KISAH
NABI MUSA
DAN
NABI HARUN A.S.
Yakub atau Israil tinggal di Mesir
sejak ia datang untuk bertemu dengan anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka
menguburnya di tempat di mana ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil
lebih memilih untuk hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya
yang banyak, kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik
tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil tinggal di
Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga jumlah mereka bertambah
banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi
Yusuf telah mengubah Islam saat beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf
memperjuangkan Islam dan setiap nabi yang diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan
agama Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian Islam di
sini ialah, mengesakan Allah s.w.t dan hanya semata-mata menyembah-Nya, meminta
pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada- Nya. Islam juga bererti menyerahkan
niat dan amal hanya semata-mata kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita
fahami atau yang kita maksud dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang
dibawa oleh Nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan
kepanjangan dari sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi
akidah satu dan tidak berbeza dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa
di Mesir dan ketua para menteri agama di Mesir berubah menjadi agama tauhid
atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada
di dalam penjara ketika beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa
(QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari
ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan
Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf:
101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal,
Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut
dugaan kuat bahawa hal ini terwujud dengan adanya campur tangan
kelompok-kelompok elit yang berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini - ketika
di bawah agama tauhid - mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau
dibezakan dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai
kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian
masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir dipimpin
keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahawa mereka adalah tuhan atau
wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir
adalah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban.
Mereka memiliki kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-
kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa Fir'aun bukan tuhan namun kerana
mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari
kaumnya kecuali agar mereka mentaatinya sehingga mereka pun terpaksa
menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak
sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua
macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang
demikian ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan
di Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun -
kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan
melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya.
Kita akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa as
bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Majoriti masyarakat saat itu
mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka
harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh algojo-algojo
Fir'aun dan para tenteranya.
Allah s.w.t menceritakan Fir'aun
yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan
(pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya (seraya berkata): 'Akulah
Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat itu benar-benar tunduk
terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka mentaati - barangkali itu kerana
terpaksa - perkataan Fir'aun. Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan
setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf.
Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah menyimpang
dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari keluarga
mereka yang masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani
Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin menyebar. Mereka mengerjakan
berbagai macam pekerjaan, dan mereka memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah
hari demi hari. Mesir diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana
orang-orang Mesir menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin
banyak dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja
mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana dalam
berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan
Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu berasal dari suatu
mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok
minoriti yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita gembira yang tersebut
dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita ini telah sampai di telinga
Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan
perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang pun dari Bani Israil yang
melahirkan anak. Maksud dari perintah ini adalah, hendaklah setiap anak yang
lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para
pakar ekonomi berkata kepada Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil akan
mati sesuai dengan ajal mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka
ini akan berakhir pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan
kehilangan kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi
budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang
terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: Anak
laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka dibiarkan
pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan fikiran ini kerana itu
dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun
di mana anak-anak kecil tidak dibunuh maka ia melahirkannya secara
terang-terangan. Ketika datang tahun yang ditetapkan di dalamnya bahawa
anak-anak kecil harus dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu
merasakan ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan bahawa jangan-jangan
anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi- sembunyi.
Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana Allah s.w.t mewahyukan
kepadanya:
"Dam Kami ilhamkan kepada ibu
Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir terhadapnya maka jatuh kalah ia ke
dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khuatir dan janganlah (pula) bersedih
hati, kerana sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan
menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah s.w.t itu dan
mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan suci ini, ibu Musa langsung
mentaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa. Setelah
menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi sungai Nil
dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang paling pengasih di
dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia melemparkan anaknya di sungai Nil,
tetapi ia menyedari bahawa Allah s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa
dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan
dirinya. Allah s.w.t adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu menyentuh sungai
Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan perintah kepada arus sungai agar
menjadi tenang dan bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu
hari akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t memerintahkan kepada api agar
menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, begitu juga Allah s.w.t
memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa dengan tenang dan penuh
kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air sungai nil membawa
peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya kepada tepi
pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada
rumput yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak kerana Musa
sedang tidur. Rumput itu pun mentaati perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada hari itu, matahari menyinari
istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar berjalan-jalan di kebun istana
sebagaimana biasanya. Kita tidak mengetahui apa gerangan yang menjadikannya
berjalan-jalan dan menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Isteri Fir'aun berbeza sekali dengan
Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir sementara isterinya adalah seorang yang
beriman. Fir'aun adalah seorang yang keras kepala sementara isterinya adalah
seorang yang penyayang. Fir'aun adalah seorang penjahat sementara isterinya
adalah seorang yang lembut dan penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan
kesedihan yang dalam kerana ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan untuk
mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau harum yang
datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada
saat yang sama, wanita-wanita yang membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air
yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka.
Mereka membawa peti itu seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan
untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya isteri Fir'aun
ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan bahawa ia mencintainya
seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada
Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati itu.
Isteri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil menangis. Musa terbangun dan ia
pun menangis. Musa tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi dan tetap
menangis. Fir'aun duduk di atas meja makan. Ia menantikan isterinya namun yang
ditunggu belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia
dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri Fir'aun
tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan. Fir'aun
bertanya, "dari mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian mereka
menceritakan kepadanya bahawa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi
sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai
dengan peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar
keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa lebih
keras:
"Dan berkatalah isteri Fir'aun:
'(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya,
mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'"
(QS. al- Qashash: 9)
Fir'aun tampak kehairanan sekali
melihat aksi isterinya yang mendekap anak kecil yang mereka temukan di tepi
sungai. Fir'aun tampak tercengang kerana isterinya menangis dengan gembira di mana
Fir'aun tidak pernah mendapati isterinya menangis kerana gembira seperti ini.
Fir'aun mulai mengetahui bahawa isterinya menyayangi anak ini seperti anaknya
sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahawa ia tidak
mampu melahirkan anak dan menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas
apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun memenuhi keinginannya dan
menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika mendengar persetujuan
Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada wajah isterinya. Fir'aun
belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini. Fir'aun telah menghadirkan
berbagai macam hadiah kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah
tersenyum meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa isterinya tidak mengerti
erti sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi
dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis kerana lapar.
Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun:
"Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun berkata: "Datangkanlah
kepadanya para wanita yang menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya
seorang wanita yang menyusui dari istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui
Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang
kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak
ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu,
isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat penderitaan anak kecil itu.
Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya isteri Fir'aun
satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu Musa adalah wanita lain yang
merasa sedih dan menangis. Ketika ia melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa
bahawa ia sedang melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan
itu hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika
datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya.
Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan berita tentang anaknya
kalau bukan kerana Allah s.w.t menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia
menyerahkan urusan anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia berkata kepada
saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan
berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah engkau
hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian saudara
perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan kisah tentang
Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan mendengarkan suara
tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan di mana mereka tidak
mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa menolak setiap
wanita yang mencuba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata
kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mahu aku tunjukkan suatu
keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya." Isteri Fir'aun
menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa kepada kami wanita yang dapat
menyusuinya dan dapat mengasuhnya nescaya kami akan memberimu hadiah yang
besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara
perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa
pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu, Isteri Fir'aun sangat gembira dan
berkata: "Bawalah dia sehingga masa penyusuannya selesai, lalu
kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan memberimu suatu balasan yang besar
atas penyusuan dan pendidikan yang engkau berikan."
Demikianlah Allah s.w.t
mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan hatinya menjadi
tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahawa janji Allah s.w.t
benar dan bahawa perintah- Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun banyak
rintangan dan tantangan. Allah s.w.t berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu
Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya
tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya
(kepada janji Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang
perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang
mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah
saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan
memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami
kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan
supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan
lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun. Saat itu Musa disenangi dan disukai semua
orang. Allah s.w.t berfirman:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu
kasih sayang yang datang dari- Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah
pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada seorang pun yang melihat Musa
kecuali ia akan mencintainya. Musa dididik di istana terbesar di bawah
bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t. Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun
di mana di dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu
merupakan negara yang besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat.
kerana itu, secara sederhana Fir'aun mampu mengumpulkan para pakar pendidikan
dan para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah s.w.t berkehendak agar Musa
terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar pendidikan
yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya yang pada suatu
hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah
Allah s.w.t.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau
mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di
bawah bimbingan agama. Oleh kerana itu, Musa tidak mendengar omongan kosong
yang dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia
mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan dan
anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui
lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar manusia biasa tetapi ia
orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau
adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana
pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya,
Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai darinya,
Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan di sekitar kota. Kemudian Musa
mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan
seseorang dari Bani Israil. Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang itu
meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa
mendorong dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa
membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat sampai pada
batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru
membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki itu.
Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata
kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang
menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah
aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Allah s.w.t berfirman:
"Dan setelah Musa sudah cukup
umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah kenabian dan
pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lemah,
maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang
seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum
Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya
itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa berdoa: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri kerana itu ampunilah aku.'
Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Musa berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang
berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi takut di
tengah-tengah kota dan merasa terancam. Dalam ayat itu digambarkan bagaimana
Nabi Musa merasakan ketakutan di mana ia mengkhuatirkan kejahatan akan datang
padanya pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di
sekitarnya. Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat.
Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat menolong seseorang
dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan bertujuan
memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang positif
dinyatakan bahawa pembunuhan semacam ini dianggap sebagai pembunuhan kerana
keteledoran atau kerana kesalahan bukan kerana faktor kesengajaan sehingga
kerananya yang bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang berat.
Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan mendapatkan
keputusan yang meringankannya kerana ia membunuh tanpa kesengajaan. Tentu
kejadian semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja
kerana yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak
memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain,
Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan mengetahui
bahawa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya dari
kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan kelembutan
sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam di
tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian hari bahawa beliau tidak akan
lagi menjadi sahabat orang- orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi
terlibat dalam pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di
tengah-tengah perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat orang yang
ditolongnya kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya.
Lagi- lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir.
Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui bahawa
ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak di depan wajah
orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau adalah orang
yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil
mendorong keduanya dan ia melerai pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira
bahawa Musa akan mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta
kasih sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan
membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin. Apakah engkau ingin
menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang yang
memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang Israil yang mengatakan demikian,
Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang dilakukannya
kelmarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk
tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali
dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan
orang Israil itu mengetahui bahawa Musa adalah pembunuh orang Mesir yang
mayatnya mereka temukan kelmarin. Petugas keamanan Mesir tidak berhasil
menyingkap kasus pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang
lelaki Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa
bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa agar
meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"kerana itu, jadilah Musa di
kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khuatir (akibat perbuatannya),
maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kelmarin berteriak meminta
pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar- benar
orang yang sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan
keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah
kamu bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh
seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang
berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah
seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan datanglah seorang
laki-laki dari ujung kota tergesa- gesa seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya
pembesar sedang berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang memberi nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan kepada kita
nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa itu. Tetapi menurut hemat kami, ia
adalah seorang lelaki Mesir yang tentu memiliki jabatan penting. Sesuai dengan
ayat tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan Musa
dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka
orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahawa Musa tidak berhak
untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa membunuh kerana faktor
kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut
undang-undang Mesir yang dahulu dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul
keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu
terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu perkataannya:
"Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para penguasa atau
para pembesar yang bertanggungjawab pada keamanan. Mereka menyiapkan
persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa -
kalau memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah kejahatan biasa yang
hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang membuat rencana yang
demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk
membunuhnya? Kami kira bahawa kepala keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui
bahawa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti di
istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh musuh- musuhnya
yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana keteledorannya dan
ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu menasihati dan
menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru menampik fikiran itu. Dan
ketika datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk
terhadap Isterinya yang sangat mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di
depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya bahawa Musalah yang membunuh
orang Mesir yang mereka temukan jasadnya kelmarin. Selesailah urusan ini.
Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa. Orang-orang yang
membenci Musa mulai mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat
Musa terbunuh, tetapi Allah s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk
mengingatkan Musa agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota
itu dengan rasa takut menunggu- nunggu dengan khuatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku,
selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan menjadi
orang yang terusir. Musa segera keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada
Musa selalu berdoa dalam hatinya: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari
orang-orang yang lalim." Kaum itu memang benar-benar orang-orang yang
lalim. Mereka ingin menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa,
padahal Musa tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi
tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir.
Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan
beliau tidak membawa makanan untuk perjalanan. Beliau tidak membawa binatang
tunggangan yang dapat menghantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu
kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin
yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak lazim
dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang di
situ Allah s.w.t membimbingnya. Ini adalah pertama kalinya beliau keluar dan
mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu tempat yang
bernama Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur yang besar di
mana di situ orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada
binatang-binatang tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka.
Musa tidak membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur
yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa merasakan
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya. Ketika Musa
sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan istirahat. Musa merasa
lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya tampak mulai rosak. Beliau tidak
mempunyai wang yang cukup untuk membeli sandal baru, dan beliau juga tidak
mempunyai wang yang cukup untuk membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa memperhatikan kumpulan
pengembala yang sedang mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat
bahawa ia sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat
memenuhi perutku dengan air selama aku tidak memiliki wang yang cukup untuk
membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia mendapati
dua orang perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan
sampai tercampur dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa bahawa
kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya, lalu
beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat membantu mereka?
Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami menunggu sampai
selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang gembalaan mereka."
Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak mengambil air sekarang?" Gadis
yang paling kecil berkata: "Kami tidak mampu untuk berdesak-desakan dengan
kaum lelaki." Nabi Musa kehairanan kerana mengetahui kedua gadis itu
menggembala kambing. Seharusnya yang mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini
adalah tugas yang berat dan sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa
kalian menggembala kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil:
"Orang tua kami sudah tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya
untuk keluar dari rumah dan menggembala kambing setiap hari." Musa
berkata: "Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air
tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air.
Musa mengetahui bahawa para penggembala meletakkan di atas bibir air suatu batu
besar yang tidak bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan
mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat memindahkan
batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil
mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu
ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa
untuk minum. Perut Musa menempel ke punggungnya kerana saking laparnya. Musa
mengingat Allah s.w.t dan memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS.
al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke
jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): 'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke
jalan yang benar.' Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia
menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia
menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat
(ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua
wanita itu menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah
orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu untuk
(menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: 'Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan
kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggalkan sejenak Nabi
Musa yang sedang duduk di bawah naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa
yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si
ayah bertanya: "Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?"
Gadis yang paling tua berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung.
Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air
bagi haiwan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata:
"Alhamdulillah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira
wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya
melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang kuat."
Si ayah berkata kepada anak
perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan, sesungguhnya ayahku
memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian
anak perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar.
Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan surat dari ayahnya. Musa
bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak
bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari
mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata kerana Allah s.w.t. Beliau
merasakan dalam dirinya bahawa Allah s.w.t-lah yang mengarahkan beliau untuk
membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa
kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya sehingga Musa menundukkan
pandangan matanya kerana merasa malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan
berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di
kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahawa si ayah ini adalah
Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada
juga yang mengatakan bahawa si ayah adalah putera dari saudara Syu'aib. Ada
yang mengatakan bahawa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang
mengatakan bahawa ia adalah seorang lelaki mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia
adalah seorang tua yang soleh. Orang tua itu menghidangkan kepada Nabi Musa
makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana
ia akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya. Orang
tua itu berkata kepadanya, jangan khuatir dan jangan takut. Engkau akan selamat
dari orang-orang yang lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka
tidak akan sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan
bangkit untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya
dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya
engkau akan memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah
bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang
kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat
batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah
bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa dia seseorang yang
jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di
belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku
berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang- bincang padanya, dia
selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik
darinya."
Kemudian orang tua itu memandangi
Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku ingin menikahkanmu dengan salah
satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing
bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun
maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkanmu. Sungguh
insya-Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa
berkata: "Ini adalah kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah s.w.t
sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik aku melaksanakan pekerjaan selama
delapan tahun mahupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana
saja."
Allah s.w.t berfirman:
"Kemudian datanglah kepada Musa
salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata:
'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap
(kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa mendatangi
bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya),
Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang
yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku,
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), kerana sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak
memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja
dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku
ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini, banyak
pena bertebaran untuk mendapatkan jawapan dari pertanyaan-pertanyaan yang
mencuba menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang anak perempuan yang
menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan
yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh
tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan kisah yang mereka
yakini kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahawa Musa menikah dengan salah
satu anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia
dan siapa namanya. Kami meyakini bahawa beliau menikah dengan gadis yang
memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan
ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran al-Karim melalui konteks
ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu
terhadap Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui bahawa anak perempuannya
menaruh rasa cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang
pernikahan kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih.
Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa gadis
yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling
kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal tersebut, meskipun ia hanya
memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa
salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. " (QS.
al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Quran al-Karim tidak
menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh
tahun atau beliau merasa cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini
sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta
kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau memilih masa yang
paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu
Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi
kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas
pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk menggembala kambing. Kami kira
bahawa sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan
suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah s.w.t. Musa berdasarkan agama Yakub.
Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan
demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah
Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahawa Musa berada
di atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan
agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh
dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling
penting dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap
malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan
tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia
membelah tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan
bumi setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur.
Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang dan kagum dengan
ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan
perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam
dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana
Fir'aun. Ini bererti bahawa beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan
yang luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir dengan
segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa berbau
Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu
wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di mana Allah
s.w.t akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh kerana itu, sebelum datangnya
wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral, sedangkan persiapan fizik
telah selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh di istana yang paling besar yang
dimiliki penguasa di bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi.
Musa menjadi seorang pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan
seseorang yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fizik yang
sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang. Yaitu
persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di mana beliau hidup
di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan yang beliau belum pernah
menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang asing yang
belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan
kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah s.w.t mempersiapkan
hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu beliau mampu memegang amanat
yang besar dari Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa
yang ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke Mesir.
Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya
gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui bahawa
undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika penguasa
berkehendak maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka
dia akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman.
Alhasil, Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat
ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya bahawa beliau
selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa rindunya untuk melakukan
perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa segera menuju ke Mesir. Musa
tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada Isterinya:
"Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir." Isterinya berkata
dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu macam bahaya tetapi
ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Isteri Musa tetap taat kepada Musa.
Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahsia tentang keputusannya yang cepat untuk
kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri, lalu
mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan
saudaranya? Apakah beliau berfikir untuk mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah
mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri?
Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri Musa saat
beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita ketahui
bahawa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan- ketetapan Ilahi sehingga beliau
tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya dan
melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan
kegelapan rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras
dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah- tengah
perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu kemudian
beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan keduanya agar mendapatkan api
darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak mampu
melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan
bingung dan tubuhnya tampak menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian
Nabi Musa mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang
beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan.
Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya:
"Aku melihat api di sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka
untuk tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana
beliau mendapatkan suatu berita atau akan menemukan seseorang yang dapat
memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa
sebahagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang
diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak melihat sesuatu pun. Mereka
tetap mentaatinya dan duduk sambil menunggu kedatangan Musa. Musa bergerak
menuju ke tempat api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan tubuhnya,
sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah kuyup
kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu lembah yang
bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah
itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya
keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya sehingga
beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia tiba di
(tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah diberkati orang-orang yang
berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha
Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan
badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan datang dari segala tempat
dan tidak berasal dari tempat tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali
merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali
pohon itu terbakar dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin
hijau. Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar,
tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap menggigil
meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri
adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua tangannya di atas kedua matanya
kerana saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu sebagai
usaha untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini
cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut,
lalu Allah s.w.t memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha:
11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata:
"Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah
Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata:
"Benar wahai Tuhanku."
Allah s.w.t berkata: "Maka
lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci yang
bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk sementara tubuhnya tampak
gementar dan beliau mulai melepas sandalnya Allah s.w.t berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu;
sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. " (QS.
Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua
sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu,
maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini
adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang.
Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa
yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang
yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang
menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gementar saat beliau
menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan Allah s.w.t. Allah s.w.t yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan
kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah kehairanan Nabi Musa.
Allah s.w.t adalah Zat yang mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih
mengetahui daripada Musa tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah s.w.t
bertanya kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi
bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan
suaranya yang tampak mengigil:
"Ini adalah tongkatku, aku
bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku
ada lagi keperluan yang lain padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai
Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa melemparkan tongkatnya dari
tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba Musa dikejutkan
ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. Ular itu bergerak dengan
cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya
bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya kerana takut dan ia mulai
lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah s.w.t memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu
takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku.
" (QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku
dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.
" (QS. al- Qashash: 31)
Musa kembali memutar badannya dan
berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu pun tetap bergerak. Allah
s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah
takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha:
21)
Musa menghulurkan tangannya ke ular
itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat menyentuhnya sehingga ular itu
menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah s.w.t terjadi dengan cepat.
Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke leher
bajumu, nescaya ia keluar putih tidak bercacat bukan kerana penyakit, dan
dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash:
32)
Musa meletakkan tangannya di
kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan
bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di
dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya sehingga rasa takutnya
benar-benar hilang.
Musa merasa tenang dan terdiam.
Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya - setelah beliau melihat kedua
mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat - untuk pergi menemui
Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dan
Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir.
Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahawa ia telah
membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khuatir mereka akan membunuhnya
dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya agar
mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah s.w.t menenangkan Musa dengan
mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar dan
menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun terkenal dengan
kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu
mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t memberitahu Musa bahawa Dia-lah
yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada Allah s.w.t agar melapangkan
hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di
jalan-Nya.
Allah s.w.t berfirman:
"Apakah telah sampai kepadamu
kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya:
'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku
dapat membawa sedikit darinya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat
api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa,
sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu;
sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih
kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang.
Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa
yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh
orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya,
yang menyebabkan kamu binasa. Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa,
'Ini adalah tongkatku, aku bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya
untuk kambingmu, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah
berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka
tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan
janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan
kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, nescaya ia ke luar menjadi putih cemerlang
tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun;
sesungguhnya ia telah melampaui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah
untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari
lidah, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang
pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia
kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak
bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau
adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah memberi
nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada
ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti,
kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke
tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan
kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah
pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia
berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang
yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang
hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu
Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencubamu dengan beberapa
cubaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian
kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu
untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)
Kita tidak mengetahui apa yang kita
akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan dengan firman Allah s.w.t kepada
salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku."
Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana
tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu mencapainya selain Musa. Nabi
Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah s.w.t memilihnya sebagai
Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta
keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah s.w.t yang mengetahui
fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat beliau mengayunkan
langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah masa-masa perenungan dan
dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan akhirnya datanglah
hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat kebenaran dan pergi
untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling bengis dan paling
kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah
orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya dan
Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah s.w.t memerintahkannya untuk pergi ke
Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t
mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak
peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang
sedang diseksa oleh Fir'aun.
Allah s.w.t berkata kepada Musa dan
Harun:
"Maka datanglah kamu berdua
kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan
Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa
mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah tugas yang ditentukan, yaitu
tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan. Fir'aun menyeksa Bani
Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja di
luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan
menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahawa rejim Mesir
berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar
kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap
memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada
Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau
takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa bercerita kepada Fir'aun
tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang rahmat-Nya, tentang syurganya,
dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan menyembah-Nya. Beliau berusaha
mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun melalui pembicaraan tersebut.
Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan.
Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang
nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat
tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa
menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun
bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara mereka
adalah budak- budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba
Allah s.w.t, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun
bertanya: "Bukankah engkau mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa
menjawab: "Benar." Fir'aun berkata: "Bukankah engkau yang kami
temukan di sungai Nil saat engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan
kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu engkau
memakan makanan kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati kebaikan-
kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang lalu setelah itu
engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu? Bukankah mereka mengatakan bahawa
pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir dan
engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari dari hukum Mesir.
Engkau adalah seseorang yang lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang
engkau datang kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara
tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah lupa."
Musa mengerti bahawa Fir'aun
mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun berusaha menunjukkan
kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan berlaku baik padanya. Musa juga
memahami bahawa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa memberitahu
Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi
saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun
bahawa ia lari dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan
yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk
membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah s.w.t telah
memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah s.w.t
menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara'
sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum
Fir'aun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya
aku takut bahawa mereka akan mendustakan aku. Dan (kerananya) sempitlah dadaku
dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa
terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman:
'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu
berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami
bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu
berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan
semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab:
'Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih
kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu
telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk
golongan orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah
melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu
aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku
memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara
rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian bangkitlah emosi Nabi Musa
ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat baik kepada Musa. Musa
bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan
kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS.
asy-Syu'ara: 22)
Musa ingin berkata kepadanya, apakah
engkau mengira bahawa nikmat yang engkau berikan kepadaku lalu engkau merasa
telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah seorang lelaki dari
kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan cara-caramu
memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak mereka; engkau
memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian
maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang berhutang dan tiada yang
meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang memberikan bahagian yang lebih
besar?
Alhasil masalahnya adalah dakwah di
jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku tidak membawa kepadamu dari
diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan
dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari Allah s.w.t. Aku
adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai
memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam
itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23)
Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi
dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian
(orang-orang) mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang
sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS.
asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak mempedulikan
ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek
moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun berkata kepada mereka yang
datang bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus
kepada kamu sekalian benar- benar orang gila." Musa kembali berkata dan
tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan
barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu
mempergunakan akal. " (QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah s.w.t menceritakan sebahagian
dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah
Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan
apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian
(orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada orang-orang
sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu
dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila.' Musa berkata:
'Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya:
(Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah s.w.t mengingatkan dalam surah
Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa. Allah
s.w.t berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua
kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan
Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa
mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas
kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang
mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa seksa itu
(ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun:
'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya,
kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah
keadaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu
ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan
tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS. Thaha: 47-52)
Kita perhatikan bahawa Fir'aun tidak
bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun
dengan maksud bertanya sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk
mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun semata- mata
hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawapan yang sempurna dan
mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang
memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah sang
Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang membimbingnya
sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk tersebut dapat menjalani
kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang mengarahkan segala sesuatu; Allah
s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang mengetahui segala
sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menyaksikan segala sesuatu." Al-Quran
al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang sederhana namun padat
ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami
ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian Fir'aun bertanya,
"lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di abad-abad pertama di
mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih ingkar dan
mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa masa-masa yang
dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah yang semua itu
berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh
Allah s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah s.w.t.
Allah s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam kitab. Allah s.w.t
tidak pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan
Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t
mengetahui segala sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan
Allah s.w.t tidak menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali
menyempurnakan dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan bagimu
bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan,
dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu
berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah
binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan
mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi Musa menarik perhatian Fir'aun tentang
tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di alam semesta. Nabi Musa menunjukkan
kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi
Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua itu pada bumi. Musa memberitahu
kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t menciptakan manusia dari tanah dan setelah
itu Dia akan mengembalikan padanya dengan kematian lalu mengeluarkan manusia
darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana terjadi hari kebangkitan dan pada
hari kiamat manusia akan menghadap kepada Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun
yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba Allah s.w.t akan berdiri
dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk Fir'aun.
Musa datang kepada Fir'aun sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi peringatan dari
Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan mendapatkan pelajaran namun justru
dialog antara dirinya dan Musa semakin menajam. Bisa dikatakan bahawa dialog di
antara mereka menjadi pertentangan. Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian
berubahlah bahasa dialog itu. Musa berusaha menyampaikan argumentasi yang
sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa argumentasi rasional tetapi
Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup dialog yang berdasarkan logik yang
sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog dalam bentuk yang baru, yaitu suatu
cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya. Ia mulai menyerang Musa dan
mengancamnya.
Fir'aun menunjukkan penentangannya
kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh tak acuh terhadap dakwah
Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang peribadi Musa. Ia mulai mempersoalkan
pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang cara Musa
berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja memakai
metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia berani
menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain
dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa
tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat
mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang
ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani
menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan ke
dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain
Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh jika
kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah
seorang yang dipenjarakan.'" (QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa mengetahui bahawa
argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog yang tenang dan
sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya menjadi ancaman
hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba waktunya untuk menunjukkan mukjizat
yang dibawanya. Setelah diancam akan dimasukan ke dalam penjara, ia berkata
kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah
(kamu akan melakukan ini) kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu
(keterangan) yang nyata?'" (QS. asy- Syu'ara': 30)
Musa menantang kepada Fir'aun dan
Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah
sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang
benar.'" (QS. asy- Syu'ara': 30-31)
Musa melemparkan tongkatnya di
ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap bahawa tongkat yang
dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah Fir'aun meminta
padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang menyentuh tanah
itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat dan gesit. Ular
itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut. Ia tampak
gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan ular itu
darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu kembali
menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah peristiwa
itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali menunjukkan
kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang kedua. Musa
memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba tangan itu
menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang
memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan
kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau kerana
saking takutnya.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka Musa melemparkan
tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia
menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih
(bersinar) bagi orang- orang yang melihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti
istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa tertanam pada
jiwa orang-orang yang hadir di situ. Pertama-tama mereka merasakan ketakutan
dalam diri mereka kemudian Nabi Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu
tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun berkata: "Sekarang,
pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan perbincangan kita." Musa
memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun tampak terpukul atas
peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia membayangkan apa yang
terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya seandainya berita tentang dua
mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia, lalu manusia mulai membicarakan
tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan perintahnya agar orang- orang yang
melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu kepada masyarakat umum, tetapi para
pembantu istana dan sebahagian dari Bani Israil menyaksikan dua peristiwa itu.
Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat ramai
tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar terdiam ketika menghadapi dua
mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa keluar dari istana Fir'aun
yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini menjadi marah. Ia meluapkan
kemarahan itu kepada menterinya dan para pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap
kasar kepada mereka tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka
untuk keluar dari ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun berusaha untuk menghadapi
masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum beberapa gelas dari minuman
keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga. Kemudian ia mengeluarkan perintah
untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan semua para menteri di istana serta
para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada Haman salah
satu ketua para menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut. Kemudian para
pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki ruang pertemuan dan
wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak mahu menerima dengan mudah
adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir selain dirinya. Fir'aun cukup
berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari memerintah dengan semahunya.
Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa yang ingin menghancurkan apa
saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada dirinya bahawa di sana ada
Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di alam semesta. Ini bererti
bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran ini menghantui kepala
Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para menterinya yaitu Haman
akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak ada seorang pun yang berani
membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu dengan secara tiba-tiba ia
melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku seseorang pembohong wahai
Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang berani menentang
Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia mengatakan
bahawa ada tuhan lain di langit." Dengan mantap Haman menjawab:
"Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan
memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui bahawa ia
berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai
Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke
pintu-pintu, (yaitu) pintu- pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa
dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min:
36-38)
Fir'aun mengeluarkan perintah untuk
membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di mana ketinggiannya mampu
mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan peradaban Mesir yang lagi
maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang spektakuler. Namun
Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun demikian, Haman
bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun sesuatu bangunan
semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin melaksanakan perintah
untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi wahai tuanku dan
izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu. Sungguh engkau
tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana Tuhan selain
dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu dengan sangat
puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan. Kemudian dalam
perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan kata-katanya yang
bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak
mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua yang hadir di tempat itu
menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka terdapat dua orang atau tiga
orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang itu mengetahui bahawa
sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun demikian, mereka membiarakan
kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh Fir'aun. Tentu persetujuan
ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus membayar mahal hasil dari
persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar istana, dan para dukun
tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan maksud bertanya kepada
para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang Musa?" Haman
berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah seorang menteri yang lain
berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang gila." Sementara itu salah
seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia khuatir mereka akan mencurigainya
jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada mereka - saya kira ia terkena
kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan:
"Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum
menjawab pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa sebenarnya
persekongkolan yang disembunyikannya." Para penasihat terdiam kerana rasa
takut dan sebagai bentuk kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka hanya menunggu Fir'aun
mengucapkan kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan
mulut-mulut mereka layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti ruangan
itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu tukang sihir
yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya.
Lalu persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah hal yang maklum di rejim
kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh para pembesar dan para
menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka bererti hanya sekadar untuk
mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari penguasa. Para penasihat
berkata - setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk mengutarakan
pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa adalah seorang
tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan mengembalikan
Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di Mesir untuk
menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan berdiri di
hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa Musa memang tukang
sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian, kita dapat
memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil."
Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu. Sepuluh orang
dari pembantu Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan menunggangi kenderaan
mereka dan mereka segera berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan
pada hari kedua di pasar-pasar Mesir bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah
menuju ke istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan
yang penting.
Fir'aun memanggil Nabi Musa dan
berusaha mengancamnya dan menakut- nakutkan tetapi Nabi Musa tampak tenang.
Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau seorang tukang
sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan semua orang.
Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa bertanya:
"Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun berkata:
"Di sana terdapat suatu pertemuan atau acara yang sebentar lagi akan
dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup
dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri menyambut kedatangan musim
semi. Sungguh itu suatu pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan.
Sekarang aku beri kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan
kesempatan yang terakhir bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa berkata dengan tidak
memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami sepakat atas pertemuan
itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan berkumpul di pagi
hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?" Musa
berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan
siang."
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah
perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda- tanda kekuasaan Kami semuanya, maka ia
mendustakan dan enggan (menerima kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu
datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu,
hai Musa! Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam
itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami
tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan
(letaknya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu
ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari
sepenggalah naik.'" (QS. Thaha: 56-59)
Nabi Musa pergi dalam keadaaan
tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke istana Fir'aun. Ketika
semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua menemuinya. Ketika
masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya. Fir'aun memerintahkan
mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai berjalan-jalan di antara mereka
sambil mengamati wajah mereka dan pakaian mereka. Fir'aun tampak terdiam
memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan berkata: "Wahai para
tukang sihir, kami sekarang menghadapi masalah yang kecil dan kami telah
memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk memecahkan masalah itu." Para
tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan hikmat.
Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki datang kepada kami dan ia
mengaku utusan Allah s.w.t; seorang lelaki yang bernama Musa dan bersama
saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir, lebih tangkas dan
lebih hebat dari Harun. Oleh kerana itu, kalian harus mengalahkannya dengan
kekalahan yang teruk sehingga ia tidak mampu lagi mengangkat kepalanya kerana
rasa malu." Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan mereka
terdiam. Fir'aun berkata: "Mengapa seseorang di antara kalian tidak
bertanya kepadaku tentang sihirnya Musa." Salah seorang tukang sihir
dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan yang agung menceritakannya
kepada kami. Kami tidak ingin memutus pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan nada marah, Fir'aun berkata:
"Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba tongkatnya itu menjadi ular
yang sangat besar lalu ia mencabut tangannya dan tiba-tiba tangannya menjadi
putih yang menakjubkan orang-orang yang melihatnya." Tampak senyum manis
menghiasi wajah- wajah para tukang sihir dan salah seorang mereka berkata:
"Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini adalah permainan kuno; permainan
tongkat yang berubah menjadi ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar imaginasi yang
menipu orang-orang yang melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak padahal ia
tetap di tempatnya."
