KISAH
NABI MUHAMMAD S.A.W.
Ketika cahaya tauhid padam di muka
bumi, maka kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak
tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih
mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan
rahmat- Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit
untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam
mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai bukti
terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran
berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Allah SWT menyampaikan selawatnya
kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun
menyampaikan selawat kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan,
sedangkan orang-orang mukmin berselawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT mengutus para
nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum dan zaman mereka saja, namun Allah SWT
mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau Nabi Muhammad saw
datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk
seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu kecuali
sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya
adalah menyebarkan Islam, begitu juga ajaran yang dibawa oleh Nabi yang
terakhir adalah Islam. Beliau saw adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul
Muthalib, anak seorang wanita Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak
Nabi Adam as. Beliau saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat
Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab.
Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul Muthalib membayangkan bahawa matahari
telah terbit, lalu ia bangun dan ternyata mendapati dirinya di pertengahan
malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju
pintu khemah, lalu menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia
tampak di selimuti dengan malam. Ia kembali menutup pintu khemah dan tidur.
Belum lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali
bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s kali ini,
Sesungguhnya sesuatu yang besar memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang
sangat penting, "Galilah zamzam!" Dalam mimpinya Abdul Muthalib
bertanya: "Apakah itu zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya perintah
itu mengatakan bahawa ia diperintahkan untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul
Muthalib melihat sesuatu yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat
tidurnya dan hatinya berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia
membuka pintu khemah kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah erti zamzam?
Tiba- tiba fikirannya dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh, bahawa
pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang
datang dalam tidur itu agar ia menggali sumur, di sana tidak ada jawapan selain
satu jawapan dari pertanyaan ini, yaitu agar orang- orang yang berhaji dan
berkeliling di sekitar Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu
sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh
orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di
tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan malam, ia memikirkan bintang-bintang
sembari merenungkan cerita- cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang
memancar darinya air sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana
juga ada cerita yang mengatakan bahawa sumur itu telah binasa sesuai dengan
perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun
Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui orang-orang, dan menceritakan
kepada mereka bahawa ia akan menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia
menunjukkan ke tempat yang di situ ia diberitahu oleh suara yang ada dalam
mimpinya. Orang- orang Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang
diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala dari
berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara
berhala yang bernama Ashaf dan Nalah. Abdul Muthalib merasa bahawa usahanya
sia- sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali sumur.
Mereka mengetahui bahawa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu selain hanya
seorang anak. bahawasanya ia tidak memiliki anak- anak yang dapat menolong dan
memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan negeri Arab
dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau
kesukuan yang kuat dan usaha untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol.
Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan
Ka'bah dan mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika
aku mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga
mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam, maka aku akan menyembelih
salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka untuk
doanya. Belum sampai berlangsung satu tahun, isterinya melahirkan anaknya yang
kedua dan setiap tahun ia melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang ke
sembilan, sehingga Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian
berlalulah zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya menjadi
seseorang yang memiliki kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan
rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk
mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari nazarnya.
Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang
paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka
orang-orang yang ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka mengatakan
bahawa mereka tidak akan membiarkan Abdullah disembelih.
Abdullah saat itu terkenal sebagai
seseorang yang bersih di kawasan Arab, ia telah dapat menarik simpati
masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia
tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah
terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan
rohaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di
tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh kerana itu semua manusia datang
kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata, "Lebih
baik kami menyembelih anak-anak kami daripada ia harus disembelih, dan
menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan
seseorang pun yang lebih baik dari dia seandainya kami menyembelihnya,
pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya kepada
dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak mampu
menghadapi tekanan ini, lalu ia mempertimbangkan kembali apa yang telah
ditetapkannya. Kemudian mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata:
"Berapakah taruhan yang kalian miliki?" Mereka menjawab:
"Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh
unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama Abdullah, jika
undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah
terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian atas
nama Abdullah dan atas sepuluh ekor unta yang besar. Undian itu pun
mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor
unta lagi, kemudian lagi- lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun
menambah sepuluh ekor unta lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus
ekor unta. Setelah itu, datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat
demikian gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka
kerana melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus
ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka membiarkannya di situ sehingga korban itu
tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang
buas.
Abdul Muthalib sangat gembira atas
keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia menetapkan untuk menikahkannya dengan
gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari
dari Ka'bah ke rumah Wahab, dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti
Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib,
seorang pemuda yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di
gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para tamu mengetahui tempat
diadakannya acara tersebut, yaitu acara pernikahan antara Abdullah dan Aminah.
Lalu disembelihlah haiwan- haiwan korban, dan manusia dari kalangan orang-orang
fakir bahkan binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal
bersama isterinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada khabar
bahawa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan
melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy
menuju Syam, itu adalah kesempatan
terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang
mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu
setelah itu bayang- bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan mereka pun
hilang. Aminah tidak mengetahui bahawa itu adalah kesempatan terakhirnya
setelah dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman- pamannya dari
kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya di muka bumi,
ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib kini
telah meninggal. Saat itu ia berusia dua puluh lima tahun. Khabar kematiannya
tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan hati orang-orang yang mendengarnya,
sehingga khabar itu sampai ke isterinya. Aminah tampak menangis tersedu-sedu
dan ia tampak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak
mengetahui jawapannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan seratus unta jika
kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu
bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang sedikit, ia tampak mulai
mengetahui bahawa ia sedang hamil. Aminah menangis dua kali, pertama ia
menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk anak yang
ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat dilahirkan. Aminah tidak pernah
mengetahui sebelumnya bahawa janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim,
ayahnya meninggal saat ia dilahirkan.
Anak yatim ini harus menanggung
beban anak-anak yatim dan orang- orang fakir serta orang-orang yang sedih di
muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia
akan menjadi rahmat yang dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui
makna rahmat kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah
anak kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan berlalulah hari
demi hari, lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata Aminah pun telah
mengering, namun kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang tumbuh
bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya hari demi hari
semakin ia rasakan tetapi kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia
mendapatkan bahawa janin yang dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya
ia merasakan betapa ringannya janin yang dikandungnya bagaikan merpati yang
berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang selalu
mengitarinya, maka tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya dengan kehamilan
yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi Tuhan, kemudian
semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu, pasukan Abrahah mendekati
Mekah.
Abrahah adalah seorang penguasa
Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk kepada Habasyah setelah penguasa Persia
diusir. Di Yaman ia membangun suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang
menakjubkan. Abrahah membangunnya dengan niat agar orang-orang Arab berpaling
dari Baitul Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang- orang Yaman tertarik
dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang dibangunnya
memiliki daya tarik seperti itu dan tidak mampu menarik hati orang-orang Arab,
maka ia berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang
tidak menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya. Demikianlah akhirnya ia
menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi dengan berbagai senjata, kemudian
pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahah terdiri dari
kelompok gajah yang besar yang digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah.
Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab
pun mendengar rencana tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu terkenal
sebagai penyembah berhala, meskipun demikian mereka sangat memberikan
penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, kerana mereka meyakini bahawa
mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba
dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari penduduk Yaman yang bernama
Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari kalangan orang-orang Arab untuk memerangi
Abrahah, sehingga ada beberapa orang yang mengikutinya. Abrahah berhadapan
dengan tentera tersebut tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah
dipatahkan oleh pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan
menjadi tawanan Abrahah. Pasukan Abrahah tersebut juga sempat ditentang oleh
Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahah pun dapat mengalahkan mereka dan
berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahah melewati
kota Taif, menghadaplah kepadanya beberapa orang tokoh setempat, dan mereka
tampak gementar ketakutan dan berkata kepadanya bahawa sesungguhnya 'rumah'
yang ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu
mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka,
di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang bernama Latha kemudian mereka
mengutus seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahah letak Ka'bah. Ketika
Abrahah berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin
pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia merampas banyak harta
dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di antara yang dirampasnya adalah dua
ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib adalah
salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, serta pengawas sumur
Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahah di Mekah
telah menimbulkan gejolak pada kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak,
begitu juga kaum Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahawa mereka tidak
memiliki kemampuan untuk melawan Abrahah, sehingga mereka membiarkannya, lalu
tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang kuat yang
sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu, Abrahah
menyampaikan bahawa ia tidak datang untuk memerangi mereka, namun ia datang
hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak menentangnya, maka darah
mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia
menceritakan tentang keinginan Abrahah. Abdul Muthalib berkata: "Kami
tidak ingin memeranginya kerana kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah adalah
rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia
mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun jika Ia
membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk
mempertahankannya." Kemudian utusan itu pergi bersama Abdul Muthalib
menuju Abrahah.
Abdul Muthalib adalah seseorang yang
sangat terpandang dan sangat mulia. Ia memiliki kewibawaan dan kehormatan yang
mengagumkan. Ketika Abrahah melihatnya, Abrahah menampakkan penghormatan
kepadanya. Abrahah memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka
bahawa ia duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu Abrahah turun dari
kerusinya dan duduk di atas sebuah permaidani dan mendudukkan Abdul Muthalib di
sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya apa
kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku adalah agar
Abrahah mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya dariku" Ketika
Abdul Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahah berubah, lalu ia berkata
kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika
melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat berbicara dengannya,
apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus ekor unta yang telah aku
ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya dan
datuk-datuknya, yang aku datang untuk menghancurkannya dan dia tidak
menyinggungnya sama sekali" Abdul Muthalib menjawab: "Aku adalah
pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu adalah Tuhan yang
melindunginya." Abrahah berkata: "Dia tidak akan mampu melindunginya
dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja nanti!"
Selesailah dialog antara Abdul
Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun mengembalikan unta yang telah dirampasnya.
Abdul Muthalib pergi menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang
dialaminya, dan ia memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung
dibalik gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh pemiliknya.
Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah kemudian
malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi
pintu Ka'bah dan berdiri bersama dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka
berdoa kepada Allah SWT dan meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat
memerintahkan gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun
tetap di tempatnya dan mentaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah
itu menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam di
tempatnya, gajah-gajah itu tampak gementar dan berteriak tetapi lagi-lagi
gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah pun.
Abrahah bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?" Kemudian
dikatakan kepadanya bahawa gajah-gajah menolak untuk bergerak. Abrahah
mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa yang sebenarnya
terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar dan ia
duduk di khemahnya. Ketika ia keluar, matahari bersembunyi di balik
segerombolan burung. Abrahah mengangkat pandangannya ke arah langit. Mula-mula
ia membayangkan bahawa ia melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia
mengamat- amati awan itu. Dan ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah
sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal.
Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak dengan
kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini menghinggapi seluruh
pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah pasukannya agar gajah diusahakan
untuk maju secara paksa. Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela
al-Jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil,
yaitu batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu
menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno,
maka Anda akan mengetahui bagaimana peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah.
Anda akan membayangkan bahawa Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang
menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebahagian
darinya setelah empat belas abad dari peristiwa tersebut. Buku-buku itu mengatakan
bahawa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentera Abrahah kembali dalam
keadaan binasa di mana daging- daging dari tubuh mereka berciciran di jalan.
Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan
dagingnya terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati.
Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berciciran di bumi, seperti tanaman
yang dimakan oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu
surah di Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak
memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentera gajah?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah)
itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia
menjadikan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin
memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan
pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan
sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai
bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu.
Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya kerana adanya hikmah yang
tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin
melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya
tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang
aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak
didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian
itu kerana di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana
seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah
Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum dapat
tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan belum menjadi
rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang ingin menghancurkan
semua ini tanpa ia mengetahui semua rahsia ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah
kerana bahawa ia berusaha menentang kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu
menghancurkannya dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung
dengan membawa batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung-
burung melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah berserta tenteranya. Semua ini
berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya
sebelum orang mengetahui bahawa Nabi Islam telah bersiap-siap untuk
meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang
keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah
kerana keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab
bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan dirinya berdiri sendirian di
tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang
menyinari timur dan barat dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba
terbangun dari tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari tahun
gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari kedua belas dari bulan Rabiul
Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin
Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati
kerana kehausan padanya. Kehausan dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan
keadilan. Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan
orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan
berhalaisme telah meresap kepada sebahagian kelompok mereka dan kejernihan
ajaran tauhid telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan
wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas.
Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang
khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh
kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan dilupakan dan mereka menyerahkan diri
mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah terkena
kekeringan, maka memancarlah dari timur suatu mata air keimanan yang jernih
yang menjadi puas dengannya separa dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika
mata air ini mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar
ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan penggambaran
masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah melihat
penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka, baik orang-orang Arab mahupun
orang-orang Ajam kecuali sebahagian kecil dari Ahlul kitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah
seorang anak yatim yang kemudian bertanggungjawab untuk memberikan minum kepada
dunia yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara
itu, beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang
memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan
manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini - yang dibangun
sebelumnya oleh Adam - dipenuhi patung- patung tuhan yang terbuat dari batu dan
kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik
terendah.
Sementara itu nun jauh di sana,
tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka
datang di sana kerana melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka
tinggal di situ bagaikan serigala-serigala di atas tanah yang tersubur di mana
mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membangun kejayaan mereka
dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan kehairanan mereka terhadap diri mereka
sendiri.
Para cendekiawan Yahudi
memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas sampai Taurat. Mereka
menyembunyikan kertas-kertas darinya dan menampakkan sebahagiannya; mereka
mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk memperkaya diri mereka. Pada saat
orang-orang Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan,
orang- orang Arab justru menyembah batu dan mereka pandai berperang. Mereka
juga lihai dalam membuat syair lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai
Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala
suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan
mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang di lihat dari asal muasalnya
serta nilainya juga di lihat dari kefanatikannya serta kebanggaannya kepada
nasab yang merupakan kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap berhala
tertentu yang merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan
tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau
kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari
Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali yang lemah, namun belum sampai
kehilangan kekuatannya. Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan.
Sedangkan di belahan timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah
api dan air. Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia
rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh
mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum
Persia duduk di atas singgahsananya dan memberikan keputusan terhadap manusia.
Keputusan Kisra selalu didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang
berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan
Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi.
Meskipun mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api
jelas-jelas menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka
diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka terhalangi
untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat di setiap
penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di mana di dalamnya
seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah dan di dalamnya yang
menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian
kelam, lahirlah seorang anak di tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka
padamlah api yang disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang
disucikan oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra.
Dan syaitan merasa bahawa penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya.
Ini semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka
bumi dan terbebasnya akal manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia atau
terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah
kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman,
sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari
kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah
merupakan ajaran revolusi yang paling meyakinkan dan yang paling penting yang
pernah dikenal di dunia; ajaran yang bertugas untuk menyelamatkan dan
membebaskan akal dan materi. tentera Al-Quran adalah tentera yang paling adil
dan paling berani untuk menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat
dalam sejarah Nabi bahawa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi
Ka'bah sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah
kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat beliau masih
kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil, bahkan beliau
terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan untuk meninggalkan
permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak kecil seusia beliau.
Allah SWT memberikan penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun
kepadanya dengan membawa wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang
pertama adalah mukjizat yang terdapat pada keperibadiannya dan
pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah
Al-Quran; itu adalah bangunan rohani yang tinggi di mana beliau mampu menahan
penderitaan di jalan Allah SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul
berbagai macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang dikembangnya secara
sempurna dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang
mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahawa beliau tidak mempunyai
mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa
selain membebaskan fikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam telah
berdakwah dan mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan
cinta kasih di antara mereka, namun Muhammad saw diberi kurnia untuk mewujudkan
persamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di
tengah- tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan
orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin
Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah
mereka sedari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga
mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari
belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan
raja mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka mampu
terbang beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar
mereka semua tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam.
Namun Muhammad saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentera
yang sederhana. Beliau mengetahui bahawa ketika beliau lalai sesaat saja dari
dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam
akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa besar
dalam peperangan, tiba-tiba azan solat dikumandangkan, sehingga para pasukan
yang berperang mengerjakan solat. Tidak ada malaikat yang turun untuk
melindungi mereka ketika solat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari
punggung mereka saat sujud. kerana itu, hendaklah para pasukan melindungi
dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha solat secara bergantian:
sebahagian mereka solat dan sebahagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di
tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan solat bersama-sama
mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (solat) bersertamu dan
menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah menyempurnakan
serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh)
dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu
dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS.
an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak ada
malaikat yang turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa
kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai
kadar keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan
mendapatkan balasan yang besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi
Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat
memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa,
sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain
dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan untuk
melindungi Musa dan memerintahkannya untuk mengangkat gunung di atas kaumnya
hingga mereka beriman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung tersebut di
atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud
dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit batu
yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi.
Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun.
Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya dan
matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau tidak
membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung Islam dan
mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya
mukjizat demi mukjizat. Ini kerana masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan
akal dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan
mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya
masyarakat setempat. Adalah hal yang maklum bahawa di tengah-tengah penduduk
Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang
bijak yang mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh
Islam adalah bahawa ia tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam
diturunkan untuk setiap masa. Allah SWT mengetahui bahawa manusia telah
memasuki masa kematangan berfikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut
bahawa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'"
(bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang
universal, sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan
yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan
para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa
kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahawa
beliau diutus di tengah-tengah masa kematangan berfikir, dan beliau diutus
sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cubaan yang pernah
dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat
godaan dan cubaan; beliau mengalami seksaan yang pernah dialami oleh semua para
nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT
memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat solat pada saat beliau
melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu
hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan dan
wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan aku atas
Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau
berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim
di mana para nabi memang memiliki darjat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi
ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah
yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum
Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka
berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT
menyampaikan selawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan
mereka untuk menyampaikan selawat kepadanya, dan selama Rasulullah seperti
nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga berselawat kepada semua nabi
tanpa perbezaan, meskipun pada bentuk selawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu
yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian berita tersebar di
sana sini dan Sampailah ke telinga datuknya bahawa cucunya telah dilahirkan.
Abdul Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu
berkeliling dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak
merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak
bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya
itu berlanjutan sampai enam hari, sehingga sang Nabi di sunat. Ketika malam
telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu
pernah dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam.
Di tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahawa nama cucunya
berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada
Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau berikan kepada cucumu?" Abdul
Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara yang didengarnya saat mimpi,
"Muhammad." Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan
orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak
memakai nama-nama datuk-datuknya dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan
mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin Allah SWT memujinya di
langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa
yang membuat Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat
itu bersumber dari realiti kebanggaan orang-orang Arab yang popular atau
berasal dari realiti kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari
realiti kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu
bersumber dari suasana rohani yang jernih dan bisikan alam ghaib? Tentu kami
tidak bisa menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahawa seseorang tidak akan
layak menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT
di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam
wujud dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih
janin di dalam perut ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu
sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya. Orang-orang
sufi mengatakan bahawa sebab- sebab kemanusiaan seperti adanya datuknya Abdul
Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk
lahiriah yang tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya
adalah kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya
sejak masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih kecil, dan
mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya dengan
kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat beliau
masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga
di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT
telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali
memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat bahawa banyak dari wanita-wanita
yang menyusui tidak berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi
yang berkembang di Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya
ke kawasan dusun agar anak tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta
memperoleh mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui
anak-anak lebih tertarik menyusui anak- anak dari orang-orang kaya. Namun
ketika pemimpin manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa
menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana
Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya bersama anak kecil yang
disusuinya: "Saat itu terjadi musim tandus dan kami tidak memiliki sesuatu
sehingga aku dan suamiku mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami menetapkan
keluar ke Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua mencari
anak-anak yang masih menyusu agar orang tua mereka dapat membantu kami untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku tunggangi sangat
lemah dan sangat kurus yang itu semua disebabkan oleh kekurangan makanan.
Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan
kami tidak tidur semalaman kerana melihat kondisi anak kecil yang bersama kami.
Ia menangis kerana tidak menemukan makanan yang dapat dimakannya. Ia menangis
kerana kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku mahupun air
susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak dapat memuaskan
dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan. Aku bertanya-tanya
bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang demikian.
Akhirnya, kami sampai di Mekah.
Sementara itu, wanita-wanita yang ingin mencari anak-anak yang dapat mereka
susui telah mendahului kami. Mereka mengambil anak-anak kecil yang mereka
sukai, kecuali satu anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya telah meninggal dan ia
berasal dari keluarga yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya sangat mulia
di antara tokoh-tokoh Quraisy. Oleh kerana itu, wanita-wanita enggan untuk
mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sefaham dengan mereka kerana aku tidak
peduli dengan keyatiman dan kefakirannya. Kemudian aku malu untuk kembali dan
tidak mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu
jika mendapat cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku merasakan adanya kasih
sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang tampan itu yang akan
diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan bahawa
saat anak-anak kecil mendapatkan wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad
bin Abdillah sedang tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa
disusui oleh siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang
masih menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan
kelaparan agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang
yang lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah mengatakan bahawa ia
meyakinkan suaminya bahawa ia merasakan keinginan yang kuat untuk mengambil
anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui
rahsia keinginannya yang samar agar ia kembali untuk mengambil anak yatim yang
masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahawa Allah SWT telah menanamkan rasa
cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya seperti Allah SWT menanamkan cinta
kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain
untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari susuan
wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak bersedih, maka Muhammad
bin Abdillah - seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia - -justru
ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia sendiri tidak pernah
menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia
memberitahu bahawa ia akan mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang yang
mulia. Halimah meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu
tertawa. Halimah mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya.
Halimah mengetahui bahawa kedua air susunya telah kering, namun tiba-tiba air
susunya memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda kebesaran
dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah
yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang
sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk zuhud dan
qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa tentang pengorbanan dan
kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad
dan ia membawa Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang
tandus sehingga tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di hadapannya, di
mana bumi dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus.
Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah sebelumnya layu,
bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak. Allah SWT memberikan
berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah mengetahui bahawa kebaikan ini telah
datang bersama kedatangan anak kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada
anak itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain
kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada
isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai Halimah bahawa engkau telah
mengambil seorang anak yang mulia?" Halimah berkata: "Anak kecil itu
tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia telanjang." Ketika
anak kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya
keluar dari khemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu
anak itu tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua matanya
terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai tahun yang
kedua, maka ia telah disapih, sehingga ibunya ingin mengambilnya, tetapi
Halimah tidak kuat untuk menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di
hadapan kedua kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar
membiarkannya bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat
kembali menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di tempat
Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi peristiwa
penting yang terkenal dengan peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah
menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah
dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat
dan mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan bahagian dunia darinya.
Seperti biasanya Rasulullah saw
keluar pada suatu hari bersama saudara susuannya dengan menunggangi sekawanan
domba menuju tempat penggembalaan. Di tengah hari, saudaranya berlari-lari
dalam keadaan takut dan menangis sambil berteriak bahawa Muhammad telah
terbunuh. Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju yang
putih lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat
kejut dan terpukul. Ia segera pergi sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti
oleh suaminya yang mengikuti petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad.
Akhirnya, mereka menemukan Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya
tampak pucat dan kedua matanya menyala.
Halimah dan suaminya mencium dengan
lembut dan mulai menampakkan kasih sayangnya. Kemudian mereka bertanya,
"apa yang terjadi?" Muhammad menjawab: "Ketika aku memperhatikan
domba-domba yang sedang bermain aku dikejutkan dengan kedatangan dua orang yang
memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku menyangka bahawa mereka adalah burung
yang besar, namun ternyata aku salah. Mereka adalah dua orang yang tidak aku
kenal yang memakai pakaian warna putih. Salah seorang dari mereka berkata
kepada temannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang
lain menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu
mereka mengambilku dan menidurkan aku serta membelah dadaku dan mereka
mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya jauh-jauh.
Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh
Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad. Para mufasir berbeza pendapat
tentang simbolisme yang dalam ini. Sebahagian besar ulama menakwilkan peristiwa
tersebut. Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi berpendapat bahawa peristiwa itu
diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu
dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti
Ghazali berpendapat bahawa manusia istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin
terlepas dari bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun
yang biasa menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu gelombang
yang memenuhi cakerawala, maka di sana terdapat hati yang segera memungutnya
dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya bimbingan Allah
SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan tersebut.
Dengan demikian, usaha para nabi
terfokus pada peningkatan kemajuan atau ketinggian, bukan memerangi kerendahan.
Diriwayatkan oleh Abdillah bin Mas'ud bahawa Rasulullah saw bersabda:
"Tidak ada seseorang di antara kalian kecuali ia diawasi oleh temannya
dari kalangan jin dan temannya dan dari kalangan malaikat." Para sahabat
berkata: "Apakah hal itu juga berlaku kepadamu wahai Rasulullah?"
Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku, sehingga ia berserah
diri dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang yang
dahulu dan para ahli hadis berkaitan dengan peristiwa pembelahan dada. Kami
kira bahawa kejadian yang luar biasa tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi
untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw
akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau akan
melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di sana terdapat
Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali kepada
pendapat kami yang mengatakan bahawa peristiwa pembelahan dada berulang lebih
dari sekali saat Rasul saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa
pembelahan dada terjadi kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari Malik bin
Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw menceritakan kepada mereka peristiwa malam
Isra' di mana beliau bersabda: "Ketika aku berada di Hathim - atau beliau
berkata di Hijr - saat aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang
datang kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan
dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan membawa
mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku. Kemudian
diulanginya."
Kami kira bahawa pembelahan dada
merupakan bentuk simbolis yang menunjukkan kesucian Rasul saw dan sebagai
bentuk penyiapannya untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan
dari Ilahi bahawa anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah
dicapai oleh manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah
peristiwa pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana
sebahagian besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri. Dari roman
wajahnya tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi hari, tahun
demi tahun dan Selesailah masa menetapnya bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad.
Beliau sangat terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana.
Diriwayatkan bahawa beliau pernah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan
beliau membanggakannya. Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap mereka
yang baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud
menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau menyaksikan salah seorang
mereka lapar, maka mereka akan membagi makanan di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin Abdillah
kembali ke Mekah saat usianya lima tahun. Beliau hidup beberapa hari bersama
ibunya di mana si ibu merasakan kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya.
Sesuai janji untuk mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah menetapkan untuk
mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih dari
lima ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari tanda- tanda kehidupan.
Anak itu menempuh perjalanan yang berat. Setelah perjalanan yang berat ini,
Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat paman-paman dari ibunya di Madinah
selama satu bulan. Muhammad melihat rumah yang di situ ayahnya meninggal
sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan yang sederhana
yang ayahnya dikuburkan di dalamnya. Mula-mula fikirannya terfokus pada keadaan
yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata ibunya yang diam.
Selesailah masa satu bulan
keberadaannya di sisi paman-pamannya. Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali
ke Mekah. Kedua anak manusia itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad bin
Abdillah tidak mengetahui rahsia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikat maut
turun di suatu tempat yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah
bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan meninggalkan
anak satu-satunya bersama seorang pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa
kasihnya terhadap anak kecil yang kehilangan ayahnya saat masih janin dan
kehilangan ibunya saat berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi
sendiri dan ia dalam keadaan menangis. Ia mencapai kematangan setelah ia
melewati kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak yatim.
Rasulullah saw pernah ditanya
setelah masa diutusnya: "Bagaimana pandanganmu?" Beliau menjawab:
"Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah dasar agamaku. Cinta adalah
pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku. Dan kesedihan adalah temanku."
Allah SWT telah menyiramkan
kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga beliau dapat memberikan kepada
manusia buah dari kegembiraan dan ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke Mekah
dalam keadaan sedih dan ia tampak terpaku. Lalu Abdul Muthalib, datuknya
menampakkan cinta yang luar biasa dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun
ketika Muhammad bin Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah
satu benteng yang terbaik yang menjaganya, yaitu datuknya Abdul Muthalib.
Kemudian anak kecil itu kini merenungi datuknya laksana orang dewasa. Ia tampak
tegar seperti layaknya orang dewasa.
Kita tidak mengetahui mengapa
terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT mencegah Nabi yang terakhir untuk
mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan
seorang datuk? Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih
sayang dan cinta yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT
ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan yang penuh
dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya hanya tertuju
kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah memilihmu untuk
diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi khabar
gembira kepada Musa di dalam Taurat sebagaimana Isa memberi khabar gembira di
dalam Injil dengan kedatangan seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan
Nabi Musa meminta kepada Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya puncak
keutamaan, lalu Allah SWT menjawab bahawa Dia telah menetapkan keutamaan ini
kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan umatnya.
Allah SWT telah memilih Musa untuk
diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih
sayang seorang ibu dan mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia
berkehendak untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih
sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya
mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman menceritakan
tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu
sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak
yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang
meminta-minta, maka janganlah kamu mengherdiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu
maha hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS.
ad-Dhuha: 6- 11)
Makna ayat tersebut secara harfiah
adalah bahawa beliau dalam keadaan yatim lalu Allah SWT melindunginya; beliau
dalam keadaan tersesat lalu Allah SWT memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan
fakir lalu Allah SWT memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya,
membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah darjat keutamaan yang tidak pernah
dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Setelah kematian datuknya, maka
pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah SWT telah meletakkan kecintaan pada hati
pamannya, sehingga pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan
memuliakannya serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib mendudukkannya di
ranjangnya yang biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada
seorang pun yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah hidup di
jantung gurun Mekah sebagai seorang yang memiliki kesedaran yang tinggi di
antara kaum yang sedang lalai dan kaum yang mabuk-mabukan dan para penyembah
berhala serta para pedagang minuman keras dan para syair dan orang-orang yang
berperang dan tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah seorang yang
banyak diam dan ketika usianya semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam.
Beliau tidak berbicara kecuali jika diajak seseorang berbicara; beliau tidak
terlibat dalam permainan hura-hura anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan
yang dalam; beliau sering menyendiri dan membuka matanya di hamparan
pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya berfikir. Beliau merenungkan di masa
kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan terpukau dengannya;
bagaimana orang-orang berakal mau bersujud kepada batu-batu yang tidak
memberikan mudarat dan manfaat dan tidak berbicara serta tidak dapat melakukan
apa-apa. Beliau mewarisi dari datuknya Ibrahim kebencian yang fitri terhadap
dunia berhala dan patung.
Di dalam dirinya terdapat penghinaan
yang besar terhadap sembahan- sembahan dari batu ini, suatu penghinaan yang
menjadikannya tidak mau mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun
hatinya yang besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan
datuknya Ibrahim. Beliau sedih kerana akal manusia menyembah batu dan emas,
kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar apa yang dikatakan
manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan masyarakat; beliau juga
menyaksikan betapa banyak pertentangan dan perkelahian di antara manusia yang
justru disebabkan oleh masalah-masalah yang sepele, sehingga kehairanan beliau
semakin bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam.
Tidakkah manusia mengetahui bahawa mereka akan mati seperti ayahnya, ibunya,
dan datuknya? Mengapa mereka menimbulkan pertentangan ini, hingga mereka
mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin bertambah,
maka bertambahlah kezuhudannya dalam hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar
memenuhi penjuru Mekah. Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan
pemuda saat itu. Meskipun kami kira bahawa kesedihannya disebabkan oleh hal-
hal yang umum, tetapi beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada
seseorang pun. Beliau belum bertujuan untuk memperbaiki masyarakat atau
kemanusiaan. Benar bahawa pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam benaknya
dan ingin segera menemukan jawapan, tetapi akalnya sendiri tidak dapat
menemukan jawapan atau jalan keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan)
di sini ialah kebingungan akal dalam menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya
kerana ketiadaan senjata dan kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap
diam anak kecil itu dan menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal,
sehingga akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan
kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh dari
dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya yang berupa kecenderungan untuk menyembah
berhala dan cinta kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih
mendekat kepada hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan
jiwanya yang bersih dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada manusia,
bahkan kepada binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan lalu ada burung
merpati berkeliling di seputar makanannya maka ia meninggalkan makanannya untuk
burung itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat kepada makanan
mereka, maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan memberikannya
pada anjing, kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir. Bahkan seringkali
di waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar kerana ia memberikan makanannya ke
orang lain.
Muhammad saw adalah seorang fakir
yang harus bekerja agar dapat makan, maka beliau bekerja sebagai penggembala
kambing, seperti Nabi Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh
Allah SWT. Kemudian beliau melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu
Thalib menuju Syam saat beliau berusia tiga belas tahun. Beliau menyaksikan
keadaan umat-umat yang lain, maka kehairanannya semakin bertambah terhadap masa
Jahilliyah ini. Ketika beliau menyaksikan orang-orang tersesat, maka
kesedihannya semakin bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan fikirannya
semakin dalam.
Pada saat perjalanan menuju ke Syam
ini terjadi suatu peristiwa terhadap anak kecil itu. Kemungkinan besar itu
justru menambah kebingungannya. Seorang pendeta yang bernama Buhaira berdiri di
jendela rumah yang menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba ia
memperhatikan suatu awan putih - tidak seperti biasanya - yang menghiasi langit
yang biru. Saat itu udara sangat terang, sehingga munculnya awan tersebut
sangat menghairankan. Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini
tertuju ke bumi di mana ia mendapati awan itu menyerupai burung yang putih yang
menaungi kafilah kecil yang menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahawa
awan tersebut mengikuti kafilah.
Jantung Buhaira berdebar dengan
keras kerana ia mengetahui melalui buku-buku peninggalan kaum Masehi yang
otentik bahawa seorang nabi akan muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan khabar
nabi tersebut diceritakan dalam buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan
tempatnya, lalu ia segera memerintahkan untuk menyiapkan makanan yang besar.
Kemudian ia mengutus seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang
mereka untuk jamuan makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda
kepada Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai
Buhaira. Engkau tidak pernah melakukan demikian kepada kami, padahal kami telah
melewati dan singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa
gerangan wahai Buhaira?"
Buhaira menjawab: "Hari ini
kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang tersebut tidak dijawab dengan
terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya dan tidak menyingkapkan rahsia
kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini. Buhaira memberi makan mereka dan mulai
memperhatikan di antara mereka adanya seseorang yang memiliki tanda- tanda yang
dibacanya dalam kitab-kitabnya yang kuno tentang seorang rasul yang ditunggu.
Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya kepada mereka: "Wahai kaum
Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir bersama jamuanku ini?"
Mereka menjawab: "Benar, ada seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami
meninggalkannya kerana ia masih kecil." Buhaira berkata: "Sungguh aku
telah mengundang kamu semua. Panggillah ia supaya hadir bersama kami dan
memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata:
"Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk meninggalkan
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami diundang di
dalamnya.
Pamannya meminta maaf kerana
Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian mereka berdiri dan menghadirkannya.
Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia
mengetahui bahawa ia telah mendekati tujuannya. Buhairah terpaku ketika memandangi
Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah.
Muhammad bin Abdillah duduk
sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata: "Wahai anak kecil, demi
kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau memberitahu aku terhadap apa yang
aku tanyakan kepadamu?" Buhaira ingin mengetahui sikap anak ini terhadap
berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya kepadaku
tentang Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku benci
daripada keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin Allah aku ingin
bertanya kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja yang
terlintas di benakmu."
Buhaira bertanya kepada anak kecil
itu tentang keluarganya, kedudukannya di tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan
pendapat- pendapatnya. Dialog tersebut terjadi jauh dari pantauan kaum kerana
mereka tidak akan diam ketika mendengar bahawa Muhammad membenci
berhala-berhala mereka. Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan
Buhaira dengan yakin, hingga membuat Buhaira mantap bahawa ia sekarang duduk
bersama seorang Nabi yang khabar berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa
sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa.
Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia
bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib menjawab:
"Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya
masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya
dan ibunya telah meninggal." Buhaira berkata: "Engkau benar,
kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib
bertanya tentang rahsia dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu
mulai mengetahui bahawa ia telah berbicara lebih dari yang semestinya. Lalu ia
berkata: "Ia akan memiliki kedudukan tertentu." Buhaira tidak
menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa tersebut
tanpa terlintas dari benak seseorang atau tanpa menggugah kesedaran di antara
mereka. Kisah tersebut tidak membawa pengaruh berarti bagi kafilah atau kepada
Nabi sendiri. Kafilah menganggap bahawa penghormatan pendeta kepada Muhammad
bin Abdillah dan memberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya adalah
semata-mata basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika para tamu
memuji kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang
akan memuji akhlak para pemuda mereka. Alhasil, peristiwa tersebut tidak
membawa pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad mahupun bagi sahabat-sahabat yang
ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui rahsia perkataan pendeta
dan mereka tidak menyebarkan pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa
itu tersembunyi meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi antara
dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga pendeta perlu mengingatkan pamannya
dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang akan dikembangnya seperti yang
diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa hubungan semua ini dengan kesedihan-
kesedihannya yang dalam serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut
sedikit demi sedikit berputar di benaknya. Kemudian seperti biasanya kafilah
tersebut kembali ke Mekah. Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia
memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali
penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi kepada
manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari berlalu. Muhammad saw
tampil dengan pakaian ketulusan kasih sayang, dan amanah serat cinta,
sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga kejujurannya terkenal di
tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan
oleh seseorang pun dari penduduk Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa
risalahnya dan beliau ditentang majoriti masyarakatnya, namun tak seorang pun
yang berani meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahawa ia terkena
sihir atau kesedarannya telah hilang.
