yang bekerja pada
dimensi waktu yang sama sekali tak tergantung dan lebih dulu ada dari dimensi
waktu alam semesta. Kesimpulan ini memberitahu kita bahwa Tuhan bukanlah alam
semesta itu sendiri, Tuhan tidak pula berada di dalam alam semesta."
Begitulah, materi dan waktu
diciptakan oleh sang Pencipta yang tidak terikat oleh keduanya. Pencipta ini
adalah Allah, Dialah Penguasa langit dan bumi.
Sebenarnya, Big Bang telah
menimbulkan masalah yang lebih besar bagi kaum materialis daripada pengakuan
Filosof ateis, Antony Flew. Sebab, Big Bang tak hanya membuktikan bahwa alam
semesta diciptakan dari ketiadaan, tetapi ia juga diciptakan secara sangat terencana,
sistematis dan teratur. Big Bang terjadi melalui ledakan suatu titik yang
berisi semua materi dan energi alam semesta serta penyebarannya ke segenap
penjuru ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dari materi dan
energi ini, munculah suatu keseimbangan luar biasa yang melingkupi berbagai
galaksi, bintang, matahari, bulan, dan benda angkasa lainnya. Hukum alam pun
terbentuk yang kemudian disebut 'hukum fisika', yang seragam di seluruh penjuru
alam semesta, dan tidak berubah. Hukum fisika yang muncul bersamaan dengan Big
Bang tak berubah sama sekali selama lebih dari 15 milyar tahun. Selain itu,
hukum ini didasarkan atas perhitungan yang sangat teliti sehingga penyimpangan
satu milimeter saja dari angka yang ada sekarang akan berakibat pada kehancuran
seluruh bangunan dan tatanan alam semesta. Semua ini menunjukkan bahwa suatu
tatanan sempurna muncul setelah Big Bang
Namun, ledakan tidak mungkin
memunculkan tatanan sempurna. Semua ledakan yang diketahui cenderung berbahaya,
menghancurkan, dan merusak apa yang ada. Jika kita diberitahu tentang
kemunculan tatanan sangat sempurna setelah suatu ledakan, kita dapat
menyimpulkan bahwa ada campur tangan 'cerdas' di balik ledakan ini, dan segala
serpihan yang berhamburan akibat ledakan ini telah digerakkan secara sangat
terkendali. Sir Fred Hoyle, yang akhirnya harus menerima teori Big Bang setelah
bertahun-tahun menentangnya, mengungkapkan hal ini dengan jelas: "Teori
Big Bang menyatakan bahwa alam semesta berawal dari satu ledakan tunggal. Tapi,
sebagaimana diketahui, ledakan hanya menghancurkan materi berkeping-keping,
sementara Big Bang secara misterius telah menghasilkan dampak yang berlawanan -
yakni materi yang saling bergabung dan membentuk galaksi-galaksi."
Tidak ada keraguan, jika suatu tatanan
sempurna muncul melalui sebuah ledakan, maka harus diakui bahwa terdapat campur
tangan Pencipta yang berperan di setiap saat dalam ledakan ini.