Fir'aun berkata: "Aku tidak
ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah pembuatan sihir. Yang aku
inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah sepakat untuk bertemu pada
hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir semuanya akan berkumpul.
Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian mengalahkannya. Oleh kerana itu,
kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun. Ia
menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi mereka masih berdiri. Salah
seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun tidak berbicara kepada
kita tentang urusan yang lebih penting seandainya kita dapat mengalahkan
Musa?" Dengan kehairanan Fir'aun bertanya: "Apa sesuatu yang lebih
penting itu?" Salah seorang tukang sihir berkata: "Tentu kami minta
upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun berkata: "Jangan
khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi orang-orang yang dekat.
Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di istana bagi para tukang sihir.
Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian akan menerima upah yang
layak."
Fir'aun tertawa melihat kepercayaan
para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia memerintahkan agar mereka meninggalkan
tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke meja makan siang. Fir'aun duduk sambil
makan. Ia berkata sambil menyantap paha kambing yang besar: "Semenjak Musa
datang selera makanku terganggu. Namun sekarang, kehancuran Musa sudah
dekat."
Allah s.w.t berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai
Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan alam semesta,
wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak.
Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu,
maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika
benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu
termasuk orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika
itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang
melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah
ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.'
(Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang kamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu
menjawab: 'Beritahulah ia dan saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota
beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa
kepadamu semua ahli sihir yang pandai.' Dan beberapa ahli sihir telah datang
kepada Fir'aun mengatakan: '(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika
kamilah yang menang Fir'aun menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar
akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian datanglah hari yang
dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong keluar dari rumah. Mereka
membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun. Mereka menuju ke
tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang tidak
mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira ketika para tukang
sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun datang,
namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun datang.
Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang hanya ditutupi oleh payung
Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di
tengah-tengah tenteranya. Ia memakai emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa
berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah s.w.t.
Keadaan saat itu benar-benar hening.
Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa. Mereka berkata kepada Musa:
"Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami yang pertama kali
melempar." Musa berkata: "Kalianlah yang pertama kali melempar."
Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan
menang." Musa berkata: "Celaka kalian, janganlah kalian membuat dusta
kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan mendatangkan seksa bagi kalian." Sebahagian
ahli hakikat berkata: "Nabi Musa menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di
sebelah kanannya." Jibril berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah
kamu bersikap sopan kepada wali-wali Allah s.w.t." Musa berkata dalam
dirinva: "Mereka para tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan
agama Fir'aun." Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap
wali-wali Allah s.w.t. Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan
setelah salat Ashar mereka akan berada di syurga."
Para tukang sihir itu mulai
melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka. Tiba-tiba arena itu
dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir pandangan orang-orang
yang melihatnya. Orang- orang yang melihat sihir itu merasa takut kerana mereka
mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang merasa gembira dan Fir'aun pun
menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya: Sungguh hari ini adalah hari
pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat yang ada di tangannya yang
dapat berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh
tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di tangan mereka
pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin melebar.
Nabi Musa memperhatikan tali-tali
tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa takut. Nabi Musa ingat apa
yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan ketakutan. Bagaimana mungkin
para tukang sihir itu akan masuk syurga dan mereka akan menjadi wali-wali Allah
s.w.t? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada seorang pun yang mengetahui
hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi Musa saat ia berdiri dengan
bajunya yang sederhana bersama saudaranya di hadapan kumpulan manusia yang
banyak dari para pengawal dan tentera Fir'aun. Ketika Musa merasakan ketakutan
tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan Allah s.w.t
berkata kepadanya:
"Kami berkata: 'Janganlah kamu
takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa
yang ada di tangan kananmu, nescaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat.
Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir
(belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia
datang." (QS.Thaha: 68-69)
Musa merasa senang ketika mendengar
Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa dapat mengendalikan dirinya, kemudian
beliau mengangkat tongkatnya dan melemparkannya. Sebelum tongkat itu menyentuh
tanah, tiba-tiba terjadilah suatu mukjizat. Orang-orang dan para tukang sihir
Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka
saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang sihir dapat menipu pandangan manusia
dan memperdaya mereka seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di
tempatnya. Tetapi apa yang terjadi saat itu adalah sesuatu yang benar-benar
berbeza. Belum sampai tongkat Nabi Musa menyentuh tanah sehingga ia berubah
menjadi ular yang besar dan sangat gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke
tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka yang bergerak dan ia mulai
memakannya satu persatu. Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali tukang sihir dan
tongkat-tongkat mereka dengan cepat. Belum berselang beberapa minit sehingga
arena itu kosong dari tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka.
Tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi
Musa. Dan bergeraklah ular yang besar menuju Nabi Musa lalu beliau menghulurkan
tangannya dan tiba-tiba ular itu berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir
mengetahui bahawa mereka bukan di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya
adalah tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi
apa yang mereka saksikan saat ini bukan termasuk sihir. Itu adalah mukjizat
dari Allah s.w.t.
Akhirnya, para tukang sihir itu
sujud di atas tanah. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan Pengatur
alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan Harun." Orang-orang Mesir
dan anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat yang mengagumkan ini. Mereka
melihat bagaimana tukang sihir-tukang sihir Fir'aun sujud kepada Musa dan
Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu kini berada di tangan Musa dan
Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak di depan tukang sihir:
"Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepada
kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak perlu izin."
Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang jelas.
Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh
tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib
di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang jelas."
Para tukang sihir berkata:
"Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami tidak memilihmu
dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini. Sesungguhnya kami
beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan menghapus kesalahan-kesalahan
kami. Apa yang engkau berikan terhadap kami adalah sesuatu yang sedikit, dan
apa yang ada di sisi Allah s.w.t lebih baik dan lebih abadi. Seandainya engkau
menyeksa kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka engkau hanya dapat
menyeksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia tidak dapat
dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan pengampunan
dari Allah s.w.t dan memasuki syurga." Kemudian Fir'aun mengeluarkan
perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika menyaksikan peristiwa
tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi Harun
meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah s.w.t
menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa dalam
firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai
Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan
melemparkan?' Musa menjawab: 'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka tatkala mereka
melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut,
serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan
kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan
apa yang mereka sulapkan. kerana itu nyatalah yang benar dan gagallah yang
selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka
orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri
dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan semesta alam,
(Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun berkata: 'Apakah kamu beriman kepadanya
sebelum aku memberi izin kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu
muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan
penduduknya darinya; maka kelah kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini);
sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara
bertimbal balik, kemudian sungguh- sungguh aku akan menyalib kamu semuanya.
Ahli-ahli sihir itu menjawab: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan
kamu tidak membalas dendam dengan menyeksa kami, melainkan kerana kami telah
beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.'
(Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan
wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).'" (QS.
al-A"raf: 115-126)
Para tukang sihir Mesir berubah
menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa. Mereka
beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka dinaikkan di batang-batang pohon
kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan kaki-kaki mereka.
Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan sebagai orang-orang
Muslim.
Kemudian Musa memahami apa yang
diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai salat Ashar di sisimu
dan setelahnya mereka berada di syurga. Ketika memasuki waktu Ashar tubuh para
tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh para tentera Fir'aun.
Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan serangkaian pertemuan-
pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil penanggung jawab tentera dan
pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini dinamakan dengan kepala intelejen.
Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri dan para penjabat serta
tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang mempunyai kekuatan
untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun bertanya kepada kepala
intelejennya: "Apa yang dikatakan orang- orang?" Ia berkata:
"Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat
informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana ia berhasil membikin
suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian Fir'aun bertanya
kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada jasad-jasad
tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantunginya di tempat
umum dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami sebarkan berita bahawa
Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki persekongkolan." Lalu
Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan oleh
pasukan?" Ia menjawab: "Mereka menginginkan agar mendapatkan perintah
untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun
berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan datang gilirannya."
Fir'aun kemudian terdiam. Lalu Haman
salah seorang ketua para menteri bergerak dan mengangkat tangannya dan ia mulai
meminta untuk berbicara, dan Fir'aun mengizinkan kepadanya. Haman berkata:
"Apakah kita akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerosakan di
muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah kepada selainmu?" Fir'aun berkata:
"Sungguh engkau dapat membaca fikiranku wahai Haman. Kita akan membunuh
anak-anak mereka dan akan mempermalukan perempuan-perempuan mereka. Aku
memiliki kekuasaan di atas mereka."
Pasukan Fir'aun pergi untuk membunuh
anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai kehormatan wanita-wanita mereka,
serta memenjarakan siapa pun yang menentang. Musa berdiri menyaksikan apa yang
terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa mampu mencegahnya. Yang beliau
lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk bersabar. Beliau memerintahkan mereka
untuk meminta pertolongan kepada Allah s.w.t dan bersabar atas segala ujian.
Beliau menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi mereka di mana tukang
sihir Mesir itu mampu menahan derita di jalan Allah s.w.t tanpa berkeluh kesah.
Nabi Musa memberitahu mereka bahawa tentera-tentera Fir'aun berbuat aniaya di
muka bumi yang seakan-akan bumi adalah milik khusus mereka. Sebenarnya Allah
s.w.t akan mewariskan bumi kepada orang-orang yang bertakwa.
Kemudian intimidasi yang dilakukan
Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga mereka merasakan
kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai Musa kami sangat
menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu, anak-anak dibunuh
sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu." Seakan-akan mereka berkata
kepada Musa bahawa keberadaanmu tidak memberikan manfaat sedikit pun. Kami
tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia memberitahu
mereka bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan musuh-musuh mereka, kemudian Allah
s.w.t akan menjadikan bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi lagi-lagi mereka tetap
mengadu kepada Musa dan tampak bahawa mereka tidak kuat lagi menahan
penderitaan yang mereka alami.
Musa menghadapi keadaan yang sulit.
Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan konspirasinya. Pada saat yang
sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di tengah-tengah keadaan yang
demikian, Qarun bergerak. Qarun adalah seorang putera Bani Israil. Ia berasal
dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa. Kekayaannya dan status
sosialnya menjadikannya lebih dekat kepada rejim Fir'aun. Allah s.w.t
menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah s.w.t berkata kepada
kita bahawa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya sangat sulit dipikul
oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya kita ingin mengetahui
kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita dapat membayangkan
kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan dalam jumlah
yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari kulit yang dihiasi
oleh perak dan emas.
Jika Qarun keluar dengan membawa
pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan disinari oleh matahari, maka
emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah sengatan matahari. Pemandangan
demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang mencintai dunia. Kekayaan
yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh sehingga tidak mudah baginya
untuk menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya dan kesombongannya membuatnya
merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi tertawa yang paling
terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya menyaingi kebenaran Fir'aun
dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) menguasai Mesir secara
keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian dari Mesir.
Orang-orang yang berakal dari
kaumnya menasihatinya agar ia berfikir sejenak tentang akhiratnya, dan
barangkali mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya tak seorang pun
menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara keseluruhan dan menempuh jalan
orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu agar engkau tidak melupakan
bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka menasihatimu agar jangan sampai
engkau melupakan bahagianmu dari akhirat."
Qarun hanya merasa puas dengan
bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya mengatakan bahawa kekayaan ini datang
kerana usaha kerasnya sebagaimana ia menduga kekayaannya adalah tanda bahawa
Allah mencintainya. Bahkan ia mengira bahawa ia lebih utama dan lebih mulia
dari Musa. Musa adalah seorang yang fakir sedangkan Qarun adalah seorang yang
kaya, maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak memakai satu pun gelang dari
emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah dibandingkan dengan
seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya dari emas. Demikianlah
pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.
