TANYA JAWAB KANDUNGAN AL-QUR'AN OELEH
ANAK MUDA DENGAN AKI
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM.
Suatu hari terjadi dialog antara
seorang sufi muda dengan seorang sesepuh, yang anaknya telah terpengaruh dari
Sang sufi Muda tersebut.
Aki: Nak, saya dengar anak muda
mengajar ilmu hakekat kepada putra saya.
Sufi majnun: Betul ki.
Aki: Tolong jelaskan kepada saya,
sebab putra saya sekarang bicaranya selalu tentang hakekat saja.
Sufi majnun: Apa yang harus saya
jelaskan kepada aki?
Aki: Ya. Saya sudah kenyang berguru
di banyak pesantren besar, tapi sampai saat ini saya belum bisa menyelesaikan
ilmu syareat yang saya pelajari. Coba anak muda renungkan kembali ajaran yang
disampaikan kepada putra saya tentang hakehat. Saya sudah berumur tua saja
belum menyelesaikan syareat yang saya tahu begitu banyak. Bagaimana mungkin
anda anak muda bicara tentang hakekat kepada putra saya yang nyatanya saja
lebih tua dari anda. Nanti saja kalau anak muda sudah menyelesaikan semua
syaerat lengkap barulah anak muda bicara tentang hakekat. Itu masih jauh anak
muda. Apa sih sekarang yang anak muda ketahui tentang Hakekat itu?
Sufi majnun: Betul ki, saya masih
muda jauh lebih muda dari putra aki, apalagi dibandingkan umur aki. Rupanya
methode yang kita pelajari jauh berbeda dan apa yang kita caripun berbeda.
Aki: Maksud anak muda? Ajaran Islam
kan methodenya hanya dua saja, yaitu Al Quran dan Al Hadist. Yang lain bagi
saya hanya hanya embel-embel.
Sufi majnun: Bolehkah saya bertanya?
Aki: Silahkan saja, asal masuk akal.
Sufi majnun: Betul. Harus memakai
akal. Islam, sekali lagi, Islam adalah ilmiah dan masuk akal, Tidak wajib
beragama bagi yang tidak berakal. Sebagai awalannya, harus ada keselarasan
antara ayat yang kita telusuri dan akal sehat. Sudahkah aki membuktikan surat
An Nuur ayat 35?
Aki: Belum.
Sufi majnun: Sudahkan aki
membuktikan surat Ar Rahman ayat 17?
Ai: Belum.
Sufi majnun: Methode kita yang
berbeda. Aki mencari surga sedangkan saya mencari Pemilik surga atau saya sebut
"Inna lillahi wa ina lillahi roji'un" - Asal (dari) Allah kembali
(ke) Allah. Kenapa kata dari dan ke saya beri tanda kurung, Sebab Tuhan yang
Maha Tinggi Yang Maha Meliputi, Ada "dimana-mana". jika saya memakai
kata "dari" dan "ke" menjadikan seolah Tuhan Yang Maha
Meliputi menjadi "terikat" dengan di satu arah dan tempat.
Sufi majnun: saya ingin menceritakan
kisah Nabi Adam, Nabi Adam yang lebih mulia dari kita gagal bersaing dengan
iblis dan terusir dari surga karena Iblis ternyata lebih licin. Nabi adam
terusir dari surga tetapi iblis masih berada disurga sampai saat ini. Iblis
memohon kepada Allah agar diberikan tangguh dan Allah mengabulkannya. Silahkan
aki baca surah Al A'raff ayat 14-17, Al Hijr ayat 36-38, Shaad ayat 79-80. Jadi
kalau aki mencari surga karena masih ingin melihat sungai-sungai yang mengalir
dibawahnya gunung-gunung yang hijau masih mengharapkan bidadari cantik, aki
masih mendambakan nafsu.
Bagaimana mungkin aki mencari Allah, ujudnya saja aki tidak tahu karena aki tidak paham marifatullah, apalagi hakekatNya. Aki hanya paham sebatas dongeng yang aki terima sejak kanak-kanak dan disimpan serta diyakini sampai sekarang tanpa diolah, dikaji dan diselaraskan dengan nalar yang berkembang sejalan dengan bertambahnya ilmu, kecerdasan dan umur.
Mudah-mudahan aki paham apa yang difirmankan Allah dalam surah Al Waaqi'ah ayat 7 sampai dengan ayat 10. Saya tidak ingin masuk golongan kanan dari tiga golongan tersebut, karena saya tidak ingin kembali ber"gaul" dengan nafsu rendah lagi dengan masih mengharapkan pemuasan nafsu syahwat di "Surga" bersama bidadari-bidadari, bukankah masih ada satu golongan lain lagi yang lebih mulia?, yaitu golongan mereka yang tulus dan ikhlas, golongan yang menyembah Allah bukan karena pamrih mengharap "hadiah" yang dijanjikanNya.