Hal lain dari tatanan luar biasa
yang terbentuk di alam menyusul peristiwa Big Bang ini adalah penciptaan 'alam
semesta yang dapat dihuni'. Persyaratan bagi pembentukan suatu planet layak
huni sungguh sangat banyak dan kompleks, sehingga mustahil untuk beranggapan
bahwa pembentukan ini bersifat kebetulan. Setelah melakukan perhitungan tentang
kecepatan mengembangnya alam semesta, Paul Davis, profesor fisika teori
terkemuka, berkata bahwa kecepatan ini memiliki ketelitian yang sungguh tak
terbayangkan. Davis berkata: "Perhitungan jeli menempatkan kecepatan
pengembangan ini sangat dekat pada angka kritis yang dengannya alam semesta
akan terlepas dari gravitasinya dan mengembang selamanya. Sedikit lebih lambat
dan alam ini akan runtuh, sedikit lebih cepat dan keseluruhan materi alam
semesta sudah berhamburan sejak dulu. Jelasnya, big bang bukanlah sekedar ledakan
zaman dulu, tapi ledakan yang terencana dengan sangat cermat. "
Fisikawan terkenal, Prof. Stephen
Hawking mengatakan dalam bukunya A Brief History of Time, bahwa alam semesta
dibangun berdasarkan perhitungan dan keseimbangan yang lebih akurat dari yang dapat
kita bayangkan. Dengan merujuk pada kecepatan mengembangnya alam semesta,
Hawking berkata: "Jika kecepatan pengembangan ini dalam satu detik setelah
Big Bang berkurang meski hanya sebesar angka satu per-seratus ribu juta juta,
alam semesta ini akan telah runtuh sebelum pernah mencapai ukurannya yang
sekarang."
Paul Davis juga menjelaskan
akibat tak terhindarkan dari keseimbangan dan perhitungan yang luar biasa
akuratnya ini: "Adalah sulit menghindarkan kesan bahwa tatanan alam
semesta sekarang, yang terlihat begitu sensitif terhadap perubahan angka
sekecil apapun, telah direncanakan dengan sangat teliti. Kemunculan serentak
angka-angka yang tampak ajaib ini, yang digunakan alam sebagai
konstanta-konstanta dasarnya, pastilah menjadi bukti paling meyakinkan bagi
keberadaan desain alam semesta."
Berkenaan dengan kenyataan yang
sama ini, profesor astronomi Amerika, George Greenstein menulis dalam bukunya
The Symbiotic Universe: "Ketika kita mengkaji semua bukti yang ada,
pemikiran yang senantiasa muncul adalah bahwa kekuatan supernatural pasti
terlibat."
Singkatnya, saat meneliti sistem
mengagumkan di alam semesta, akan kita pahami bahwa keberadaan dan cara
kerjanya bersandar pada keseimbangan yang sangat sensitif dan tatanan yang
terlalu kompleks untuk dijelaskan oleh peristiwa kebetulan. Sebagaimana
dimaklumi, tidaklah mungkin keseimbangan dan tatanan luar biasa ini terbentuk
dengan sendirinya dan secara kebetulan melalui suatu ledakan besar. Pembentukan
tatanan semacam ini menyusul ledakan seperti Big Bang adalah satu bukti nyata
adanya penciptaan supernatural.
Rancangan dan tatanan tanpa tara
di alam semesta ini tentulah membuktikan keberadaan Pencipta, beserta Ilmu,
Keagungan dan Hikmah-Nya yang tak terbatas, Yang telah menciptakan materi dari
ketiadaan dan Yang berkuasa mengaturnya tanpa henti. Sang Pencipta ini adalah Allah, Tuhan seluruh sekalian
alam.
Hakikat Teori Evolusi Darwin:
Perang Terhadap Agama
Di jaman ini, sejumlah kalangan berpandangan bahwa teori evolusi yang
dirumuskan oleh Charles Darwin tidaklah bertentangan dengan agama. Ada juga
yang sebenarnya tidak meyakini teori evolusi tersebut akan tetapi masih juga
ikut andil dalam mengajarkan dan menyebarluaskannya. Hal ini tidak akan terjadi
seandainya mereka benar-benar memahami teori tersebut. Ini adalah akibat
ketidakmampuan dalam memahami dogma utama Darwinisme, termasuk pandangan paling
berbahaya dari teori tersebut yang diindoktrinasikan kepada masyarakat. Oleh
karenanya, bagi mereka yang beriman akan adanya Allah sebagai satu-satunya
Pencipta makhluk hidup, namun pada saat yang sama berpandangan bahwa
"Allah menciptakan beragam makhluk hidup melalui proses evolusi,"
hendaklah mempelajari kembali dogma dasar teori tersebut. Tulisan ini ditujukan
kepada mereka yang mengaku beriman akan tetapi salah dalam memahami teori
evolusi. Di sini diuraikan sejumlah penjelasan ilmiah dan logis yang penting
yang menunjukkan mengapa teori evolusi tidak sesuai dengan Islam dan fakta
adanya penciptaan.