Allah s.w.t berfirman:
"Bukankah aku lebih baik
daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan
(perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah pernyataan Fir'aun
kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap
Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun menjadi sahabat
Fir'aun dan mendukung rejim kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman
yang menjadi tawanan khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat
yang sama. Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang
sihir yang mengalahkan jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini tidak bererti
bahawa masyarakat Mesir tidak memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah
masyarakat Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi Musa namun ia
menyembunyikan keimanannya kerana khuatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana juga ada orang yang
bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t memang mencintai Musa lalu
mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi fitnah atau cubaan di
tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar
dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang menginginkan kehidupan
dunia berkata:
"Maka keluarlah Qarun kepada
kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan
dunia: 'Moga- moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan
kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang
besar." (QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan orang-orang yang berakal
sehat - biarpun jumlah mereka sedikit - mereka memandang bahawa kekayaan Qarun
yang begitu luar biasa tidak bererti sedikit pun di sisi Allah s.w.t. Allah
s.w.t tidak memandang kekayaan yang banyak jika jiwa manusia menjadi gelap
kerananya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa menghadapi
Qarun yang menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan sikap yang
baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun untuk
berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya dengan tuduhan yang berlawanan
dengan kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa
dikejutkan dengan suatu tuduhan di mana ada seorang wanita yang menuduhnya
berbuat tidak senonoh kepadanya dan mengatakan bahawa Musa pernah tidur
bersamanya kelmarin. Kami kira Nabi Musa sangat kaget dengan tuduhan ini dan
beliau tidak mengetahui apa yang dikatakannya atau bagaimana beliau membela
dirinya menghadapi tuduhan seperti itu. Kemungkinan besar beliau salat dan
menghadap Allah s.w.t. Kemudian beliau menemui wanita itu dan bertanya, mengapa
ia menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba wanita itu menangis
dan meminta ampun kepada Musa. Ia memberitahu Musa bahawa Qarun memberinya wang
sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu,
Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah s.w.t berkehendak untuk
mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang menjelaskan kepada manusia bahawa
Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha Perkasa, dan bahawa harta hanya sebahagian
ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu keutamaan yang dengannya manusia dapat
dinilai.
Mukjizat yang Allah s.w.t turunkan
adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya dan hartanya. Qarun
keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona dunianya. Lalu bumi
terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi. Kami tidak
mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu adalah gempa
yang Allah s.w.t perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui
adalah bahawa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan
istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua
kekayaannya serta orang dekatnya.
Sebahagian dongeng mengatakan bahawa
itu terjadi di Fuyum, dan danau Qarun adalah yang dikenal orang-orang Mesir
dengan nama ini. Ia adalah tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat
istananya dan tempat menyimpan hartanya. Alhasil, Al-Quran al-Karim tidak
menentukan tempat datangnya azab ini dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi.
Al-Quran hanya menceritakan apa yang terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu
bukan sesuatu yang penting tetapi yang penting adalah pelajaran yang terjadi
itu.
Allah s.w.t berfirman dalam surah
al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun adalah
termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya
berkata kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan. Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku
hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada padaku.' Dan apakah ia tidak
mengetahui, bahawasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya
yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah
perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang
yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu:
'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu,
kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya
ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya
terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang- orang (yang dapat) membela
(dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kelmarin mencita-citakan kedudukan Qarun
itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang
Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak
melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).
Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah).'
Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang
baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak
membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahawa ia diberi ilmu itu.
Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu adalah ilmu kimia yang dengannya Qarun
mampu mengubah tembaga menjadi emas. Sebahagian lagi mereka mengatakan bahawa
Qarun mengetahui ismullah al-A'zham (nama Allah yang agung) lalu ia
menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang
yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu membantah hal itu. Menurut
mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham. Qarun adalah seorang
munafik. Mereka juga tidak percaya bahawa Qarun dapat membuat racikan kimia.
Kami kira, ini semua adalah
dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan sebab-sebab kekayaannya.
Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di mana ia melakukan
pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan persahabatan dengan
Fir'aun untuk mendapatkan fasiliti-fasiliti dari Fir'aun. Dan kerana
persahabatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melakukan kejahatan di
sana-sini dan kerananya ia mengatakan bahawa harta yang diperolehnya adalah
hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat kebohongan dan
kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak sehat.
Penyimpangan dari keimanan kepada
Allah s.w.t meskipun sehujung rambut pada akhirnya menyeret manusia kepada
sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi
mengikuti kebenaran sehingga pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan
menjadi laksana sesuatu yang realistik dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum
lama Qarun mendapatkan seksa sehingga orang- orang mukmin yang mengikuti Nabi
Musa merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang
Mesir dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, pertentangan antara
Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahawa Musa sangat
mengancam kekuasaannya. Musa - sebagaimana nabi-nabi yang lain - membawa
ajarannya dengan penuh kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak
kejahatan dan sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan- segan untuk
menghancurkannya. Nabi Musa menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu
Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira
bahawa membunuh Musa adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun (kepada
pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon
kepada Tuhannya, kerana sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agamamu atau
menimbulkan kerosakan di muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita perhatikan bahawa Fir'aun
berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju kebenaran; Fir'aun berusaha
memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha menyesatkan manusia dengan
mengatakan bahawa justru Musa yang ingin menyesatkan mereka; ia mengusulkan
kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk membiarkannya membunuh Musa.
Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia hanya sekadar
melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan mereka dan yang melaksanakan hal
tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira Haman sangat berperan dalam
pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok orang-orang munafik yang
mendukung ide Fir'aun ini.
Ide tersebut hampir segera dibenarkan
kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. Ia adalah seorang lelaki dari
kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Quran tidak menyebutkan namanya
kerana namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia tidak menyebutkan
sifatnya kerana sifatnya tidak begitu penting. Al-Quran hanya menceritakan
keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di
tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk membunuh Musa.
Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia
berkata bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah Tuhannya, lalu
untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti yang
jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian ada dua
kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa Musa adalah
seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang pembohong maka
kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melakukan
sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar lalu kita
membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap
azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu
berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di tempat-tempat
kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia memiliki kekayaan dan
kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah yang akan
menyelamatkan kita dari azab Allah s.w.t ketika datang? Siapakah yang dapat
menolong kita dari seksaan-Nya jika menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita
dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah membuat kita rugi."
Perkataan lelaki mukmin itu
memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah seseorang yang tidak begitu
menampakkan loyalitinya kepada Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa.
Tampaknya ia berbicara dengan motivasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun,
dan menurutnya tidak ada sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun
seperti kebohongan dan tindakan yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa
yang tidak berdosa.
Dari sinilah kata-kata lelaki mukmin
itu memancarkan kekuatannya yang cukup mempengaruhi Fir'aun, para menterinya,
dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun untuk membunuh Musa digagalkan oleh
lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan kata-kata bersejarahnya yang
kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang yang lalim:
"Fir'aun berkata: Aku tidak
mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada
menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah pernyataan para penguasa
yang lalim ketika mereka menghadapi masyarakat mereka. Aku tidak melihat
pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah
pendapat kami yang khusus. Ia merupakan pendapat yang membimbing kalian menuju
jalan petunjuk, sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh kerana itu, kita harus
tetap melawannya dan membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan sikap demikian
ini dalam surah Ghafir:
"Dan seorang laki-laki yang
beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya
berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki kerana dia menyatakan:
'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah
yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar nescaya
sebahagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Musa
berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di
muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu
menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa
saja yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan
yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan tersebut tidak berhenti
pada batas ini. Fir'aun mengutarakan kata-katanya tetapi seorang mukmin itu
tetap tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan orang yang beriman itu
berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir kamu akan ditimpa (bencana)
seperti kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh,
Ad Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan
menghendaki berbuat kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku,
sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan seksaan hari panggil-memanggil,
(yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu
seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang
disesatkan Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi
petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa
keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang
dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: 'Allah tidak
akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan
orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang yang
memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat
besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang
beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita perhatikan dalam pembicaraan
tersebut terdapat perbezaan dengan pembicaraan sebelumnya. Lelaki mukmin itu
berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya tentang bukti-bukti sejarah. Ia
menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang cukup untuk
menunjukkan kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka agar jangan sampai
mengganggu Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat yang menentang
rasul-rasul yang dikirim oleh Allah s.w.t, lalu Allah s.w.t menghancurkan
mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud. Zaman mereka tidak
terlalu jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah Mesir menunjukkan bukti
kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan membawa bukti yang jelas
kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya lalu mereka beriman
padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari mereka. Lalu apa keanehan
di balik pengutusan para rasul dari Allah s.w.t? Sejarah masa lalu harus
menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoriti orang- orang mukmin memperoleh
kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas kelompok majoriti yang kafir?
Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan orang- orang kafir? Allah s.w.t
menenggelamkan mereka dengan taufan dan Allah s.w.t menghancurkan mereka dengan
kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka dalam bumi. Apa yang kita tunggu
sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha kita membela Fir'aun mati-matian
akan membawa keuntungan bagi kita semua?
Pembicaraan lelaki mukmin yang
intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang mengerikan. Tampaknya ia
berhasil memuaskan para hadirin bahawa ide membunuh Musa adalah ide yang tidak
aman. Atau dengan kata lain, itu adalah ide yang tidak menjamin keselamatan
mereka. Oleh kerana itu, ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Setelah itu,
lelaki mukmin itu berusaha untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang
dibawa oleh Musa. Ia yang semula menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha
untuk menggunakan bahasa yang terang dan gamblang. Ia telah berani menampakkan
kebenaran:
"Orang yang beriman itu
berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan
(sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa
mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding
dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik
laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan
masuk syurga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS.
al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu
pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak lagi
menyembunyikan keimanannya. Pada akhir pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai kaumku, bagaimanakah kamu,
aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka?
(Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa
yang tidak aku ketahui padahal aku menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahawa apa yang kamu seru supaya aku
(beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik di dunia
mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya
orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak kamu
akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan
urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki mukmin itu mengakhiri
pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira, Allah s.w.t telah
mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun melupakan Musa.
Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini merupakan salah seorang
intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalisis serta memiliki
kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain
sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu peristiwa.
Orang yang beriman itu mampu
menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun tersibukkan dengan lelaki
mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk memikirkan Musa. Lelaki mukmin
itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia adalah kerabat dekatnya dan salah seorang
pejabat negaranya. Keimanannya terhadap kebenaran menjadikan istana Fir'aun
terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan kubu anti Musa. Ini bererti
kemenangan yang besar bagi Musa. kerana itu, membunuh lelaki mukmin itu akan
mengganggu atau menggoyangkan keberadaan cendekiawan Mesir di mana ia adalah
salah seorang dari mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi
masalah yang rasa-rasanya sulit atau mustahil untuk terpecahkan. Membunuh
lelaki mukmin itu tidak akan memberikan dampak yang baik, begitu juga
membiarkannya hidup juga tidak memberikan dampak yang baik. Akhirnya, mereka
membikin suatu konspirasi untuk menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan
Allah s.w.t diturunkan:
"Maka Allah memeliharanya dari
kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang
amat buruk." (QS. al-Mu'min: 45)
Untuk beberapa saat, Fir'aun disibukkan
dengan masalah baru ini, tetapi Fir'aun adalah Fir'aun. Ia tetap memakai busana
kesombongannya; ia tetap menyeksa Bani Israil, menghina mereka dan menodai
kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak. Akhirnya, tibalah waktunya
bagi Allah s.w.t untuk bersikap keras kepada keluarga Fir'aun. Allah s.w.t
menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan azab sehingga
mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan laki-laki mukmin itu, dan
sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah s.w.t menurunkan
tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di mana bumi tampak
kering kontang dan sungai Nil pun mengering hingga buah-buahan jarang sekali
ditemukan dan harga semakin mencekik leher. Akibatnya, kelaparan melanda di
sana-sini. Dalam keadaan demikian, orang-orang Mesir menganggap bahawa
kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang maklum bahawa seksa yang seperti ini
akan selalu menimpa manusia ketika mereka berpaling dari keimanan dan takwa.