Bagaimana mungkin aki mencari Allah, ujudnya saja aki tidak tahu karena aki tidak paham marifatullah, apalagi hakekatNya. Aki hanya paham sebatas dongeng yang aki terima sejak kanak-kanak dan disimpan serta diyakini sampai sekarang tanpa diolah, dikaji dan diselaraskan dengan nalar yang berkembang sejalan dengan bertambahnya ilmu, kecerdasan dan umur.
Mudah-mudahan aki paham apa yang difirmankan Allah dalam surah Al Waaqi'ah ayat 7 sampai dengan ayat 10. Saya tidak ingin masuk golongan kanan dari tiga golongan tersebut, karena saya tidak ingin kembali ber"gaul" dengan nafsu rendah lagi dengan masih mengharapkan pemuasan nafsu syahwat di "Surga" bersama bidadari-bidadari, bukankah masih ada satu golongan lain lagi yang lebih mulia?, yaitu golongan mereka yang tulus dan ikhlas, golongan yang menyembah Allah bukan karena pamrih mengharap "hadiah" yang dijanjikanNya.
Sufi majnun: Betulkah aki sudah
berumur sekitar 75 tahun?
Aki: ...?
Sufi majnun: Saya hitung-hitung aki
sudah dapat bonus sekitar 10 tahun dari rata-rata umur orang Indonesia yang
hanya sekitar 65 tahun secara statistik. Bolehkan saya bertanya lagi?
Aki: Silahkan??!!
Sufi majnun: Saya mengajarkan kepada
ikhsan-ikhsan tentang syareat dari bawah dan bersamaan juga mengajarkan hakekat
dari atas kebawah. Jadi bertemu ditengah-tengah, sehingga mereka memahami dzat
dan benda, juga hal-hal lain yang sebenarnya sama yang dibicarakan dengan
bahasa yang berbeda dalam syareat hingga hakekat. Dan syareat tarekat pun
menjadi cepat selesai karena sudah ada keselarasan pemahaman tentang apa yang
dibicarakan. Sudahkan aki membuktikan bintang yang (cahayanya) menembus pada
surat Ath Thaariq :6, bintang pada langit terdekat pada surat Ash Shaafaat ayat
6?
Aki: belum.
Sufi majnun: Betulkkah syareat
artinya syarat-syarat? Kalau diistilahkan seolah memasak didapur aki di syareat
hanya mengumpulkan informasi syarat-syaratnya saja bahwa untuk memasak
syaratnya diperlukan adanya benda-benda seperti kompor atau api, panci dll.
Lalu tarekatnya, untuk jalannya aki harus pergi kepasar, berbelanja, membersihkan dan memotong bahan-bahan yang akan dimasak, mengulek bumbu-bumbuan dll apapun yang perlu dikerjakan sebagai cara memasak yang sehat dan benar.
Barulah ma'rifatnya semua bahan dasar dan bumbu-bumbu dimasak dan dicampur/bertemu/bersatu dalam satu wajan atau panci.
Selesai dimasak barulah aki bisa merasakannya, mendapatkan hakekatnya "Oh rasanya sayur asem itu seperti ini rupanya". Disinilah akal sementara kita lepaskan sebagaimana juga malaikat Jibril terpaksa harus ditinggalkan oleh Nabi, di "puncak" hakekat hanya manusia yang madani yang bisa menyelesaikan hal ini.
Disini, ikhsan sudah paham dan mengerti apa yang diperTuhankan sehingga syahadatnya sah, bukan mereka-reka dan mengira-ngira saja jadi bukan sumpah palsu seperti selama ini aki ucapkan. Apakah aki anggap nabi Muhammad tidak bisa membedakan kata "bersaksi" dengan "percaya". Nabi kercerdasannya tinggi dibandingkan manusia sepert kita ini.
Hari ini dalam usia senja aki belum menyelesaikan ilmu syareat yang sangat banyak tidak ada habisnya dan menyita waktu. Aki masih sibuk mengumpulkan syarat-syarat, kapan pak kiai akan mulai "masak", kapan aki akan mulai menunaikan ma'rifat sampai ke hakekat?