Pada tahun ketiga belas dari masa
kenabian, ketika semua kabilah sepakat untuk membunuhnya dan mengucurkan
darahnya di antara para kabilah dan mereka mengepung rumahnya, maka di saat
situasi yang sulit ini beliau menetapkan untuk berhijrah. Tetapi sebelumnya
beliau mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk tetap tinggal
di rumahnya agar ia dapat mengembalikan amanat yang dititipkan oleh semua
musuhnya dan para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar Ali dapat menyerahkan
amanat tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda dapat melihat betapa
para musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika dijaga oleh Muhammad
saw.
Hari demi hari berlalu dan tahun
demi tahun pun lewat. Sementara itu, kesucian dan kejujuran Muhammad saw
semakin meningkat. Dan di tengah lautan keheningan yang mencekam, ketika
Muhammad bin Abdillah menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia harus
menemui hakikat azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad
bin Abdillah mengetahui bahawa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan
Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari suasana
kenikmatan dan foya-foya yang biasa dilakukan oleh para pemuda seusianya. Dan
ketika pemuda Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya minuman keras yang mereka
minum dan banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan tentang wanita, maka
Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya di suatu gua yang tenang di
gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya di dalam keheningan
gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang keadaan alam; ia memikirkan
keagungan rahsia-rahsianya dan rahmat Penciptanya serta kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh lima,
beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang pertama, yaitu Khadijah binti
Khuwailid yang saat itu berusia empat puluh tahun. Khadijah adalah wanita yang
mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya telah meninggal.
Banyak orang yang mendekatinya dengan alasan untuk mendapatkan kekayaannya.
Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat membawa harta dagangannya menuju
Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang cukup banyak berkenaan dengan
kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin Abdilah. Akhirnya, Khadijah
mengutus Muhammad saw untuk membawa barang dagangannya. Muhammad saw pergi
dalam perjalanannya yang kedua ke Syam saat beliau berusia dua puluh lima
tahun. Allah SWT memberkati perjalanannya di mana beliau kembali dengan membawa
keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya kepada Khadijah. Muhammad saw
tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli kepada kecantikannya;
Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya. Kemudian Khadijah
merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya, ia mengutarakan
keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun setuju.
Paman Muhammad saw, Abu Thalib
berdiri dan menyampaikan khutbah pada saat perayaan perkawinannya: Muhammad saw
tidak dapat dibandingkan dengan seorang pun dari kaum Quraisy kerana ia adalah
seorang yang mulia, baik dari sisi akal mahupun rohani. Meskipun ia seorang
yang fakir namun harta adalah naungan yang akan hilang dan benda yang bersifat
sementara.
Setelah menikah, Muhammad saw justru
mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk merenung dan menyendiri serta
beribadah. Kemudian kehidupan yang dijalaninya justru meningkatkan
kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah
terlibat dalam pergelutan yang keras untuk memperebutkan materi-materi dunia.
Beliau selalu menggunakan akal sehatnya daripada terlibat dalam kesesatan
mereka dan kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada saat itu.
Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Setelah merasakan kesunyian di
tengah-tengah masyarakat, beliau lebih memilih untuk menjauh dari mereka.
Beliau mencari-cari hakikat, sehingga Allah SWT membimbingnya untuk menyendiri
di gua Hira. Akhirnya, beliau dapat keluar dari Mekah. Beliau berjalan beberapa
mil. Kemudian beliau mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali ia mendaki gunung,
maka tempat itu semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan
pandangan semakin terbentang. Kemudian beliau memasuki gua. Keheningan
menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan tidak ada sesuatu yang
dapat menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. Dalam suasana kesunyian
terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang kemudian menyebarkan
sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di atas angkasa gua lalu tersebar
menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu pun yang membatasinya atau
mengekang kebebasannya.
Kita tidak mengetahui
fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia termulia dan terbesar di atas
bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan. Apa yang beliau fikirkan
dan apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi apa yang ada di benaknya dan
perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu
yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu yang berputar di sekelilingnya
menyahuti tasbihnya yang diam, seperti atom-atom batu yang bersahut- sahutan
bersama Daud saat ia membaca kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui secara pasti
bentuk kelahiran yang terjadi dalam dirinya. Yang kita ketahui adalah bahawa
beliau tidak berfikir tentang kenabian dan beliau tidak berfikir untuk
memberikan petunjuk kepada manusia; beliau tidak melakukan praktik-praktik
sufisme kerana beliau sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus di
tengah-tengah manusia. Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu beliau
meninggalkan uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau
mempertahankan kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula
lahirlah tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf
bukanlah puncak atau hasil
sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang, tetapi ia adalah permulaan jalan
yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan menggunakan senjata
sebagai bentuk usaha untuk membela manusia dan kehormatannya.
Pada suatu hari beliau duduk di gua
Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan dengan kedatangan Jibril yang berdiri di
depan pintu gua. Malaikat tersebut memeluknya erat-erat lalu memerintahkannya
untuk membaca sambil berkata: "Bacalah!" Muhammad bin Abdillah
menjawab: "Aku tidak mampu membaca." Beliau ingin mengatakan bahawa
beliau tidak mengenal bacaan dan tulisan. Kalau begitu, apa yang harus beliau
baca? Malaikat kembali memeluknya dengan kuat sehingga Rasulullah saw
menganggap bahawa ia meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan
memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa
membaca." Malaikat yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan
untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gementar: "Apa
yang aku baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun
kepada beliau:
"Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmu lah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya." (QS. al-'Alaq: 1-5)
Setelah peristiwa itu, Jibril
menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara tiba-tiba. Rasulullah
saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang pernah dirasakan oleh
Nabi Musa saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa.
Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera
menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke
rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar dengan keras
dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah beliau kali ini berhubungan
dengan jin atau alam perdukunan? Apakah beliau telah mengigau sehingga beliau
mendengar suara-suara dan melihat wajah-wajah yang belum pernah dilihatnya?
Rasulullah saw mengkhuatirkan dirinya kerana beliau sangat benci kepada perdukunan.
Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan gementar. Beliau berkata kepada
isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!" Kemudian isterinya
segera menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap keringat yang berada di
keningnya. Isterinya dikejutkan dengan kepucatan wajah beliau yang mulia dan
kegementaran tubuhnya.
Khadijah bertanya kepadanya:
"Apa yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw menceritakan secara
terperinci apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata: "Sungguh aku khawatir
terhadap diriku." Khadijah mengetahui bahawa ia sekarang berhadapan dengan
masalah yang serius, suatu berita gembira yang ia tidak mengetahui hakikatnya,
suatu berita gembira yang seharusnya tidak dihadapi Muhammad saw dengan
kekhuatiran dan kegelisahan.
Khadijah berkata dengan maksud untuk
meredakan ketakutannya: "Tenanglah. Demi Allah, Allah SWT tidak akan
menghinakanmu selama- lamanya. Sungguh engkau adalah seorang yang baik, yang
menyambung tali silaturahmi, yang berbicara dengan jujur, dan yang menghormati
tamu."
Meskipun kalimat-kalimat tersebut
penuh dengan kedamaian dan kesejukan, tetapi kegelisahan Rasul saw juga belum
hilang. Kemudian Khadijah pergi bersama beliau ke rumah Waraqah bin Nofel,
yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia mampu
menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab Taurat
dan Injil di mana matanya telah buta kerana masa tua.
Khadijah berkata kepadanya:
"Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak saudaramu." Waraqah
berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?" Rasulullah
saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna. Waraqah berkata sambil
mengangkat kepalanya yang tampak kehairanan: "Itu adalah Namus (Jibril)
yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang yang mengerti,
Waraqah bin Nofel mengetahui bahawa ia berada di hadapan seorang Nabi yang
berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Setelah keheningan sesaat, Waraqah
berkata: "Seandainya aku masih hidup ketika kaummu mengeluarkanmu dan
mengusirmu." Rasulullah saw bertanya: "Mengapa aku harus diusir oleh
mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada seorang pun yang akan datang
seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami penderitaan dan pengusiran.
Seandainya aku hadir di saat itu nescaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam pun
dikembangkan. Kehendak Allah SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi
yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca
akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang
terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahawa
para nabi semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan
mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa oleh Muhammad saw
tidak berbeza dalam esensinya dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi
Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain, tetapi yang berbeza adalah bentuknya,
sedangkan esensinya tetap seperti semula, yakni berdasarkan tauhid. Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw berbeza dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa
nabi-nabi sebelumnya kerana sebab yang penting, yakni bahawa Islam ini
merupakan ajaran yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi. Islam
tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua golongan.
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah tertentu
atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau zaman
tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau dengan kata lain, ia merupakan
ajakan untuk membangkitkan akal manusia di mana saja mereka berada tanpa ada
batasan tempat atau waktu.
Universalitas ajaran Islam tidak
dikenal pada risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap risalah itu
diperuntukkan bagi bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh kerana itu,
mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang bersifat sementara seringkali mendukung
risalah- risalah yang dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk
menghidupkan akal manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk
membawa mukjizat yang mengagumkan. Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan
pembuka untuk berdakwah dan membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"'
(bacalah). Dan hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama
Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Cuba Anda
renungkan permulaan pertumbuhan dan
puncak pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha
mencari mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha
Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan dan rezeki serta rahmat dan
kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan manusia apa saja yang tidak
diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk membaca. Ia
adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu
(ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada Allah SWT tidak akan
muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan dengan bentuk apa pun akan
melahirkan rasa takut. Oleh kerana itu, dalam pandangan Islam ilmu adalah hal
yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah
mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika
mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh dari
mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih buruk
daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam merupakan
tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan
Hawa, sebagaimana diceritakan oleh Al-Quran adalah bukan semata-mata kisah
kesalahan memakan pohon terlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki dimensi-
dimensi yang dalam dan aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda menyelami
kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol- simbol dari makna-makna
yang lebih penting.
Dialog internal yang dialami oleh
para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam untuk memakmurkan bumi dan
menjadi khalifah di dalamnya serta pengajaran yang diperoleh Nabi Adam tentang
nama-nama semuanya dan bagaimana beliau mengemukakan nama-nama tersebut kepada
para malaikat, serta ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha
Nabi Adam untuk memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya serta
pengetahuan para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam dan para
keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan dari
penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum. Pandangan
tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:
"Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita memahaminya saat
ini dan bagaimana generasi yang pertama dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat
Rasul saw dan para pengikutnya dan para tenteranya memahaminya? Saat ini kita
memahaminya dengan pemahaman yang sederhana. Kita mengetahui bahawa kalimat
"untuk menyembah-Ku " bererti ritual dalam beribadah dan aspek-aspek
lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat, solat, puasa, haji, zakat
dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang solat diperbolehkan untuk menyembah
Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di
bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli produk-produk yang dibuat mereka
serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan teknologi orang-orang Barat. Namun
mereka sendiri tidak menghasilkan apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan
kontribusi kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya seperti bulu yang dimainkan
oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang dahulu berkaitan dengan kalimat tersebut
sebagai berikut:
"Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya: "Illa
liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui). Perhatikanlah bagaimana pentingnya
perbezaan antara praktek-praktek ibadah dengan bentuk-bentuknya dan
kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah
SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini bahawa Allah SWT menciptakannya agar ia
mengetahui Allah SWT atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang
Muslim yang pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia
semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al- Quran dan tangan yang lain
memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia
kepada kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat
ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat memimpin kehidupan dan mereka justru
mendapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahawasanya
tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang
diridhai di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada Allah swt
dan kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah secara langsung kesaksian kepada
orang-orang yang berilmu. Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih
besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeza dengan ilmu dalam
peradaban Barat. Memang benar bahawa Islam yang bertanggungjawab terhadap
tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan metode
ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai produksi,
pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah metode al-Istiqra,
yaitu suatu metode yang mengikuti bahagian-bahagian terkecil (parsial) melalui
jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan
memperhatikan hal-hal yang tidak dapat tunduk terhadap suatu eksperimen, atau
melalui jalan matematis murni yang membutuhkan kepada matematis murni di mana
hal itu bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini
bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini
dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahawa ia
sangat berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban
Islam.