Dogma dasar Darwinisme menyatakan bahwa makhluk hidup
muncul menjadi ada dengan sendirinya secara spontan sebagai akibat peristiwa
kebetulan. Pandangan ini sama sekali bertentangan dengan keyakinan terhadap
adanya penciptaan alam oleh Allah.
Kesalahan terbesar dari mereka yang meyakini bahwa teori evolusi tidak
bertentangan dengan fakta penciptaan adalah anggapan bahwa teori evolusi adalah
sekedar pernyataan bahwa makhluk hidup muncul menjadi ada melalui proses
evolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Oleh karenanya, mereka
mengatakan: "Bukankah tidak ada salahnya jika Allah menciptakan semua
makhluk hidup melalui proses evolusi dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain;
apa salahnya menolak hal ini?" Akan tetapi, sebenarnya terdapat hal yang
sangat mendasar yang telah diabaikan: perbedaan mendasar antara para pendukung
evolusi (=evolusionis) dan pendukung penciptaan (=kreasionis) bukanlah terletak
pada pertanyaan apakah "makhluk hidup muncul masing-masing secara terpisah
atau melalui proses evolusi dari bentuk satu ke bentuk yang lain. Pertanyaan
yang pokok adalah "apakah makhluk hidup muncul menjadi ada dengan
sendirinya secara kebetulan akibat rentetan peristiwa alam, atau apakah makhluk
hidup tersebut diciptakan secara sengaja?"
Teori evolusi, sebagaimana yang diketahui, mengklaim bahwa senyawa-senyawa
kimia inorganik dengan sendirinya datang bersama-sama pada suatu tempat dan
waktu secara kebetulan dan sebagai akibat dari fenomena alam yang terjadi
secara acak. Mula-mula senyawa-senyawa ini membentuk molekul pembentuk
kehidupan, seterusnya terjadi rentetan peristiwa yang pada akhirnya membentuk
kehidupan. Oleh sebab itu, pada intinya anggapan ini menerima waktu, materi tak
hidup dan unsur kebetulan sebagai kekuatan yang memiliki daya cipta. Orang
biasa yang sempat membaca dan mengerti literatur teori evolusi, paham bahwa
inilah yang menjadi dasar klaim kaum evolusionis. Tidak mengherankan jika
Pierre Paul Grassé, seorang ilmuwan evolusionis, mengakui evolusi sebagai teori
yang tidak masuk akal. Dia mengatakan apa arti dari konsep "kebetulan"
bagi para evolusionis:
"…'[Konsep] kebetulan' seolah telah menjadi sumber
keyakinan [yang sangat dipercayai] di bawah kedok ateisme. Konsep yang tidak
diberi nama ini secara diam-diam telah disembah."
(Pierre Paul
Grassé, Evolution of Living Organisms, New York, Academic Press, 1977, p.107)
Akan tetapi
pernyataan bahwa kehidupan adalah produk samping yang terjadi secara kebetulan
dari senyawa yang terbentuk melalui proses yang melibatkan waktu, materi dan
peristiwa kebetulan, adalah pernyataan yang tidak masuk akal dan tidak dapat
diterima oleh mereka yang beriman akan adanya Allah sebagai satu-satunya
Pencipta seluruh makhluk hidup. Kaum
mukmin sudah sepatutnya merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan masyarakat
dari kepercayaan yang salah dan menyesatkan ini; serta mengingatkan akan
bahayanya.
Pernyataan tentang "adanya kebetulan" yang
dikemukakan teori evolusi dibantah oleh ilmu pengetahuan.