Mengapa aki tidak memilih jalan yang pendek dan tepat tapi banyak manfaatnya dan cepat sampainya? Masih sempatkah aki membuktikan ayat-ayat yang saya sebutkan tadi sebelum ajal? Tanyakan kepada putra aki pengandaian saya ini "Apakah seorang yg sibuk dengan dirinya sendiri akan bertemu dengan seorang presiden? Dia sibuk dengan dirinya dan tidak mau mengenal dan mau berusaha untuk bisa mendekat dan berjumpa kepada bapak presiden untuk dipertemukan dengannya ?" Tentunya org yg sibuk itu hanya akan menjadi tertawaan yang lain. Apalagi Allah, Yang Maha Tinggi tentu Dia tidak mau menemui mahluk yang belum mengenalNYA sebelumnya, apalagi jika orang itu gemar menista orang lain walaupun pemahamannya sendiri masih hanya tebak dan terka tanpa pembuktian. Apa yang akan ditanyakan Allah kepada mahluk seperti itu? Tentang "pertemuannya dengan Allah"? jelas tidak akan paham. Tentang bukit Tursinanya? Tentang gua Kahfi atau gua Hiranya? Tentang surga dan nerakanya? jawaban yang akan diberikan tentu hanya sekedar "Katanya, yang saya dengar dari kata dan dongeng anak-anak sejak saya kecil yang demikian itu seperti ini dan itu". Semua serba katanya. Saya tidak mau tebak dan terka seperti itu, Islam adalah agama akal dan ilmiah.
Lalu tarekatnya, untuk jalannya aki harus pergi kepasar, berbelanja, membersihkan dan memotong bahan-bahan yang akan dimasak, mengulek bumbu-bumbuan dll apapun yang perlu dikerjakan sebagai cara memasak yang sehat dan benar.
Barulah ma'rifatnya semua bahan dasar dan bumbu-bumbu dimasak dan dicampur/bertemu/bersatu dalam satu wajan atau panci.
Selesai dimasak barulah aki bisa merasakannya, mendapatkan hakekatnya "Oh rasanya sayur asem itu seperti ini rupanya". Disinilah akal sementara kita lepaskan sebagaimana juga malaikat Jibril terpaksa harus ditinggalkan oleh Nabi, di "puncak" hakekat hanya manusia yang madani yang bisa menyelesaikan hal ini.
Disini, ikhsan sudah paham dan mengerti apa yang diperTuhankan sehingga syahadatnya sah, bukan mereka-reka dan mengira-ngira saja jadi bukan sumpah palsu seperti selama ini aki ucapkan. Apakah aki anggap nabi Muhammad tidak bisa membedakan kata "bersaksi" dengan "percaya". Nabi kercerdasannya tinggi dibandingkan manusia sepert kita ini.
Hari ini dalam usia senja aki belum menyelesaikan ilmu syareat yang sangat banyak tidak ada habisnya dan menyita waktu. Aki masih sibuk mengumpulkan syarat-syarat, kapan pak kiai akan mulai "masak", kapan aki akan mulai menunaikan ma'rifat sampai ke hakekat?
Mengapa aki tidak memilih jalan yang pendek dan tepat tapi banyak manfaatnya dan cepat sampainya? Masih sempatkah aki membuktikan ayat-ayat yang saya sebutkan tadi sebelum ajal? Tanyakan kepada putra aki pengandaian saya ini "Apakah seorang yg sibuk dengan dirinya sendiri akan bertemu dengan seorang presiden? Dia sibuk dengan dirinya dan tidak mau mengenal dan mau berusaha untuk bisa mendekat dan berjumpa kepada bapak presiden untuk dipertemukan dengannya ?" Tentunya org yg sibuk itu hanya akan menjadi tertawaan yang lain. Apalagi Allah, Yang Maha Tinggi tentu Dia tidak mau menemui mahluk yang belum mengenalNYA sebelumnya, apalagi jika orang itu gemar menista orang lain walaupun pemahamannya sendiri masih hanya tebak dan terka tanpa pembuktian. Apa yang akan ditanyakan Allah kepada mahluk seperti itu? Tentang "pertemuannya dengan Allah"? jelas tidak akan paham. Tentang bukit Tursinanya? Tentang gua Kahfi atau gua Hiranya? Tentang surga dan nerakanya? jawaban yang akan diberikan tentu hanya sekedar "Katanya, yang saya dengar dari kata dan dongeng anak-anak sejak saya kecil yang demikian itu seperti ini dan itu". Semua serba katanya. Saya tidak mau tebak dan terka seperti itu, Islam adalah agama akal dan ilmiah.
Nb : Jika Tidak mempelajari ilmu
tasawwuf berma'rifatullah, apa bisa menjawab pertanyaan malaikat, siapa Tuhanmu
??
Kalau kalian menjawab "ya.. Pasti "ALLAH"..!!
Anak kecilpun bisa menjawabnya
dengan mudah kalau begitu, namun tentu saja malaikat dan Allah tidak ingin jawaban seperti anak kecil.
Kalau kalian menjawab "ya.. Pasti "ALLAH"..!!
Anak kecilpun bisa menjawabnya
dengan mudah kalau begitu, namun tentu saja malaikat dan Allah tidak ingin jawaban seperti anak kecil.
(Arrya Sufi)