Seorang guru yang bernama Bruicll
dalam bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan tentang dasar-dasar peradaban
Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun mempelajari bahasa Arab dan
ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di
Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatkan keutamaan
yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka
sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh kerana itu,
ia tidak malu ketika menyatakan bahawa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu
Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar
Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa dijadikan sanggahan terhadap
orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka mengetahui bahawa mereka
sebenarnya mengambil senjata yang sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan
bahawa rahsia kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali
kepada pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode
Islam, maka rahsia kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya
adalah kerana mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebesaran Allah
SWT sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal - sebagaimana diambil
orang-orang Barat - dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu
tujuan. Jadi, ruang lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi,
dan alat-alat pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian
dan kematian adalah rahsia yang misteri dan melawannya adalah hal yang
mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak
mengetahui sesuatu pun tentang roh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak;
tidak ada jawapan dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya
mempelajari aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah
pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana untuk
mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam
menyatakan bahawa gerakan atom dengan gerakan sistem tata suria di bawah
kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru
membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahawasanya kepada Tuhanmu
lah kesudahan (segala sesuatu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru menghantarkan manusia
untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya beribadah
kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu
(ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia
untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta hanya beribadah
kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang
kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahawa tidak
ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan
tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik tuhan yang berupa
kepentingan-kepentingan peribadi, kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran
yang mengusai manusia, warisan para datuk dan nenek, berhala-berhala yang
terbuat dari batu dan kayu, mahupun berbagai macam tuhan lain yang bohong.
Adalah salah jika seseorang membayangkan bahawa kalimat "tiada Tuhan
selain Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala
sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan
apa yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan pergelutan besar
bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergelutan yang berakhir
pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih
berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan mustahil pergelutan itu akan
terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan
dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan
kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam
dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahawa ia harus memikul
senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya
sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas
kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terakhirnya
adalah tauhid dalam kedalamannya yang jauh.
Jika tauhid difahami secara benar,
maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT: manusia akan
bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhuatiran atas rezeki, manusia akan
terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang untuk
menyerukan bahawa hanya Allah SWT yang patut disembah dan bahawa semua manusia
adalah hamba- hamba-Nya. Dengan membebaskan manusia dari menyembah sesama
mereka, maka kebebasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu
bahawa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan
akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat difahami, tetapi ia hanya
sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari
kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal.
Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur dari
unsur-unsur pembentukan keperibadian Islam dan bahagian dari bahagian-bahagian
sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan
bahawa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang
melata pun di bumi melainkan Allah- lah yang memberi rezekinya. " (QS.
Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw
bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan.
Jika demikian halnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir
terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam
ruang lingkup mengambil atau melalui jalan-jalan menuju sebab. Yakni berusaha
untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajipan bagi orang Muslim dan percaya
terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajipan bagi orang
Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat
(sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. "
(QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin rezeki di
dunia dan memerintahkan manusia untuk berusaha mencapai rezeki di akhirat.
Rezeki di dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu
melakukan usaha yang terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk
berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat,
Allah SWT memerintahkan manusia untuk berusaha mencapainya kerana ia adalah
rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui
dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad
melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim
dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memberi
seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai
memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang
umat Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari
yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT
menyebutkan amal makruf nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini
dimaksudkan agar akal manusia tergugah akan pentingnya jihad di jalan Allah
SWT. Amal makruf dan nahi mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang
tongkat dan mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak solat;
ia juga tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak
berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar memperhatikan
hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak
diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah
seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi
orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian
membaca ayat berikut ini:"
"Hai orang-orang yang beriman,
jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu
apabila kamu telah mendapat petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah saw
bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan
mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka
semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat
tersebut sangat jelas ertinya. Yakni bahawa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan
dengan adanya jihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha
untuk menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat
mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak
kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang
Islam yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut dengan pemahaman kita
saat ini di mana kita telah kehilangan keberanian, dan rasa takut telah
menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan
keselamatan diri mereka daripada memerangi orang- orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah datang dengan
membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk memerangi
orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas
di muka bumi. Allah SWT berfirman:
"kerana itu, hendaklah
orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di
jalan Allah. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau
memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang
besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang
yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita mahupun anak- anak yang semuanya
berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim
penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong
dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan
kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaan dengan makna kejayaan
yang besar:
"Sesungguhnya Allah telah
membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan syurga
untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat,
Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)
daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan
itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at- Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan
renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa
orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan harta tersebut
pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah
SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus dengan syurga dan bagaimana
Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu
mereka bahawa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat
bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan
hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa diutus dengan pedang,
seperti yang disebutkan dalam lembaran- lembaran atau buku-buku orang-orang
Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani
Israil berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan
berperanglah, dan kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka kehendak
Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai
akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur
yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan
Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan tanggung
jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban sebagai pengikut Nabi
Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam
sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca
dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha
melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak
dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk warna kulit tertentu atau untuk
kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang
komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad
dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan
menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia
semuanya di hadapan Allah SWT.
Adalah salah jika ada orang yang
menganggap bahawa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek
duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawapan yang akan di koreksi
di hari akhir. Ia adalah ujian dan tempat percubaan bagi manusia agar manusia
mengetahui apakah ia layak untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT yang
telah diberikan kepada Adam. Atau apakah ia justru layak untuk jadi bahagian
dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang bahan bakarnya manusia
dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah menjelaskan
hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau
menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
" (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergelutan. Dan
Allah SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian agar manusia menyedari siapa
di antara mereka yang terbaik amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan
menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia.
Allah SWT menciptakan manusia agar manusia mengetahui, dan pengetahuan yang
paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari
kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal
balasan yang akan di terimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami
sarikan dari hari akhir ini mengharuskan kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan
kesucian dan kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang
di dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh
Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan hakikat
yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul
sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah tauhid dan
mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan menyerahkan
jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam Islam adalah
ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna keadilan yang sangat
kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahawa karakter dari Islam adalah
keadilan. Barangkali bahagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada
esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari agama dan
lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap agama
terdapat karakter yang khusus yang menggambarkan bentuk yang paling tepat
sesuai dengan kebutuhan utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai
dengan waktu saat itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di
tengah-tengah suasana penyembahan berhala di kalangan orang-orang Mesir kuno.
Yahudisme diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan kerana itu,
karakter utamanya adalah ketegasan (as- Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh
dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari
tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan
dapat menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak
manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat yang sama mereka keluar dari
Fir'aun untuk masuk ke cengkaman orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi
justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh kerana itu,
orang- orang Masehi bertanggungjawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi
dengan cara yang berbeza sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah
menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata kerana kekuatan orang-orang Romawi
mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara keseluruhan. Maka
kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan cara menghindari tindak
kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain
orang- orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian dan cinta yang
disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya dan
kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai agama
yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan di muka bumi, sehingga
Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang
yang berhak mewarisinya. Oleh kerana itu, agama yang terakhir ini harus
mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman
tertentu dan kelompok tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah
contoh yang tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk
dibandingkan dengan tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk
melakukan sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki
perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok
ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam yang
berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala sesuatu
pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer yang akhir.
Dan barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam pengaturan alam
bersandarkan kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan bahawasanya
tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali
'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam Islam
merupakan cermin yang tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT
terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum Muslim.
Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau
keadilan dalam balasan, tetapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan
sesudahnya, keadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan
metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan
Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah
Islam. Di sana terdapat keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan antara
individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara
lelaki dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang
kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu
sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai
al-'Adl (Yang Maha Adil).
Selanjutnya, Islam adalah agama yang
sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam
surah Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari
peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain
hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan
orang-orang yang berserah diri (kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as
berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami, terimalah dari
kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh
kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat
haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima
taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk
berwasiat kepada keturunannya dan di antara mereka adalah Yakub agar mereka
mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan
ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai
anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub,
beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalanku?
Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu,
Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk
patuh kepadanya.'" (QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam
surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman
kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang
yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah
seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya
bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau
berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar mematikannya sebagai orang
Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT
berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya
Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan
kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi,
Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan
Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah,
Allah SWT mewahyukan kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan
kepada rasul-Nya lalu mereka berkata:
"Kami telah beriman dan
saksikanlah (wahai rasul) bahawa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi
Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah
nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi
adalah orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang
terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam surah
al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya
solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,
tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-
An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau menjadi orang
Muslim yang pertama, padahal penamaan umat
beliau dengan sebutan al-Muslimin
adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu
dikenal di kalangan nabi-nabi yang
terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan
penamaan agamanya dengan sebutan
al-Islam sebenarnya berhutang kepada datuknya
yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah
SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah
menamai kamu sekalian orang- orang Muslim
dari dahulu. " (QS. al-Hajj:
78)
Tidak ada pertentangan dalam
pendahuluan para nabi dengan sebutan al- Muslimin daripada Rasulullah saw dan
kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang
pertama) di sini tidak difahami dari sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi
yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang
paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya
tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang
singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Quran."
Kita mengetahui bahawa Al-Quran
al-Karim menetapkan akhlak yang mulia meskipun dalam batasannya yang sederhana
dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi.
Oleh kerana itu, akhlak seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah
beliau memiliki akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau
mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul yamin
(orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk
al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya memiliki
semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih
dari itu semua. Beliau berada di puncak dari segala puncak keutamaan akhlak,
sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu
terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al- Qalam: 4)
Para Mufasir berbeza pendapat
tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang agung). Sebahagian
mereka mengatakan bahawa yang dimaksud adalah Al-Quran. Sebahagian yang lain
mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan bahawa beliau tidak
memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat
penjelasan tentang darjat beliau yang tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat
yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya
solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,
tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-
An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang paling
utama di antara manusia semuanya; beliau memiliki keutamaan yang melebihi semua
manusia; beliau memiliki rahmat dan kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh
seseorang pun. Meskipun beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru
kerana posisi beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang
terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata yang
terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang
kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu
kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi rahmat
bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang
Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau
tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi
alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari
diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan
bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang- orang yang berhak
mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah rahmat yang dihadiahkan
kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat yang
mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai dakwah dengan
mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan kitab
alam atau Al- Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT yang
terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan
melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi. Dan kitab
alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu
di muka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap
misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri
mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahawa Al-Qur'an itu adalah
benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan
pengamatan:
"Atau siapakah yang telah
menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang telah menjadikan sungai-sungai
di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengukuhkan)nya dan
menjadikan suatu pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan
(yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui."
(QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan
atau cara untuk membaca kalimat- kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana
terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah
Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecemerlangan basirah, sehingga Al-Qur'an
menjadi bahagian akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia
diliputi dengan kekurangan, baik secara materi, rohani, undang-undang mahupun
dari dimensi kehidupan yang biasa melekat pada manusia saat itu. Dan sebelum
diutusnya Rasul saw yang beliau adalah manusia yang sempurna dan paling utama,
alam belum mencapai puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak
dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami
kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia
ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan agama bagi manusia
dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak terwujud
begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara serius dan sungguh-sungguh,
sehingga beliau menjadi manusia yang paling layak untuk mendapatkan pujian
penduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan semua
itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki
lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal seorang
nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran yang mengagumkan
di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh
Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta tidak akan mengajak manusia menuju
kebenaran kecuali jika manusia tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir
dan membangkang. Beliau berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah;
beliau siap memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan
cubaannya; beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau
datang kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan
dengan suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada
diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan
menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu kepada Rasul
saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak manusia untuk menyembah Allah
SWT. Dimulailah dakwah secara rahsia yang berlangsung selama tiga tahun dalam
persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah
binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya, Abu Bakar
sebagaimana beriman kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu
masih kecil dan hidup di bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid
bin Tsabit, seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah,
sehingga ia memasukkan dalam dakwah teman- temannya, seperti Usman bin Affan,
Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi,
yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda
kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian darjatnya di sisi Allah SWT. Setelah
itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin Awam
dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan
sayapnya secara rahsia di Mekah.