Fakta lain yang patut mendapat perhatian khusus dalam hal ini adalah bahwa
berbagai penemuan ilmiah ternyata malah sama sekali bertentangan dengan
klaim-klaim kaum evolusionis yang mengatakan bahwa "kehidupan muncul
sebagai akibat dari serentetan peristiwa kebetulan dan fenomena alamiah."
Ini dikarenakan dalam kehidupan terdapat banyak sekali contoh adanya rancangan
(design) yang disengaja dengan bentuk yang sangat rumit dan telah
sempurna. Bahkan sel pembentuk suatu makhluk hidup memiliki rancangan yang
sangat menakjubkan yang dengan telak mematahkan konsep "kebetulan."
Perancangan dan perencanaan yang luar biasa dalam kehidupan ini sudah pasti
merupakan tanda-tanda penciptaan Allah yang khas dan tak tertandingi, serta
ilmu dan kekuasaan-Nya yang Tak Terhingga.
Usaha para evolusionis untuk menjelaskan asal-usul kehidupan dengan
menggunakan konsep kebetulan telah dibantah oleh ilmu pengetahuan abad 20.
Bahkan kini, di abad 21, mereka telah mengalami kekalahan telak. (Silahkan baca
buku Blunders of Evolutionists, karya Harun Yahya, terbitan Vural Publishing).
Jadi, alasan mengapa mereka tetap saja menolak adanya penciptaan oleh Allah
kendatipun telah melihat fakta ini adalah adanya keyakinan buta terhadap
atheisme.
Allah tidak menciptakan makhluk hidup melalui proses
evolusi
Oleh karena fakta yang menunjukkan adanya penciptaan atau rancangan yang
disengaja pada kehidupan adalah nyata, satu-satunya pertanyaan yang masih
tersisa adalah "melalui proses yang bagaimanakah makhluk hidup
diciptakan." Di sinilah letak kesalahpamahaman yang terjadi di kalangan
sejumlah kaum mukmin. Logika keliru yang mengatakan bahwa "Makhluk hidup
mungkin saja diciptakan melalui proses evolusi dari satu bentuk ke bentuk
lain" sebenarnya masih berkaitan dengan bagaimana proses terjadinya
penciptaan makhluk hidup berlangsung.
Sungguh, jika Allah menghendaki, Dia bisa saja menciptakan makhluk hidup
melalui proses evolusi yang berawal dari sebuah ketiadaan sebagaimana
pernyataan di atas. Dan oleh karena ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa
makhluk hidup berevolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain, kita bisa
mengatakan bahwa, "Allah menciptakan kehidupan melalui proses
evolusi." Misalnya, jika terdapat bukti bahwa reptil berevolusi menjadi
burung, maka dapat kita katakan,"Allah merubah reptil menjadi burung
dengan perintah-Nya "Kun (Jadilah)!". Sehingga pada akhirnya kedua
makhluk hidup ini masing-masing memililiki tubuh yang dipenuhi oleh
contoh-contoh rancangan yang sempurna yang tidak dapat dijelaskan dengan konsep
kebetulan. Perubahan rancangan ini dari satu bentuk ke bentuk yang lain - jika
hal ini memang benar-benar terjadi - akan sudah barang tentu bukti lain yang
menunjukkan penciptaan.
