TAHAPAN-TAHAPAN MENUJU KEBERSIHAN HATI
ATAU MAQAM FANA'
Fana Dalam bahasa jawa berarti sepi,
sunyi. Sementara fana dalam diri seseorang berarti besrihnya hati dari segala
bentuk-bentuk keterkaitan, kebergantungan kepada selain Allah Swt. Orang-orang
yang ada dalam maqamatil fana (kedudukan fana), mereka menuju kepada Allah
Swt., tidak terkait, terpaut, kepada bentuk apapun. Bahkan pada
kelebihan-kelebihan yang diberikan pada dirinya oleh Allah Swt., seperti
inkisyaf, terbuka dan dapat mengetahui segala sesuatu. Dalam bahasa jawa
inkisyaf itu adalah weruh sajeroning winara, mengetahui apa yang akan terjadi.
Tapi sebetulnya mengetahui sesuatu
yang akan terjadi itu bukan bentuk kekasyafan yang hakiki, yang sebenarnya.
Karena hakikat al kasyfi, hakikat dari weruh sajeroning winara tujuannya adalah
untuk memebenarkan apa yang dibenarkan oleh syariat. Sehingga orang-orang yang
dibuka penghalang hatinya (hijab) atau mendapatkan kekasyafan dapat melihat
syariah bukan hanya kulitnya saja.
Ibarat melihat lautan sampai kedasar
lautan, tidak sebatas melihat permukaannya saja. Sehingga mengetahui
mutiara-mutiara yang terpendam didasarnya. Itulah sesungguhnya kekasyafan,
bukan untuk menebak atau membuka rahasia orang. Justru orang yang bibuka hijab
oleh Allah Swt, akan menutupi kekasyafannya. Karena dengan dibuka hijabnya
sehingga mereka bisa mengetahui aib, kekurangan dirinya sendiri yang menjadi
penghalang-penghalang menuju Allah Swt. Dengan bersihnya hati, mereka dapat
menerobos, menembus rahasia-rahasia Allah Swt. yang hanya diketahui orang
tertentu.
Gambaran kekasyafan atau dibukanya
hijab, seumpama dokter, dengan alat-alat canggih yang dimilikinya dapat
mengetahui penyakit-penyakit yang tidak bisa dilihat oleh mata dan tidak
diketahui dengan panca indra. Barangkali dapat dikatakan saat ini ilmu
pengetahuan telah membuka inkisyaf secara saint. Seperti sinar X yang ditemukan
tokoh-tokoh ilmuan bisa mengetahui sesuatu yang tersembunyi. Dengan bantuan
sinar X seorang dokter dapat mengetahui penyakit yang tidak tampak, seperti
benjolan-benjolan dalam tubuh yang tidak pada tempatnya. Benjolan penyakit yang
tidak tampak pada permukaan kulit.
Demikian juga cairan-cairan dalam
kepala bisa dilihat dengan bantuan sinar X. Itu baru ilmu yang secara lahir
diberikan kepada manusia. Ilmu yang secara umum bisa dipelajari di bangku
sekolah. Tapi sinar X yang diberikan pada orang yang makrifatnya kuat, yang
telah dibuka hijabnya, tidak sebatas itu. Lebih jauh pandangannya. Karena
mereka telah menggapai mutiara-mutiara yang ada dalam syariat Allah Jala Wa’ala
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Maka dengan ketajaman makrifatnya yang luar
biasa, bukan suatu hal yang mustahil dapat mengetahui yang tidak tampak bagi
keumuman orang.
Dengan sinar X saja seseorang bisa
mengatahui tengkorak dan tulang manusia. Yang ganteng, yang cantik kalau
direntogen yang terlihat bukan cantiknya lagi atau ganteng lagi, yang terlihat
tengkoraknya dan tulangnya. Begitu pula ilmu kasyfi, bilamana orang sudah
dibuka hijabnya oleh Allah Swt. akan bisa melihat tulang-tulang yang ada dalam
diri manusia. Cuma berbentuknya lain, apa? Yang meninggalkan shalat, yang
berbuat maksiat, kelihatan sekali bentuknya tidak lagi membentuk kegantengan
atau kecantikannya, yang kelihatan tulang belulangnya, Cuma dalam bentuk yang
lain. Kalu kita bertanya, apa manusia bisa seperti itu? Kalau memandang
manusianya tidak mungkin bisa, tapi kalau Allah Taala menghendaki dan
memberinya, tidak ada yang mustahil.
Jangankan seorang mukmin, para
pembesar tokoh agama dijaman Firaun, mereka tidak beriman, mereka bisa
mengetahui akan lahir seorang nabi yang akan melawan Firaun. Karena takutnya,
Firaun membunuh setiap anak yang lahir. Mengapa Firaun melakukan hal itu?
Karena dia mempercayai apa yang dikatakan oleh tokoh dalam agamanya. Dan
terbukti itu benar, dengan lahirnya nabi Musa as. Demikian di jelaskan dalam al
Quran. Nah orang seperti itu saja bisa diberi keanaehan, kelebihan oleh Allah
Swt, apalagi orang yang beriman, yang menyebut ‘lâilâha illallah’.
Orang yang hatinya dihiasi oleh
‘lâilâha illallah’, orang yang hatinya disinari oleh ‘lâilâha illallah’, orang
yang dalam hatinya terukir kata ‘lâilâha illallah’. Cahayanya menerangi
matanya, bisa menerangi mulutnya, bisa menerangi lidahnya, bisa menerangi
perilakunya. Sehingga seluruh anggota tubuhnya bisa dikendalikan. Karena apa?
karena ukiran ‘lâilâha illallah’.
Sehingga hatinya selalu kembali kepada Allah Swt. Malu rasanya kalau kita duduk berbicara hal-hal yang tidak bermanfaat, Malu rasanya kalau kita duduk membuka aibnya orang, malu rasanya kita mempercayai omongan orang yang menjelek-jelekan orang lain.
Itu semua tidak akan terjadi pada orang yang dalam hatinya telah terukir ‘lâilâha illallah’.
Sehingga hatinya selalu kembali kepada Allah Swt. Malu rasanya kalau kita duduk berbicara hal-hal yang tidak bermanfaat, Malu rasanya kalau kita duduk membuka aibnya orang, malu rasanya kita mempercayai omongan orang yang menjelek-jelekan orang lain.
Itu semua tidak akan terjadi pada orang yang dalam hatinya telah terukir ‘lâilâha illallah’.
Ketika dia sujud mengucapkan:
‘subhâna rabiya al a’la wabihamdih’, maha suci tuhanku, dan segala puji
baginya, bukan hanya sekedar sarat dalam shalat, atau karena itu peraturan
shalat. Bacaan-bacaan itu diucapkan dengan pengagungan dan pengakuan yang
sebenar-benarnya. kata-kata itu di ucapkan dengan betul-betul. Dirinya hilang
(fana), sehingga mereka tidak pernah mengatakan siapa saya, saya si A, saya, si
B, saya bisa ini, saya bisa itu, tidak. Dirinya hilang, yang ada adalah Allah
Swt.
Dalam kesehariannya mereka dapat
membawa buahnya ruku, buahnya sujud, buahnya fatihah, sehabis shalat yang
dilakukannya. Itulah diantaranya yang dimaksud dengan fana.
Sumber dari : Januar