Kemudian berita tersebarnya akidah
yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak
begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan bahawa Muhammad telah menjadi -
kerana uzlah yang dilakukannya di gua Hira - salah seorang juru bicara tentang
ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin
Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara rahsia
berhasil mengembangkan misinya dan dapat melindungi akidah yang baru. Dan
selama perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan tahapan dakwah secara rahsia
keimanan telah tertanam dalam hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw
telah mendidik mereka dan telah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat
kemuliaan dan telah menciptakan mereka sebagai benih pertama dari pasukan
Islam. Pada suatu hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah perintah
Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan. Lalu berkumpullah
di sekeliling Nabi sekelompok tentera yang besar dan datanglah perintah Ilahi
agar beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan
keluarga dekatnya. Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki
tahapan yang kedua. Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya
penekanan terhadap para dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka
didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy mengetahui
bahawa Muhammad berbahaya bagi mereka. Beliau bukan hanya berbicara tentang
ketuhanan, tetapi beliau mengajak manusia untuk mengikuti agama baru, yaitu
agama yang mencuba untuk menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka
serta tuhan-tuhan mereka yang mereka yakini; agama yang mencuba menyingkirkan
kedudukan sosial mereka dan kepentingan- kepentingan ekonomi mereka; agama yang
menyatakan bahawa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain
selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama
tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan orang-orang yang
memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah pengumuman dakwah secara
terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendang peperangan. Kemudian
peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar Quraisy dan para pengikut
Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh
Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahawa
Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai memanggil-manggil tokoh
Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua berkumpul, beliau bertanya
kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku memberitahu kalian bahawa
seekor kuda akan datang menyerang kalian?" Mereka menjawab: "Tentu,
kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau berkata: "Aku seorang
yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap kalian. Di hadapanku terdapat
seksaan yang berat jika kalian menentang." Abu Lahab berkata:
"Sungguh celaka engkau, apakah kerana ini engkau mengumpulkan kami."
Dengan penghinaan inilah, peperangan
terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak mampu mempertahankan diri
mereka, maka mula- mula Allah SWT membantu mereka dan menolong mereka dengan
menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu
Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta
bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya
ada tali dari sabut. " (QS. Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang pendek dan
tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah dari pintunya yang paling
pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab
adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran kerana ia mengkhuatirkan
kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya
tidak memiliki erti sama sekali di sisi Allah SWT kerana ia sekarang berada dan
dimasukkan di tengah-tengah neraka yang menyala- nyala, sedangkan isterinya
membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya
terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya dengan dunia binatang
yang tidak berakal. Sebahagian besar orang-orang yang menentang dakwah adalah
orang- orang yang berhubungan dengan dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu mengira
bahawa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain,
hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari
binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan
reaksi orang-orang kafir dan orang- orang musyrik, maka kita akan
terhairan-hairan.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka hairan kerana
mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan
orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.
Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang sangat menghairankan'." (QS. Shad: 4- 5)
Cobak perhatikan bagaimana kebodohan
kaum itu di mana mereka menganggap bahawa pada hakikatnya terdapat multi tuhan
dan mereka justru merasa hairan ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan
yang esa. Mereka justru merasa hairan ketika berhadapan dengan masalah yang
fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat
kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan
mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya
hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita
tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa nekadnya kaum
itu di mana mereka mulai menghina dan mengejek Rasulullah saw, padahal beliau
telah datang di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari api
neraka, dan cuba perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan
mereka. Mereka membayangkan bahawa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak
bersabar dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek
kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa hairan terhadap
kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan tuhan-tuhannya yang
terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat tuhan dari adunan
roti di mana mereka menyembahnya kemudian memakannya. Mereka mengatakan bahawa
tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari rasa lapar atau mereka mengatakan
bahawa kami menyembah mereka agar mereka dapat mendekatkan kami pada Allah
sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah Nabi terus
berlanjutan dan tertanam di muka bumi. Mereka orang-orang musyrik menuduh Nabi
sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan
mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahawa beliau
berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan
ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta kepada beliau untuk
mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka memberitahu bahawa mereka
tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu mata air yang memancar
dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur
yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana
yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang
dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran dakwah
yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau beliau mampu
mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian itu meskipun
ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat, kecuali jika ia
menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan usaha
mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap memberitahu mereka dengan penuh
kelembutan bahawa apa saja yang mereka minta itu tidak sesuai dengan Islam.
Sebab, Islam hanya menyeru akal dan berusaha menciptakan kebebasan. Beliau
menyampaikan kepada mereka bahawa beliau hanya sekadar manusia yang diutus oleh
Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di
mana seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di
dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di dalamnya dari
seksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para tokoh mereka adalah
para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu tidak akan bermanfaat bagi
mereka pada hari kiamat. Seksaan yang bakal mereka terima tidak dapat mereka
hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya.
Demikianlah Islam - sebagaimana
agama-agama sebelumnya - mengumpulkan di sekelilingnya orang-orang yang berakal
dan orang- orang yang fakir serta orang-orang yang menderita di muka bumi.
Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial
yang tertindas dan tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk
kelompok-kelompok yang zalim.
Islam bukan hanya memberikan solusi
ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau masyarakat, tetapi Islam memberikan
solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia secara umum; Islam meyakini bahawa
manusia bukan hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan dan naluri seksual
yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya di lihat dan dinilai dari sisi ini,
namun Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya yang hakiki, tanpa
membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia terdiri
dari bangunan fizik dan rohani, terdiri dari akal dan ambisi dan terdiri dari
celupan dari Allah SWT dalam rohnya.
Islam tidak mementingkan fizik saja
dan meninggalkan rohani, begitu juga sebaliknya. Terkadang fizik boleh jadi
mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi rohani justru mengalami
penderitaan yang luar biasa. kerana itu, pemuasan salah satu dimensi dari
dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada kesempurnaan atau
kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi yang dapat
menyelamatkan manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas
ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin dalam
kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu beliau
mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi
orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian
yang menguasai Mekah, sehingga orang-orang musyrik justru meningkatkan usaha
pengejekan dan penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh kerana itu, beliau semakin
sedih lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahawa mereka
tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka
mulai menentang Nabi dan ayat- ayat Allah SWT, padahal Nabi adalah salah satu
dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui
bahawasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu
bersedih hati), kerana mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi
orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al- An'am:
33)
Kemudian kaum musyrik meningkatkan
penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya. Peperangan dimulai: dari
peperangan urat saraf sampai peperangan fizik. Mereka mulai menyeksa para
pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu, musuh-musuh Islam
membayangkan bahawa dengan cara menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah
Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk berdakwah. Mereka
menganggap bahawa kaum Muslim justru memilih untuk menyelamatkan diri mereka.
Namun para tokoh- tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikejutkan ketika
melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin membakar semangat kaum
Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin bahawa benih yang
telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan mereka tetap
bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka bumi, yaitu suatu
risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan (kesempurnaan) yang telah
hilang darinya dan kemanusiaan yang telah disia-siakan serta kehormatan yang
telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah hilang.
Kaum Muslim yakin bahawa mereka bukan
hanya membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan hanya
memperbaiki masyarakat yang rosak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka
mengetahui bahawa mereka akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka akan
menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk yang
baru dan dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar kebesaran
sang Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam,
orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban yang dahulu dan moden,
orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi
kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang dapat
dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka, mereka
menjadi cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata
pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang kepada mereka
dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika mereka berpaling
dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita dan kertas-kertas
yang tidak berguna, maka saat itulah orang-orang Barat dapat menguasai kaum
Muslim kerana mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri.
Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka.
Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk
menghidupkan ajaran-ajarannya nescaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada awal-awal masa tersebarnya
Islam, kaum Muslim menyedari bahawa mereka menghadapi peperangan yang tidak
akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan pun tetap ada. Oleh
kerana itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan seksaan, maka keimanan
mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh
kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran.
Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia
adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem ekonomi yang berlaku
saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem perbudakan. Seorang yang
beriman tersebut diseksa di Mekah di mana ia tidak memperoleh kebebasannya yang
hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan
menyeksanya berserta ibunya. Bahkan seksaan semakin meningkat atas ibunya agar
ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan
dengan tegas menolak ajakan untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya
dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam
mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu bernama Sumayah, ibu dari
Amar bin Yasir.
Banyak kalangan orang-orang bodoh
mengatakan tentang persetujuan Islam terhadap sistem perbudakan, atau Islam
mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahawa Islam dibangun berdasarkan
suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam
ingin mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama manusia menuju kepemilikan
kepada Allah SWT.
Jika Islam tidak turun dengan
nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan, maka
dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya menghentikan - baik
dalam tindakan mahupun ucapan - sumber-sumber sistem ini. Allah SWT sebagai
pemilik syariat mengetahui bahawa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara
yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan kerana Islam tidak turun pada
waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh
untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang sementara
ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang pertama atau dasar pertama
yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga Islam
mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam mengharamkan sistem perbudakan
secara bertahap, seperti proses pengharaman khamer. Jadi, keseriusan Islam
sangat menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita bahawa
Islam membolehkan para tenteranya untuk memperbudak para tawanan perang, maka
kita akan mengatakan bahawa Islam menerapkan sistem ini sebagai bentuk
pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan
kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh kerana
itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika
Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan dimain-mainkan
dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk memperdaya Islam.
Demikianlah bahawa dakwah Islam
mengalami berbagai macam hambatan dan penindasan. Dan ketika orang-orang yang
terseksa mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka
Rasulullah saw memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahawa para dai
di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan
darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam.
Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan
kepada kita bahawa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh
masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika ini
dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat tertentu,
maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan manusia secara
keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah sadar
bahawa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan menerima pengusiran,
penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini adalah harga yang pantas
yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan.
Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang hati, maka
bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia cinta
kepada keabadian. Secara naluri manusia merasa takut pada azab dan kematian.
Dan barangkali yang membezakan orang-orang Islam yang hakiki dengan yang
lainnya adalah bahawa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian.
Ini adalah tolok ukur yang pasti untuk membezakan antara seorang Muslim yang
hakiki dan seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya
klaim semata.
Seorang Muslim yang hakiki menyedari
bahawa ajal di tangan Allah SWT, rezeki ada juga di tangan-Nya, begitu juga
keamanan semua ada di tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia memulai
pergelutannya untuk menyebarkan dakwah. Ia siap untuk menerima penyeksaan dan
penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun siap menitiskan darahnya sebagai harga
yang pantas yang diserukannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua
dilakukannya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut kerana Islam
membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji
orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat mereka
dalam keadaan hidup- hidup.
Khabab bin Irit pergi menemui
Rasulullah saw dan meminta tolong kepada beliau dari penyeksaan orang-orang
Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau menolong kami, wahai Rasulullah?
Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah saw
menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah di
jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka
digergaji di mana tubuh mereka di pisah menjadi dua, namun mereka tetap
mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah
ini tetapi kalian terlalu tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat yang penuh
kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin memahamkan kepada orang
tersebut bahawa termasuk dari kesempurnaan iman adalah membayar harga kebebasan.
Jelas sekali bahawa Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang yang
memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan:
"Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya:
"Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawapannya adalah: "Segala
sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah."
Jadi, kaum Muslim yang pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka
merasakan kedamaian yang luar biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT;
mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang
datang kepada mereka; mereka justru memberitahu orang-orang musyrik bahawa
mereka akan dapat mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang
mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum
musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan
mentertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan
orang-orang yang bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek
dan mengatakan: "Telah datang kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang
esok akan mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan
bertepuk tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut.
Demikianlah bahawa ejekan demi ejekan terus menyertai dakwah kaum Muslim.
Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk menyatukan
pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik menuduhnya bahawa
beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah dukun, dan pada kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah penyair, bahkan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa
beliau adalah seorang yang gila. Kemudian mereka semua sepakat untuk menuduh
bahawa beliau adalah seorang penyihir.
Walid bin Mughirah yang terkenal
sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka menuduh Rasulullah saw sebagai
penyihir yang dapat memisahkan antara sesama saudara dan antara seseorang
dengan isterinya. Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan
para pendatang di Mekah bahawa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun
demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun
pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian
yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT
menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di
punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan kalian?
Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al- A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim
hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka mulai melihat bahawa penggunaan
cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian mereka memilih untuk
menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian
dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang
lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah berkata kepada Rasul saw:
"Wahai anak saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di sisi kami dari sisi
nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan suatu hal yang besar di mana engkau
memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku kerana aku ingin
berbicara tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima
sebahagiannya." Rasul saw berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah."
'Utbah berkata: "Jika engkau menginginkan harta nescaya kami akan
mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling kaya
di antara kami, dan jika engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi
kehormatan itu bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan
menyerahkan kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak
mampu menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami
akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh."