Akan tetapi, yang terjadi ternyata bukan yang demikian. Bukti-bukti ilmiah
(terutama catatan fosil dan anatomi perbandingan) justru menunjukkan hal yang
sebaliknya: tidak dijumpai satu pun bukti di bumi yang menunjukkan proses
evolusi pernah terjadi. Catatan fosil dengan jelas menunjukkan bahwa spesies
makhluk hidup yang berbeda tidak muncul di muka bumi dengan cara saling
berevolusi dari satu spesies ke spesies yang lain. Tidak ada perubahan bentuk
sedikit demi sedikit dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain
dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, spesies makhluk hidup yang berbeda
satu sama lain muncul secara serentak dan tiba-tiba dalam bentuknya yang telah
sempurna tanpa didahului oleh nenek moyang yang mirip dengan bentuk-bentuk
mereka. Burung bukanlah hasil evolusi dari reptil, dan ikan tidak berevolusi
menjadi hewan darat. Tiap-tiap filum makhluk hidup diciptakan masing-masing
secara terpisah dengan ciri-cirinya yang khas. Bahkan para evolusionis yang
paling terkemuka sekalipun telah terpaksa menerima kenyataan tersebut dan
mengakui bahwa hal ini membuktikan adanya fakta penciptaan. Misalnya, seorang
ahli palaentologi yang juga seorang evolusionis, Mark Czarnecki mengaku
sebagaimana berikut:
"Masalah utama yang menjadi kendala dalam pembuktian teori evolusi
adalah catatan fosil; yakni sisa-sisa peninggalan spesies punah yang terawetkan
dalam lapisan-lapisan geologis Bumi. Catatan [fosil] ini belum pernah
menunjukkan bukti-bukti adanya bentuk-bentuk transisi antara yang diramalkan
Darwin - sebaliknya spesies [makhluk hidup] muncul dan punah secara tiba-tiba,
dan keanehan ini telah memperkuat argumentasi kreasionis [=mereka yang
mendukung penciptaan] yang mengatakan bahwa tiap spesies diciptakan oleh Tuhan
(Mark Czarnecki, "The Revival of the Creationist Crusade", MacLean's,
19 January 1981, p. 56)
Khususnya selama lima puluh tahun terakhir, perkembangan di berbagai bidang
ilmu pengetahuan seperti palaentologi, mikrobiologi, genetika dan anatomi perbandingan,
dan berbagai penemuan menunjukkan bahwa teori evolusi tidak lah benar.
Sebaliknya makhluk hidup muncul di muka bumi secara tiba-tiba dalam bentuknya
yang telah beraneka ragam dan sempurna. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk
mengatakan bahwa Allah menggunakan proses evolusi dalam penciptaan. Allah telah
menciptakan setiap makhluk hidup masing-masing secara khusus dan terpisah, dan
pada saat yang sama, dengan perintah-Nya "Kun (Jadilah)!" Dan ini
adalah sebuah fakta yang nyata dan pasti.
Kesimpulan
Sungguh sangat penting bagi orang-orang yang beriman untuk senantiasa
waspada dan berhati-hati terhadap sistem ideologi yang ditujukan untuk melawan
Allah dan din-Nya. Selama 150 tahun, teori evolusi atau Darwinisme telah
menjadi dalil serta landasan berpijak bagi semua ideologi anti agama yang telah
menyebabkan tragedi bagi kemanusiaan seperti fasisme, komunisme dan
imperialisme; serta melegitimasi berbagai tindak kedzaliman tak
berperikemanusiaan oleh mereka yang mengadopsi berbagai filsafat ini. Oleh
karenanya, tidak sepatutnya kenyataan dan tujuan yang sesungguhnya dari teori
ini diabaikan begitu saja. Bagi setiap orang yang mengaku muslim, ia memiliki
tanggung jawab utama dalam membuktikan kebohongan setiap ideologi anti agama
yang menolak keberadaan Allah dengan perjuangan pemikiran dalam rangka
menghancurkan kebatilan dan menyelamatkan masyarakat dari bahayanya.
Referensi:
1. Pierre Paul
Grassé, Evolution of Living Organisms, New York, Academic Press, 1977, p.107
2. Harun Yahya, Blunders of Evolutionists, Turkey, Vural Publishing
3. Mark Czarnecki, "The Revival of the Creationist Crusade", MacLean's, 19 January 1981, p. 5
2. Harun Yahya, Blunders of Evolutionists, Turkey, Vural Publishing
3. Mark Czarnecki, "The Revival of the Creationist Crusade", MacLean's, 19 January 1981, p. 5