Allah s.w.t berfirman:
"Jikalau sekitarnya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami seksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum yang lama diperlakukan atas
penduduk Mesir kerana dua sebab: pertama, sikap dingin mereka terhadap
pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang sihir, kedua, sikap dingin
mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh sekali ketika kaum Fir'aun
mengembalikan masa paceklik ini dan musibah kelaparan ini pada suatu sebab yang
sangat menghairankan. Mereka mengatakan bahawa apa yang menimpa mereka kerana
kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang melanda mereka, kefakiran, dan kekurangan
buah-buahan yang mereka rasakan saat ini adalah disebabkan oleh adanya Musa di
tengah-tengah mereka.
Kemudian kefakiran mereka semakin
meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran. Mereka meyakini bahawa
sihir Musa adalah yang bertanggungjawab terhadap apa yang menimpa mereka pada
musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebodohan mereka bahawa kekeringan
yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan yang digunakan
oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahawa pemikiran
demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi pemikiran
ini datang dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa. Akhirnya,
Allah s.w.t menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah s.w.t
berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah
menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang
panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian
apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah kerana (usaha)
kami.' Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu
kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan
mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan neraka tidak
mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan
kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu maka, kami sekali-kali
tidak akan beriman kepadamu.' Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan,
belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap
menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah s.w.t mengirimkan berbagai
macam azab dengan harapan agar mereka kembali kepada Allah s.w.t dan melepaskan
Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama Musa. Allah s.w.t mengirim
taufan kepada mereka. Setelah masa paceklik, datanglah tahun yang penuh dengan
air sehingga bumi pun tenggelam dengan air sehingga mereka tidak dapat bercucuk
tanam. Setelah mereka diseksa dengan sedikitnya air maka kali ini mereka
mendapatkan limpahan air yang luar biasa. Mereka segera datang kepada Nabi Musa
sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab
(yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk
kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada
sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti
kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi
bersamamu.'" (QS. al-A'raf: 134)
Kemudian Nabi Musa berdoa kepada
Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air yang memancar dengan
dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang cukup sehingga layak
untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi Musa meminta kepada mereka untuk mewujudkan
janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi mereka tidak
memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu dalam bentuk
turunnya belalang. Allah s.w.t mengirim sekawanan belalang yang memenuhi
tanaman dan buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang maka
tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan kerana
saking banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan
orang-orang Mesir.
Melihat keadaan demikian, mereka pun
pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya agar
menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan mereka berjanji untuk melepaskan
padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada Tuhannya sehingga
Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan belalang-belalang itu
kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami kembali bumi dengan baik. Lalu
Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani Israil namun mereka
menunda-nundanya sehingga Nabi Musa mengetahui bahawa sebenarnya mereka tidak
serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian datanglah seksaan Allah
s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama. Tersebarlah hama yang
membawa penyakit. Lagi- lagi mereka datang kepada Nabi Musa dan mengulangi
janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah s.w.t. Kali ini mereka pun
tetap mengingkari janji mereka. Lalu datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain
dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi dengan katak. Katak itu
melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan orang- orang Mesir serta berada
di rumah mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan kehadiran katak-katak
liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali mengulangi janji
mereka dan meminta padanya agar ia berdoa kepada Tuhannya agar Allah s.w.t
menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap mengingkari janji
mereka.
Selanjutnya, Allah s.w.t menurunkan
azab yang lain yaitu darah di mana sungai Nil berubah menjadi darah sehingga
tidak seorang pun dapat meminumnya. Kita ketahui bahawa mukjizat-mukjizat
pertama berupa sesuatu yang biasa terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil
atau bertambahnya air tersebut atau serangan belalang atau hama dan katak,
semua ini adalah bukan hal baru bagi orang-orang Mesir. Yang baru adalah
kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba dan sangat mencekam. Sedangkan
mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang tidak biasa terjadi di daerah
Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana air sungai Nil
berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu menjadi darah
hanya terjadi di kalangan orang- orang Mesir sedangkan Musa dan kaumnya dapat
meminum airnya seperti biasanya. Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat
gelasnya dengan air maka ia akan mendapati bahawa gelasnya penuh dengan darah.
Melihat peristiwa tersebut, orang-orang Mesir tergoncang sebagaimana istana
Fir'aun juga tergoncang melihat seksa yang mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi
mereka menuju ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya
dan mereka berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil.
Nabi Musa pun berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari
orang-orang Mesir. Meski demikian. istana Fir'aun tidak mengizinkan Musa untuk
menemui kaumnya dan pergi bersama mereka. Lalu bagaimana sikap Fir'aun sendiri?
Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangnya dan kesombongannya. Fir'aun
mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahawa dia tuhan. Bukankah - kata Fir'aun
- dia memiliki kerajaan Mesir dan sungai-sungai ini mengalir di bawah
kekuasaannya? Fir'aun memberitahu bahawa Musa adalah tukang sihir yang bohong
dan ia hanya seorang fakir yang tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan
satu gelang emas.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan
pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan
Tuhan seru sekalian alam. Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mengetawakannya. Dan tidakkah
Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih
besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab
supaya mereka kembali (kejalan yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir
berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah
dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar
akan menjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab
itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun
berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir
ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka
apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina
ini dan yang hampir tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak
dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia
untuk mengiringkannya.' Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya
itu) lalu mereka patuh kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang
fasik." (QS. az-Zukhruf: 46-54)
Perhatikanlah ungkapkan Al-Quran:
Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh
kepadanya. Fir'aun memenjara akal mereka, membelenggu kebebasan mereka, dan
menutup masa depan mereka yang cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan mereka
sehingga mereka mentaatinya. Bukankah ketaatan ini aneh? Namun keanehan ini
hilang ketika kita mengetahui bahawa mereka adalah orang- orang yang fasik.
Kefasikan menjadikan seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan
kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya, ia akan mendapati kehancuran.
Demikianlah yang terjadi pada kaum Fir'aun.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka membuat
Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di
laut), dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang
yang kemudian." (QS. az-Zukhruf: 55-56)
Tampak jelas bahawa Fir'aun tidak
beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan usaha untuk menyeksa Bani
Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat kenyataan yang demikian,
Musa dan Harun berdoa buruk untuk Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya
dengan perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami,
akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami,
binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka
tidak beriman hingga mereka melihat seksaan yang pedih.' Allah berfirman:
'Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah
kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti jalan
orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus: 88-89)
Kemudian datanglah izin kepada Nabi
Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh kaumnya yang mengikutinya.
Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua kaumnya beriman kepadanya. Allah
s.w.t berfirman:
"Maka tidak ada yang beriman
kepada Musa, melainkan pemuda- pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut
bahawa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyeksa mereka. Sesungguhnya
Fir'aun itu sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk
orang-orang yang melampaui batas." (QS. Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah s.w.t telah
menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap Fir'aun. Allah s.w.t
memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani Israil untuk pergi.
Mereka bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa. Mereka membawa
perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah malam kepada mereka. Nabi Musa
berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam.
Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita
kepada Fir'aun bahawa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun
menyampaikan alasan yang aneh di balik pengumpulan tentera itu sebagaimana
disampaikan oleh Al-Quran:
"Dan sesungguhnya mereka
membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun telah naik pitam melihat
aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah padanya. Jumlah mereka sedikit
namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak. Kalau demikian, ini adalah
peperangan." Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas kakap. Ia tidak
berusaha menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya. Misalnya, secara
diplomasi ia dapat mengatakan bahawa keamanan kerajaan terancam atau sistem
ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang digaji dengan sangat murah ini
akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan semua itu tetapi ia hanya menyatakan
bahawa ia sedang emosi. Nabi Musa membuatnya naik pitam dan ini sudah cukup
untuk mengeluarkan perintah agar para tentera dikumpulkan. Manusia membenarkan
tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya. Tiada seorang
pun yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan sebab kenapa
di balik pengumpulan tentera itu.
Akhirnya, bergeraklah tentera
Fir'aun dengan membawa persenjataan yang lengkap dan mereka berusaha mengejar
Nabi Musa. Fir'aun duduk di atas kenderaan perangnya dan mengawasi tentera di
sekitamya sambil tersenyum. Barangkali ia membayangkan, jika sejak semula ia
melakukan itu maka gerak-geri Musa akan dapat dipatahkannya dan ia dapat
membunuhnya. Alhasil, ia sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa dan
membunuhnya dan menyelesaikan masalah seluruhnya.
Nabi Musa berdiri di depan Laut
Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu yang ditebarkan oleh tentera Fir'aun
mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak panji-panji tentera. Melihat hal itu,
kaum Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka menghadapi situasi sangat sulit dan
berbahaya: di depan mereka ada laut sementara di belakang mereka ada musuh.
Mereka tidak memiliki kesempatan sedikit pun untuk berperang dengan pasukan
Fir'aun kerana mereka hanya terdiri dari wanita-wanita, anak-anak kecil, dan
orang-orang lelaki yang tidak bersenjata. Fir'aun akan menyembelih mereka
semuanya.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan dari
kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita dan menangkap kita." Nabi
Musa berusaha menenangkan mereka sambil berkata: "Tidak. Sesungguhnya
Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan membimbingiku." Kita tidak mengetahui
bagaimana perasaan Nabi Musa saat itu atau apa yang difikirkannya. Yang jelas,
ia tidak mendapat kepercayaan seperti ini kecuali setelah Allah s.w.t
mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi
Musa pun memukulkan tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah bahawa kehendak Allah
s.w.t pasti terlaksana meskipun harus bertentangan dengan logik manusia. Allah
s.w.t ingin menunjukkan mukjizat, kemudian Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa
untuk memukulkan tongkatnya kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan
hanya sekadar sebab yang kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan. Belum
sampai Nabi Musa mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi
lalu Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah
menjadi dua bahagian: satu bahagian menjadi kering kontang di mana di sebelah
kanannya terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga terdapat ombak. Nabi Musa
bersama kaumnya berjalan sehingga mereka dapat melewati lautan. Ini adalah
mukjizat yang sangat besar. Ombak bergelombang: meninggi dan menurun sehingga
tampak ada tangan tersembunyi yang mencegahnya agar jangan sampai
menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya
berhasil melewati lautan. Sementara itu, Fir'aun sampai ke lautan. Ia
menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan terdapat jalan kering yang terbelah
menjadi dua. Fir'aun saat itu merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras
kepalanya dan pembangkangnya tetap menyalakan api peperangan sehingga ia
menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika Musa selesai menyeberangi lautan, ia
menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan dengan tongkatnya sehingga kembali
sebagaimana mestinya, tetapi Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia
membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia memukulkan tongkatnya kepada
lautan dan laut itu kembali seperti semula nescaya Nabi Musa akan selamat dan
Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah s.w.t telah berkehendak untuk
menenggelamkan Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan untuk membiarkan
lautan seperti semula. Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap
terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentera yang akan ditenggelamkan."
(QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun bersama tenteranya sampai di
tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia akan sampai ke tepi yang
lain. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril
menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya
beserta tenteranya. Fir'aun dan tenteranya tenggelam. Pembangkang telah tenggelam
sedangkan keimanan kepada Allah s.w.t telah selamat.
Ketika tenggelam, Fir'aun melihat
tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir telah terkuak di depannya.
Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyedari bahawa Musa adalah
seorang yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan
berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir
tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahawa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan
yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah).'" (QS. Yunus: 90)
Taubat Fir'aun tidak berguna dan
tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika ia menyaksikan azab dan
akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:
"Apakah sekarang (baru kamu
percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak dahulu, dan kamu
termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan." (QS. Yunus: 91)
Yakni, tidak ada taubat bagimu.
Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau telah binasa. Selesailah
urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang selamat hanyalah tubuhmu dan
engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga tubuhmu sebagai bukti
kebesaran Allah s.w.t bagi orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami
selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang
datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari
tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus: 92)
Apa yang terjadi pada Fir'aun
merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai pelajaran bagi hamba-hamba
Allah s.w.t.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat
azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman hepada Allah saja dan kami kafir
kepada sembahan- sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah.'"
(QS. al- Mu'min: 84)
Allah s.w.t menceritakan sikap
Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan
(perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan membawa
hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli.
Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tenteranya) ke kota-kota.
(Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan
kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah
kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.'
Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan
(dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami
anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala tenteranya
dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan
itu saling melihat, berkatalah pengikut- pengikut Musa: 'Sesungguhnya kita
benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan
tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk
kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan
Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan
yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu
tanda yang besar (mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak
beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan
kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak
mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang
mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani
menentangnya. Diduga kuat bahawa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu
orang-orang Mesir melihatnya dan mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka
sembah, yang mereka taati adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan
kematian dari lehernya.
Setelah itu, orang-orang Mesir
mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Quran al-Karim tidak menceritakan
kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim Fir'aun dan setelah
tenteranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada kita bagaimana reaksi
mereka setelah Allah s.w.t menghancurkan apa yang diperbuat oleh Fir'aun dan
kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak menyinggung semua itu;
Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana peristiwa yang
dialami Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun Mesir telah mati. Ia
tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani Israil. Meskipun ia telah
mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa orang-orang Mesir dan Bani
Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan pengaruh kehinaan yang sekian
lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi mulia.
Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan kita ketahui
dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah membiasakan mereka untuk mendapatkan
kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa mereka dari dalam. Fir'aun telah
merosak suasana rohani mereka yang bersih. Fir'aun telah merosak fitrah mereka
sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti Musa dengan sikap penentangan dan
kebodohan.
Mukjizat pembelahan lautan masih
segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah masih membekas dan masih
terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil ketika mereka lewat di depan kaum
yang menyembah berhala. Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas
kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah s.w.t kerana mereka
mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru
menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi mereka
yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka merasa cemburu ketika
melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka pun menginginkan hal
yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari syirik yang lalu yang
mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa mengetahui betapa bodohnya
mereka.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani
Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada suatu kaum yang
tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk
kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan
(berhala).' Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak
mengetahui (sifat-sifat Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa
menjawab: 'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah,
padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah hai
Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang
mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak
lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu
cubaan yang besar dari Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa berjalan bersama kaumnya di
Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat pohon yang dapat melindungi
dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat makanan dan air. Kemudian
rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka di mana mereka mendapatkan al-Manna dan
Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah makanan yang rasanya
mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebahagian pohon-pohon yang berbuah di
mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun pohon. Allah
s.w.t juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung yang
bernama as-Saman.
Ketika mereka merasakan kehausan
yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun maka Nabi Musa memukulkan
dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu memancarkan dua belas mata air.
Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka Allah s.w.t mengirim air
tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka mendapatkan kemuliaan dan
kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang sakit tidak
dapat menyedarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini. Mereka justru
mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahawa mereka bosan dengan makanan ini dan
mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta kacang-kacangan.
Semua makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani Israil meminta kepada
Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah s.w.t dan mengeluarkan dari bumi makanan-
makanan ini. Nabi Musa melihat bahawa mereka menganiaya diri mereka sendiri,
dan Nabi Musa menyedari betapa mereka merindukan kehinaan mereka saat mereka
bersama Fir'aun. Mereka berani menolak makanan- makanan yang baik dan
makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan
makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah s.w.t berfirman:
"Dan ingatlah ketika kamu
berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan
saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan
bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah
kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah
kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu
ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan
dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah
dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi)
kerana mereka selalu berbuat derhaka dan melampaui batas. " (QS.
al-Baqarah: 61)
Nabi Musa berjalan bersama kaumnya
menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk memasukinya dan
memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta berusaha menguasai tempat itu.
Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada mereka setelah mereka menyaksikan
mukjizat dan ayat-ayat Allah s.w.t serta hal-hal yang luar biasa. Telah datang
saat ujian kepada mereka untuk berperang - kerana mereka sebagai orang-orang
mukmin - melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi Musa menolak
untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyedarkan mereka dengan
menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t yang turun kepada mereka; bagaimana
Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan menjadikan mereka
raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana mereka diberi suatu
kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh seseorang pun di dalam
dunia.
Kaum Nabi Musa takut kepada
peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya terdapat kaum yang perkasa dan
mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang kuat itu keluar
darinya. Kitab-kitab kuno mengatakan bahawa mereka keluar dalam jumlah enam
ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara mereka
yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini berusaha
untuk menyedarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan berperang.
Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu
darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil
menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gementar.
Pada kali yang lain - sesuai dengan
tabiat mereka - mereka merindukan menyembah berhala ketika melihat ada kaum
yang menyembah berhala. Mereka telah rosak dan mereka telah kalah dari dalam
diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan kehinaan sehingga mereka tidak
mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka mampu untuk bersikap tidak sopan
pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum Nabi Musa berkata kepadanya dalam
kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu bersama Tuhanmu,
dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini
saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka mengucapkan kata-kata
tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu. Nabi Musa mengetahui
bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah mati tetapi pengaruhnya
tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk mengubatinya memerlukan waktu
yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan memberitahu-Nya bahawa ia
tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk
kepada kaumnya agar Allah s.w.t memisahkan antara dirinya dan mereka. Allah
s.w.t menurunkan keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rosak fitrahnya.
Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan selama empat puluh tahun
sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia senja dan kemudian akan
lahir generasi yang baru; generasi yang belum rosak jiwanya dan mereka akan
dapat berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa
berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia
mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka,
dan diberikannya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang
pun di antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci
(Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke
belakang (kerana takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang yang rugi.
Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang
yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami akan
memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada
Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: 'Serbulah mereka dengan
melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya nescaya kamu akan
menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal, jika kamu benar-benar
orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak
memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, kerana itu pergilah
kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, aku tidak menguasai
kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan
orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika demikian), maha
sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun,
(selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu.
Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik
itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari kesesatan.
Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka memulai dari tempat yang mereka
akhiri dan sebaliknya. Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang
siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki daratan di daerah Saina'. Nabi Musa
kembali ke tempat yang beliau bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan
kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa
mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog
dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan
saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya sebagai
wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus kaumnya. Dan Musa pun pergi
menuju Tuhannya.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami jadikan kepada
Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami
sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah
waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada
saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan
perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat
kerosakan'" (QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu mengatakan bahawa
Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari sepanjang malam dan siang tanpa
mencecah makanan sedikit pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog
kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang yang
berpuasa. Lalu beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan beliau
mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?"
Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara denganmu kecuali
mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah s.w.t menjawab: "Tidakkah
engkau mengetahui wahai Musa bahawa mulut orang yang berpuasa di sisi-Ku lebih
baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh hari
kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.
Kami tidak mengetahui secara pasti,
mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh malam, bukan tiga puluh hari.
Yang kita ketahui bahawa Allah s.w.t menambah sepuluh hari yang lain. Setelah
itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya
menyembah kepada Allah s.w.t dan tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk
bersumpah bohong atas nama Allah s.w.t.
3. Menjaga
kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai
hari ibadah.
4. Perintah
untuk menghormati ayah dan ibu.
5. menyedari
bahawa Allah s.w.t yang dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah
engkau membunuh.
7. Janganlah
engkau berzina.
8. Janganlah
engkau mencuri.
9. Janganlah memberikan
kesaksian yang palsu.
10. Jangan engkau merasa
tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu atau Isterinya atau budaknya atau
sapinya atau keledainya.
Para ulama salaf mengatakan bahawa
kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam dua ayat dalam Al-Quran,
yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan
apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan
bapakmu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu kerana takut kemiskinan.
Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya mahupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang
diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan janganlah kamu
mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila
kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151- 152)
Allah s.w.t menceritakan kepada kita
bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk menemui janji dengan Tuhannya.
Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam bermaksud untuk lebih mendekat
kepada Tuhannya. Ketika Allah s.w.t berdialog dengannya, maka Musa merasakan
cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya. Kami tidak mengetahui perasaan
apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta kepada Tuhannya agar dapat
melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam manusia mendorong dirinya untuk
meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan Anda terhadap cinta yang
berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t. Ia adalah hakikat cinta. Kedalaman
perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan kecintaannya kepada sang Pencipta, semua
ini mendorongnya untuk meminta kepada Allah s.w.t agar dapat melihatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan tatkala Musa datang untuk
(munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman
(langsung) kepadanya, berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau)
kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)
Demikianlah dorongan cinta dari para
pencinta sejati. Musa bertanya dan meminta kepada Tuhannya sesuatu yang
menakjubkan tetapi Allah s.w.t menjawabnya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu
sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)
Seandainya Allah s.w.t hanya
mengatakan demikian maka ini pun sebagai bentuk keadilan dari-Nya, tetapi
keadaan di sini adalah keadaan cinta Ilahi dari Musa. Dorongan cinta yang
dibalas dengan dorongan cinta. Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat dari
Tuhannya. Allah s.w.t memberitahunya bahawa ia tidak akan mampu melihat-Nya
kerana tak satu pun dari makhluk yang tidak dapat "menangkap cahaya"
dari Allah s.w.t. Allah s.w.t memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika
gunung itu masih menetap di tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.
Allah s.w.t berfirman:
"Tetapi lihatlah ke bukit itu,
maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) nescaya kamu dapat
melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada seorang pun yang dapat
"menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa mengetahui hakikat ini dan
menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut (kematian) atau al-Ighma' (keadaan
tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami tidak mengetahui bagaimana keadaan yang
dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan kehidupannya atau kesedarannya.
"Maka setelah Musa sedar
kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku
orang yang pertama-tama beriman.'" (QS. al-A'raf: 143)
Para mufasir klasik cukup serius
meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat ini. Misalnya, mereka bertanya-tanya:
bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah s.w.t agar dapat melihat-Nya, padahal
ia tahu bahawa itu adalah hal yang tidak mungkin atau mustahil. Mereka
berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu argumentasi. Mu'tazilah memiliki
pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki pendapat yang lain lagi. Pokok
pembicaraan semuanya berkisar pada: bagaimana seorang nabi tidak mengetahui -
padahal ia adalah makhluk Allah s.w.t yang paling dekat dengan-Nya -
bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang sangat mustahil?
Kami kira bahawa sikap Nabi Musa
tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman dari hatinya, yang ini
merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui oleh Nabi Musa. Kita
sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah s.w.t. Dan seorang
pencinta tidak menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya.
Menurut logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang mustahil, tetapi
kapan cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa terdorong untuk mendapatkan
pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang kayaknya ia sengaja melakukannya
untuk mewakili kita semua. Nabi Musa nekad dan mendorong kita untuk meminta. Ia
lebih dahulu merasakan keadaan tidak sedarkan diri dan ia telah membuktikan
kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci bahawa tak seorang
pun dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan tak
sedarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat serta
meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci
Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Mengapa Nabi Musa bertaubat?
Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta yang besar di mana
ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyedari itu adalah mustahil. Ini
adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks ayat-ayat tersebut.
Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan bagaimana Dia
mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai macam nikmat.
Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya Aku
memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa
risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku. Sebab itu, berpegang
teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang
yang bersyukur. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala
sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami
berfirman): 'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang
kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'" (QS. al-A'raf:
144-145)
Ahli tafsir memperhatikan firman
Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari
manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara
langsung dengan-Ku."
Kemudian dilakukanlah perbandingan
antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan bahawa pemilihan ini
dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan tidak berlaku di zaman
sebelumnya kerana ada Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi Ibrahim lebih
baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada zaman
setelahnya kerana ada Nabi Muhammad bin Abdullah saw dan ia lebih baik dari
mereka berdua.
Kami ingin menghindari perdebatan
ini, bukan kerana kami percaya bahawa semua nabi sama. Memang Allah s.w.t
memberitahu kita bahawa Dia mengutamakan sebahagian nabi atau sebahagian yang
lain dan mengangkat darjat sebahagian mereka atau sebahagian yang lain, tetapi
pengutamaan ini adalah hal yang tidak boleh kita sentuh. Hendaklah kita beriman
kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan penghormatan kita kepada mereka
semua. Adalah bukan hal yang sopan jika kita mencuba membanding-bandingkan di
antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah kita meyakini dan mengimani mereka
semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa
kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah dan jengkel. Di alam wujud tidak ada
seorang manusia yang memiliki kelembutan dan kerelaan hati yang begitu besar
seperti Nabi Musa, tetapi ia diberitahu oleh Tuhannya bahawa kaumnya telah
menyimpang dari jalannya. Oleh kerana itu, ia kembali dalam keadaan marah dan
jengkel kepada mereka. Allah s.w.t berfirman:
"Mengapa kamu datang lebih
cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli
aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha
(kepadaku). Allah berfirman: 'Maka sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu
sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa
kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. " (QS. Thaha:
83-86)
Musa turun dari gunung dan membawa
papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan jengkel. Kita dapat
membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat ia mengayunkan langkahnya
menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa meninggalkan kaumnya dan
menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui Samiri. Fitnah ini adalah,
bahawa Bani Israil - ketika keluar dari Mesir - membawa banyak dari harta
perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. Mereka mengambilnya untuk
mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian mereka selamat kerana
mukjizat pembelahan lautan di mana lautan menenggelamkan Fir'aun dan tenteranya
sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh Bani Israil.
Harun mengetahui bahawa emas
tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari mereka dan menimbunnya
di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat ini mereka sedang
tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak bermanfaat bagi
mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah dan
meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa
yang dilakukan oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan membuat sebuah
patung sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang Mesir. Samiri
adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi yang menarik di
mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk darinya udara dari
celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri membuat suara
yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon, rahsia kehebatan sapi ini
adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika
ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan laut. Yakni Samiri melihat
sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil
segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan
meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak
berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri
menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu
dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah kisah Samiri.
Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan melebur maka
tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas (lubang) di
tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah itu seperti
tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari anak sapi di
mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah itu, Samiri keluar menemui
Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka bertanya kepadanya:
"Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian dan
tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui
Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui
tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya ada di sini." Akhirnya, Bani
Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali pembaca akan merasa
hairan terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu dapat tunduk sampai pada
keadaan seperti ini? Bukankah mereka telah menyaksikan mukjizat yang besar?
Bagaimana mereka dengan mudah menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera
hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu.
Mereka telah terdidik di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan sangat
mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan
sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka
menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah s.w.t tetapi mukjizat itu berbenturan
dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka
untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja dihinggapi keinginan untuk
menyembah berhala. Mereka adalah para penyembah berhala seperti tokoh-tokoh
Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka menyembah anak sapi. Sikap mereka
ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat
pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum yang menyembah berhala, lalu
mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan bagi mereka seperti kaum
yang menyembah berhala itu.
Jadi, masalahnya adalah masalah
klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah berhala bererti menyembah
berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah, ia memanfaatkan
kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih agar anak sapi
yang diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui bahawa umumnya Bani
Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang ditimbulkan
oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui Bani
Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua kelompok:
minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah tipu daya dan
kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun dan tetap
melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di tengah-
tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada mereka:
"Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri
telah memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu
bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan)
Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha:
90)
Para penyembah anak sapi menolak
nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu tidak mahu lagi menerima
nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada
mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t dapat menyelamatkan mereka, dan
bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup
telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun
dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa Harun lebih lemah daripada
Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir jika ia menggunakan
kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah, maka akan
terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara.
Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa. Harun
mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini tanpa
harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di sekitar
anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya - adalah penyebab
fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling berhala.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz
kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan oleh Samiri. Qurthubi berkata:
"Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh
pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok lelaki yang memperbanyak zikrullah dan
menyebut Muhammad saw. Sebahagian mereka menari-nari sehingga pengsan. Mereka
menghadirkan sesuatu dan memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau
tidak? Berilah kami fatwa, mudah-mudahan engkau diberi pahala." Qurthubi
menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi
(yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang menari-nari yang dipraktikkan
oleh sebahagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan
dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam hanya berdasarkan Kitab Allah
s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian seperti itu adalah sesuatu yang
pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan
anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul
di situ. Itu adalah agama kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw duduk bersama sahabatnya
dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung, kerana saking hormatnya
mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang
itu untuk hadir di masjid dan selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang
pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari kemudian untuk hadir bersama
orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah pendapat mazhab
Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para imam
kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan al-Qurthubi
berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat membayangkan sejauh mana
kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana ketakwaannya. Selanjutnya, kita
kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari gunung untuk kembali
menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan kaum saat mereka menari-nari di
sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan
mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan
berkata:
"Dan tatkala Musa telah kembali
kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya
perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa berjalan menuju ke Harun, lalu
ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di atas tanah. Tampaknya api
kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari rambut kepalanya sampai
rambut janggutnya sambil berkata:
"Hai Harun, apa yang
menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak
mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) menderhakai perintahku?"
(QS. Thaha: 92-93)
Musa bertanya, "Apakah Harun
tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia
tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka serta berlepas diri dari
perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak berusaha melawan mereka,
bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu kesalahan itu bertanda bahawa ia
merestuinya atau bahagian dari kesalahan itu?" Keheningan semakin
meningkat ketika gelora api kemarahan Musa semakin membara. Harun berbicara
kepada Musa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan janggutnya
kerana mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan Musa akan
kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu lebih dapat
membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putera
ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku.'" (QS.
Thaha: 94)
Harun memberi pengertian kepada Musa
bahawa ia sama sekali tidak bermaksud menentang perintahnya, dan ia pun tidak
menunjukkan sikap merestui penyembahan anak sapi, tetapi ia khuatir jika ia
meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya kepadanya, mengapa ia tidak
tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang bertanggungjawab kepada mereka
justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khuatir jika ia memerangi
mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara mereka. Lalu Musa
akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin perpecahan di antara mereka dan
mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa:
KISAH
NABI MUSA DENGAN 'AUJ BIN UNUQ
'Auj bin Unuq adalah
manusia yang berumur sehingga 4,500 tahun. Tinggi tubuh badannya di waktu
berdiri adalah seperti ketinggian air yang dapat menenggelamkan negeri pada
zaman Nabi Nuh a.s. Ketinggian air tersebut tidak dapat melebihi lututnya. Ada
yang mengatakan bahawa dia tinggal di gunung. Apabila dia merasa lapar, dia
akan menghulurkan tangannya ke dasar laut untuk menangkap ikan kemudian
memanggangnya dengan panas matahari. Apabila dia marah atas sesebuah negeri,
maka dia akan mengencingi negeri tersebut hinggalah penduduk negeri itu
tenggelam di dalam air kencingnya.
Apabila Nabi Musa
bersama kaumnya tersesat di kebun teh, maka 'Auj bermaksud untuk membinasakan
Nabi Musa bersama kaumnya itu. Kemudian 'Auj datang untuk memeriksa tempat
kediaman askar Nabi Musa a.s., maka dia mendapati beberapa tempat kediaman
askar Nabi Musa itu tidak jauh dari tempatnya. Kemudian dia mencabut
gunung-gunung yang ada di sekitarnya dan diletakkan di atas kepalanya supaya
mudah untuk dicampakkan kepada askar-askar Nabi Musa a.s.
Sebelum sempat 'Auj
mencampakkan gunung-gunung yang dijunjung di atas kepalanya kepada askar-askar
Nabi Musa a.s, Allah telah mengutuskan burung hud-hud dengan membawa batu
berlian dan meletakkannya di atas gunung yang dijunjung oleh 'Auj. Dengan
kekuasaan Allah, berlian tersebut menembusi gunung yang dijunjung oleh 'Auj
sehinggalah sampai ke tengkuknya. 'Auj tidak sanggup menghilangkan berlian itu,
akhirnya 'Auj binasa disebabkan batu berlian itu.
Dikatakan bahawa
ketinggian Nabi Musa a.s adalah empat puluh hasta dan panjang tongkatnya juga
empat puluh hasta dan memukulkan tongkatnya kepada 'Auj tepat mengenai mata dan
kakinya. Ketika itu jatuhlah 'Auj dengan kehendak Allah S.W.T dan akhirnya
tidak dapat lari daripada kematian sekalipun badannya tinggi serta memiliki
kekuatan yang hebat.
NABI
MUSA a.s. BERMUNAJAT DENGAN ALLAH
Menurut riwayat
sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa berada di Mesir, ia telah
berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah kitab suci yang dapat
digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi bimbingan dan sebagai
tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan bermuamalah dengan sesama manusia
dan bagaimana mereka harus melakukan persembahan dan ibadah mereka kepada
Allah. Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang
halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah di samping
perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya
Tuhan.
Maka setelah
perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah tenggelam binasa di laut,
selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya sebuah kitab suci untuk
menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada kaumnya. Lalu Allah memerintahkan
kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama tiga puluh hari penuh, iaitu semasa
bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi
kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah berpuasa
selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada Allah di
atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan Tuhannya dalam
keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya. Maka ia menggosokkan
giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia
ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah
malaikat itu kepadanya: "Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan
gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap,
padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih
sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah
memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi
lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."
Nabi Musa mengajak
tujuh puluh orang yang telah dipilih di antara pengikutnya untuk menyertainya
ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai wakilnya mengurus serta
memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah
ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh
puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa
engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?" Ia menjawab: "Mereka
sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih
dahulu untuk mencapai redha-Mu."
Berkatalah Musa dalam
munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku,
agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman: "Engkau
tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah lihat bukit itu, jika ia tetap
berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka nescaya engkau akan
dapat melihat-Ku." Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya
kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur
luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah
Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pengsan. Setelah ia sedar
kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon ampun
kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata: "Maha Besarlah Engkau wahai
Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang yang
pertama beriman kepada-Mu."
Dalam kesempatan
bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci
"Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu
menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara
terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang
diredhai oleh Allah.
Allah mengiring
pemberian "Taurat" kepada Musa dengan firman-Nya: "Wahai
Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang
lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada
hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat
bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala kurnia-Ku
kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam
kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan
membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra'il agar
mematuhi perintah-perintah- Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di
tempat-tempat orang- orang yang fasiq."
Bacalah tentang kisah
munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha" ayat 83 dan 84 dan surah
"Al-a'raaf" ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana berikut :~
"83~ Mengapa kamu
datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?" 84~ Berkata Musa:
"Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepadamu ya Tuhanku,
agar supaya Engkau redha kepadaku." { Thaha : 83 ~ 84 }
"142~ Dan Kami
telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah berlalu waktu tiga puluh
malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh {malam lagi}, maka
sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata
Musa kepada saudaranya, iaitu Harun: "Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku
dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat
kerosakan". 143~ Dan tatkala Musa datang untuk {munajat} dengan {Kami}
pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman {langsung}
kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku nampakkanlah {Zat Engkau} kepadaku
agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu
sesekali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia
tetap di tempatnya {sebagai sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku."
Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu
hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sedar kembali, dia
berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang
pertama beriman." 144~ Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku
memilih kamu lebih dari manusia yang lain {di masamu} untuk membawa risalah-Ku
dan untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab itu berpegang teguhlah kepada apa
yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur." 145~ Dan Kami telah tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala
sesuatu sebagai pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami berfirman:
"Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada
{perintah-perintahnya} yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan
kepadamu negeri orang- orang yang fasiq." { Al-A'raaf: 142 ~ 145 }