Demikianlah 'Utbah mengakhiri
pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"Dengan nama Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam
bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang
membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka
tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang
menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan
dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami
bekerja (pula).' Katakanlah: 'bahawasanya aku hanyalah seorang manusia seperti
kamu, diwahyukan kepadaku bahawasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa,
maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun
kepadanya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya)
(yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya
(kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah:'
Sesungguhnya patutkah kamu kafir
kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu
bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dia memberkahinya
dan Dia menentukan padanya kadar makanan- makanan (penghuni)nya dalam empat
masa. (Penjelasan itu sebagai jawapan) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian
dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu
Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang
dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat
dengan bintang- bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-
baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika
mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah menjawab
tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk menghadapi tawaran dan iming-iming
tersebut dengan membaca sebahagian dari surah Fhusilat yang merupakan salah
satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril.
'Utbah bangkit dari tempatnya ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya:
"Jika mereka berpaling, maka
katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang
menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam keadaan takut
dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab dunia terngiang di
telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia mengusulkan agar
orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah
perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya
perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak
kekerasan dan penyeksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum musyrik
semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw sangat
menderita melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum Muslim
membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang mereka
anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan Allah SWT, maka
Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan izin
untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah gelombang
hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu setelah dua tahun
diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas orang Muslim.
Mereka keluar secara rahsia dan mereka menuju ke laut. Mereka berlayar meskipun
orang- orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin berlayar kerana
mereka takut dari laut dan mereka yakin bahawa manusia yang berlayar di laut
akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang hijrah yang
kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan
sembilan belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim
beberapa orang dan tetap berusaha menyeksa dan menyakiti orang-orang yang
berhijrah. Mereka mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat
mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka menuduh kaum
Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah dan mereka juga tidak
menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak
lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya
Najasyi seorang yang berakal lalu ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin
dan bertanya kepada mereka tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum
muhajirin menceritakan kepadanya tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang Isa lalu
mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan rasul-Nya dan roh-Nya
serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, wanita yang perawan yang
suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari bumi dan
mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih dari
kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi
mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil
suap dariku sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin tinggal
di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang dipimpin oleh seorang
laki-laki yang diberi kematangan berfikir di mana ia cenderung mengimani
karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan
Ilahi adalah bahawa masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami
kelemahan dalam akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Allah SWT memperkuat dakwah Islam
dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar
bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai keperibadian yang tangguh di Mekah di
mana masing-masing dari mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT
berkehendak untuk memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan
Allah SWT telah meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah
masuk Islam kerana dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadap orang-orang
yang tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan berkata
kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa yang diperoleh oleh anak
dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu
Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam dan
tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih
berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah
mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah
kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal
sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku
berada di atas agamanya."
Demikianlah permulaan keislaman
Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia di mana perasaannya berkobar ketika ia
melihat anak saudaranya diseksa dan dianiayai dan dia tidak mendapati seorang
pun yang membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun
sebab yang paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang
telah dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu
rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti lelaki
yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya kerana ia seorang yang lemah dan tidak
mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal
dengan ketangguhan sikap dan kekerasan perilaku. Seringkali kaum Muslim
mendapat seksaan darinya ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang
yang mendapatkan seksaan darinya adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir
berserta isterinya menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab
menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak menemukan suaminya. Umar
melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar berkata (saat
itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan pergi
wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu berkata:
"Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT. Engkau
telah menyeksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami akan pergi sehingga
Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami." Umar berkata:
"Mudah-mudahan Allah SWT menemanimu."
Wanita itu melihat tanda-tanda
kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika suaminya kembali, ia
menceritakan kepadanya bahawa ia sangat berharap kepada keislaman Umar. Lalu
suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam sampai keldai Umar masuk
Islam." Ia mengatakan demikian kerana ia melihat betapa bengisnya dan
kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat daripada pandangan
fikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada Umar.
Belum lama mereka berhijrah sehingga
Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam
dirinya. Dan barangkali Umar merasa kebingungan lalu ia menetapkan untuk
membunuh Rasul saw. Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw.
Kemudian ia bertemu dengan orang-orang yang memergokinya dalam keadaan
kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya, hendak ke mana ia akan pergi? Umar
menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya sehingga
orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek, seseorang
berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum engkau membunuh
Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang terjadi pada
keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan suaminya
telah masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar segera
mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya sedang
membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar, mereka
menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya aku mendengar suara
bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya mengatakan:
"Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun tampak marah
kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu Umar memukulnya
sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu justru membangkitkan sumber
rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wuduk agar mereka
mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum lama Umar
membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk
Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang yang paling kuat yang
dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu
untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari
celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan
pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang
sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahawa Umar datang dengan maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit dan
memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan
pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang
diinginkannya. Umar menjawab bahawa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi
bahawa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai merasa
bahaya akan mereka temui setelah keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh
Mekah dan orang-orang yang dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk
Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah secara rahsia dan dengan malu-malu, namun
ketika Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang
mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang memberikan jalan padanya
saat tawaf. Mekah mengetahui bahawa ia menghadapi suatu dakwah yang akan dapat
mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai menghantui para
pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode baru untuk menghadapi kaum Muslim.
Mereka yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai
mencuba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan. Kaum
musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum Muslim.
Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai penghormatan kepadanya.
Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka memenuhinya dengan
berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka mendekatkan mereka kepada
Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah penduduk Mekah tidak menjual
barang apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum
Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum
Muslim dan membunuh perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang
beriman kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi
oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir mahupun orang-orang
beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di mana ia bersama orang-orang
Quraisy menentang kaumnya.
Kemudian Dimulailah blokade ekonomi
terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan minuman yang datang kepada
mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi.
Ketika kafilah perdagangan datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi
menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab
berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang, mahalkanlah
dagangan kalian terhadap sahabat- sahabat Muhammad, sehingga mereka tidak mampu
membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian alami, bahkan aku akan membeli
apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut, para
pedagang pun menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak wajar, sehingga
seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan.
Kemudian pedagang itu pergi ke Abu Lahab dan meminta kepadanya agar membeli barang
yang ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi
sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di mana
mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan
ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sahabat
sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi
hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerencing di bawah air kencing. Tiba-tiba
ia menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia mengambilnya dan
membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya dengan air sampai bersih
lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut wahyu
tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan bencana yang keras
ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul
segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim mendapatkan
berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi aktiviti dakwah Islam tidak
pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain
mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada orang-orang tersebut
tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada para penghujung itu
untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan
keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka masuk Islam.
Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan mempertanyakan
kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran mulai
menyerang hati.
Kemudian Selesailah peperangan
ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak berdampak
terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima penderitaan dan
kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan keimanan mereka semakin kuat
serta kepercayaan kepada Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu datanglah tahun
kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan dan menghirup udara
segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin memulai kehidupan
barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikejutkan dengan kematian isteri
tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian bapa saudaranya yang tercinta
Abu Thalib.
Abu Thalib adalah seorang yang besar
yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum
Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan
"tembok perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan
Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati
yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah.
Khadijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga, bagi
Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik suami,
sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika
kehilangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan
para sejarawan menamakan tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya,
orang- orang musyrik justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka
menganggap bahawa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu
melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat meringankan
beban penderitaannya.
Setelah kematian dua orang tersebut,
penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan
orang-orang musyrik memilih waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di
Mekah lalu mereka membawa usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka
melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau sujud.
Kemudian berita memilukan itu sampai kepada puteri tercintanya, Fatimah
az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan
membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika
beliau melihat bahawa keadaan beliau sampai pada batas di mana anak perempuan
beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar dalam berdakwah di
jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berfikir untuk pergi ke Tha'if di mana
di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika
di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah berhubungan mesra
dengan kebatilan lalu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT
akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang
akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik memperlakukan
blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah saw sehingga tekanan
kepada beliau semakin meningkat sampai pada batas di mana pergerakan dakwah
tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan
Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu beliau
memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if lebih dari
tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki, pergi
dan pulang.
Kita tidak mengetahui
pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah saw saat beliau
pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang kita ketahui
adalah bahawa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan akhirat. Tetapi
mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan Jahiliah.
Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal
di sana selama sepuluh hari. Beliau
mundar-mandir dari satu rumah ke
rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan
yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak
seorang pun yang mahu mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang mahu
beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadi-jadi dalam
menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang mana
beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah saw berdiri di
Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana agar merahsiakan kunjungannya kepada
mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah terhadap agama yang
dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan
yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka melakukan
perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama manusia. Mereka
menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang biasa untuk membentuk
dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari Rasulullah saw dengan batu
dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau mendapatkan lemparan
bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan kepedihan saat
kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur dari kaki
beliau.
Kemudian Rasulullah saw diusir
sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari
orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan pohon anggur.
Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir
dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang
pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu
meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau menghulurkan
tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi,
perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata:
"Anda dari daerah mana?"
Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari Nainawa." Nabi
berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki soleh Yunus bin Mata?"
"Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata:
"Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawapan Rasul saw, Adas
segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya
sambil menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia
menambah barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika
Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah
saw selama dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian beliau terkena
cubaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni
Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kembali ke
Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh penduduk Tha'if dan kini beliau
kembali menerima penolakan itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan
kesedihan yang mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin
deras mengalir kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat dan
semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana
tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa
penolong.
Pada saat demikian ini ketika
manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur dan
terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra'
dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia
tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang
semata- mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan
kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk
bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan
pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak
keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya,
munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat
satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain.
Kita mengetahui bahawa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh
Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti
Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahawa di antara para nabi ada seseorang yang
diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga
melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan Ruhul
kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan
seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan
jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi maju
sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh
untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat
itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada
Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang
yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal itu?
Ibrahim menjawab: bahawa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para
nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya
sehingga ia meminta: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku
agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab kepada Musa
tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahawa
makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari Zat sang
Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia
tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau
kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat
Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada
Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk difahami atau diselami
kedalamannya oleh para tokoh pencinta dan cintanya tersebut bukan termasuk
bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat
permintaan menuju ke tingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu
yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau
dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum Tha'if:
"Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan
mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi
itu: bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga
beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan
beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang beliau khuatirkan
adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan
Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan paling tinggi
yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan
Mi'raj. Mukjizat yang tujuannya adalah menghormati keperibadian Rasulullah saw;
mukjizat yang membangkitkan peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi
tanpa terkecuali didukung oleh berbagai macam mukjizat yang terjadi di muka
bumi bahkan para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa,
maka pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha
pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit
adalah bentuk akhir dari aktiviti mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama ketika kita
mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu mukjizat yang
terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan
rohaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya
tanda- tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan
mendapatkan berbagai macam tantangan dan cubaan yang biasa diterima oleh
penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama melewati
planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita
menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronaut pertama yang mampu
menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat ditembusi oleh manusia
setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad saw, namun sejak empat
belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan
beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas yang di
situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam ghaib. Bukankah syurga
bahagian dari alam ghaib? Beliau sampai di syurga. Allah SWT menamakannya
dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan
tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra'
bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam.
Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeza dalam Al- Qur'an
al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
yang telah Kami berkali sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebahagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat
Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad
telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu)
di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal. (Muhammad melihat
Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi
Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau
dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur; beliau tidak
bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang kafir
dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat beliau
bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusyuk itu lalu Allah
SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar
menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian
membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia dan
sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang tidur dan
datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul
saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan
pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau
membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw,
salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat
sebahagian tanda-tanda kebesaran- Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama
Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk
yang menyerupai burung dan mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang
terbuat dari kilat. kerana itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik
dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal
di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik
saja mencapai 186 ribu mil. Kita
tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kenderaan luar angkasa yang digunakan
dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam
ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau
gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq;
kami tidak hairan dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan
bertanya tentang semua itu kerana
kita mempunyai satu jawapan dari
semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT
mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama berselisih pendapat
tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan roh saja atau dengan rohani dan
jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahawa itu terjadi dengan roh dan
jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan akal dan terjerumus
dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan
usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau
hukum-hukum kita yang alami atau logik kemanusiaan. Allah Maha Suci dan Maha
Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw
naik berserta roh dan fiziknya ke puncak segala puncak di langit kemudian
beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang terjadi di
sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan berubahnya
benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau ia mampu
memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang
belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan
badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril dan
Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya di atas gunung Mekah dan
pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung
Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati ini,
Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul
Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya
dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan
memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati semua nabi
sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari
kematian dan mengumpulkan mereka di Masjid Aqsha. Para malaikat memberinya
suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain yang di
dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya. Dikatakan
pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fitrah dan umatmu akan memilih
fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan
datanglah waktu solat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka, siapa di
antara mereka yang menjadi imam solat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau
Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu
untuk solat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan solat bersama para
nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang
Muslim yang pertama. Secara logik bahawa beliau layak menjadi imam dari para
nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab
yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau
menangis saat membacanya. Kekhusyukan beliau saat membacanya membuat para nabi
pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka, pohon-pohon
dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu solat dan para nabi
membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di
dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang
Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit
pertama lalu beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah
SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian
hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui
langit demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat
rohani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau
semakin tinggi dan jauh di tingkat dan di puncak rohani dalam kecepatan yang
tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam
di langit pertama dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit
kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih
tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai
tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat,
kelima, keenam, dan ke tujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan
melampaui alam rohani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Beliau
sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul
Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau
menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya bahkan membayangkannya:
"(Muhammad melihat Jibril)
ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat itu
apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah SWT
memberitahu kita bahawa terjadilah hal penting di sana meskipun hakikat hal
tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita
tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya;
itu adalah tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya kerana ketinggiannya
yang tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik syurga dan neraka
memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT
Muhammad bin Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali ini beliau melihat
Jibril yang berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan
bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti
yang Nabi saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud
malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda
kebesaran Allah SWT yang Allah SWT
janjikan untuk di perlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS.
an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati
dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan
itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran.
Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan rohaninya:
"Penglihatannya (Muhammad)
tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya."
(QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke
tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke tingkat yang
makin tinggi sampai beliau berdiri di hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi
dan Penebar kasih sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang paling
sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil berkata:
"Sungguh penghormatan dan keberkatan serta selawat yang baik tertuju hanya
kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi
dan rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para
malaikat pun ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam
kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah SWT yang soleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan
permulaan tahiyat (penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka
melaksanakan solat pada setiap hari. Solat telah diwajibkan atas kaum Muslim
pada kesempatan yang besar ini. Hal popular di kalangan umumnya kaum Muslim
adalah, bahawa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh solat
sehari. Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa.
Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya tentang jumlah solat yang diwajibkan
Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahawa Allah SWT telah menentukan
lima puluh kali solat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk
melakukan solat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar
Dia meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah
SWT meringankan solat hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu
dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali
lagi kepada Allah SWT sehingga sampai diturunkan solat dari lima puluh kali
menjadi lima kali sehari. Namun solat yang lima kali itu pahalanya sama dengan
solat yang lima puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah tersebut
tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami
kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka
masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan
mereka menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan
Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta
keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang
lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri
cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahawa pertemuan Nabi
dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa
sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal
yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis dengan pena.
Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat difahami oleh manusia biasa.
Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak menyebutkan apa saja yang di lihat oleh Nabi
kerana itu merupakan rahsia antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus
yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Jadi
Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahawa beliau
melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang di
lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan adalah, bahawa Nabi bersujud
dengan khusyuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis kerana gembira.
Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi melihat rahsia dan
setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi
bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat
tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara tempat
tidurnya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat melakukan
perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita ketahui
adalah, bahawa Rasulullah saw kembali ke tempat tidurnya setelah Isra' dan
Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan
ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi
menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan
orang-orang Musyrik sehingga berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan
mendustakan kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun beliau tidak
peduli dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh
kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu masa di
mana Nabi saw mengetahui bahawa dakwah Islam di Mekah telah mengalami penekanan
yang luar biasa sehingga keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim.
Rasulullah saw bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya
agar ia berhijrah. Kemudian mulalah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah
tiga belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin
menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah
perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim
haji untuk menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang
beliau lakukan pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah,
lalu beliau bertemu dengan jemaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada
mereka, "siapa kalian?" Mereka menjawab: "Kami berasal dari
kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah kalian termasuk pembantu
kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau berkata,
"maukah kalian duduk bersama aku kerana aku ingin sedikit berbicara dengan
kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian mereka duduk bersama
Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan
Islam kepada mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang
disampaikan oleh Nabi saw. Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka
membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi
saw bahawa mereka meninggalkan kaumnya kerana kaum mereka terlibat peperangan
dan kebencian. Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan
Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahawa mereka akan
menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan
mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke kota
Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang sebelumnya ia
bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk meneranginya
dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di
hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan
keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang beriman
yang di antara mereka terdapat enam orang yang Rasulullah saw telah berdakwah
kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di 'Aqabah.
Kemudian Nabi melakukan solat pada mereka agar mereka mempertahankan keimanan
dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah
disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair
di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari manusia
tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan
kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk
Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita kaum Muslim Mekah
ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi
beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah
saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh
orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi
ke 'Aqabah dalam keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah
menghasilkan buah pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi
cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang
dialami kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari
mendapatkan kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan.
Orang-orang yang baik itu datang dan berniat kepada Rasul saw untuk membela
beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di jalannya. Mereka
datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka memberikan segala
sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai pencinta-pencinta
kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci
meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut
dikatakan bahawa Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia
masih berada dalam agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya.
Ketika ia duduk dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang
mengisyaratkan bahawa Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan
kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan memilih untuk bergabung bersama
kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya,
maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan
mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal
dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak
begitu peduli dengan kalimat Abbas itu kerana ia bukan termasuk dari agama
mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka
capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawapan dari penduduk Madinah. Lalu
mereka berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau katakan,
maka berbicaralah ya Rasulullah, ambillah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang
engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawapan
sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini sehingga Rasulullah saw
berbicara. Jawapan yang dicari oleh Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam
pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya,
maka tidak keluar penyataan apa pun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka
hanya menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan
Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan tidak
memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca Al-Qur'an dan mengajak
ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara tentang Islam dan beliau membaiat
mereka agar membantu beliau sehingga mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah
terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah
SWT itu mengetahui bahawa sebentar lagi mereka akan diajak untuk mengangkat
senjata: mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah naungan pedang.
Mereka menenangkan Rasulullah saw bahawa beliau akan mendapati orang-orang yang
sudah terlatih dalam peperangan kerana mereka mewarisi dari datuk-datuk mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang
itu menyebutkan masalah yang penting. Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya
di antara orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka
mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil
jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian
Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada
mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahawa pertanyaan
tersebut berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi tetap
bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut oleh
Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada
Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang
terpilih dari penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah
masalah perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan
kalimat-kalimat yang justru menekankan bahawa ikatan akidah lebih kuat daripada
ikatan darah. Beliau berkata: "Tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah
kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang
yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang- orang yang kalian
berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan
kembali ke negeri mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai ke telinga
orang-orang Mekah dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan
kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul
Nadwah. Mereka menetapkan akan mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan
dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu
dengan besi lalu dibuang di penjara sehingga beliau mati kelaparan. Sebahagian
lagi mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal
mengusulkan agar mereka mengambil dari setiap keluarga dari keluarga- keluarga
Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka diberi pedang
yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika
mereka berhasil membunuhnya nescaya semua kabilah bertanggungjawab terhadap
darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi orang
Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari pembunuhan
itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan mereka sepakat untuk
melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan yang
dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang
kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau
membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah
sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya
agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan sarana-sarana untuk hijrahnya.
Beliau menyembunyikan urusan tersebut bahkan beliau tidak memberitahu sahabat
yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang
pengalaman yang mengenal padang gurun seperti mengenal garis-garis tangannya.
Yang menghairankan penunjuk jalan itu adalah seorang musyrik. Demikianlah Nabi
meminta bantuan kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya.
Kemudian datanglah malam pelaksanaan
kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di
tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah
saw pun keluar dari rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah. Mereka
menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke
arah kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus
kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah. Dengan langkah yang
diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka.
Tahun dalam Islam adalah tahun
Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali tahun mereka dengan kelahiran Isa dan
ini disebut dengan tahun Masihi. Adapun tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali
pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah
Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari dari kebekuan; hijrah
tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di Mekah
hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia
mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun masa yang
dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat senjata.
Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata dan mulai
menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata sebagaimana luka akan
sembuh dengan syarat jika diubati. Nabi saw mengetahui bahawa Islam tidak akan
menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada dirinya; Islam ingin
tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu negara yang
belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang mencapai
keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana hukum
Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar
dijaga.
Inilah kedalaman hijrah yang
mengesankan yaitu pendirian negara Islam setelah sebelumnya membangun individu
masyarakat Muslim. Setelah Rasul saw membangun masyarakat Muslim dan membangun
masjid, maka beliau membangun suatu negara Islam. Selanjutnya, sayap-sayap
dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak akan
bertanya, apa gunanya pembangunan masjid ditingkatkan sementara Islam masih
mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih pintar daripada
orang yang tidak mengetahui bahawa masjid yang dibangun Rasulullah saw di
Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan
pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan
Islam.
Manusia mandi di masjid dengan
cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di kancah peperangan dengan darah
mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka yang akan terbunuh di
jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlumbaan dalam perbaikan
terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi berlindung di
suatu gua; di gunung yang bernama Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama
sahabatnya Abu Bakar. Dan orang- orang musyrik pergi menyusul beliau dengan
membawa pedang mereka. Lalu mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata
kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah, "seandainya salah seorang mereka
melihat di bawah kakinya nescaya mereka akan melihat kita."
Dengan tenang, Rasulullah saw
menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar apa yang kamu
kira dengan dua orang yang ada di tempat yang sepi sementara Allah SWT menjadi
ketiga di antara mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya,
terdapat laba- laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu gua.
Kitab-kitab sejarah mengatakan bahawa kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi
sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami
kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di
atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya
seseorang masuk di dalamnya nescaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di
atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan
laba-laba yang lembut dimenangkan atas ketajaman pedang kaum musyrik sehingga
Nabi bersama sahabatnya pun selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan
Madinah pun menyambut mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki
Madinah, mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang
menjadi Rasul kerana saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya,
Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan negaranya
serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan
dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan dalam akal dan
hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam. Kemudian berlangsunglah sepuluh
tahun yang dilewatinya di Madinah di mana beliau tidak menggunakannya untuk
berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga belas tahun yang beliau lalui di
Mekah, beliau pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup. Semua kehidupan
beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang dipikul
oleh punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul oleh
gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat yang
pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung namun mereka pun
enggan untuk memikulnya. kerana mereka menyedari bahawa mereka tidak akan mampu
memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul amanat itu dan
melaksanakannya secara sempurna. Yaitu amanat untuk menyampaikan agama
Allah SWT; amanat untuk menyucikan
akal manusia dari polusi khayalisme dan khurafatisme: amanat yang mewarnai
kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah SWT.
Kemudian mengalirlah dalam memori
Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar hidup: bagaimana saat beliau memasuki
Madinah. Lewatlah di hadapan akal beberapa memori dan nostalgia: bagaimana
wahyu yang turun kepadanya dengan membawa risalah di gua Hira, kemudian
berubahlah pandangan dan bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan angin itu
membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci beliau.
Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan kesedihan di
hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta badai kesengsaraan. "Wahai
manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah kalimat yang beliau katakan.
Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun ia mampu membangkitkan dunia. Dan
bergeraklah patung-patung yang begitu banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka
membekali dirinya dengan kegelapan dan kebencian yang dialamatkan kepada sang
Nabi. Para pembesar. para penguasa, wang, emas, serta kebencian dan kedengkian
syaitan yang klasik dan banyaknya orang-orang munafik, semua ini menjadi musuh
nyata sang Nabi pada saat beliau mengatakan "tiada Tuhan selain Allah
SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah bin Nofel ketika menceritakan
kepadanya apa yang terjadi dan apa yang dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia
mengatakan kepadanya bahawa kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan
berat. Matahari sangat dekat dengan kepala dan rasa panas sangat mencekik
tenggorokan dan rasa pusing- pusing pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi
memasuki Madinah. Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa.
Beliau datang sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan
takut lalu mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka
memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka memberikan
perlindungan.
Bangunan Islam mulai ditancapkan di
Madinah. Beliau mulai membangun negaranya setelah beliau membangun sumber daya
manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya adalah sumber daya
Islam, setelah itu beliau baru membangun negara. Tidak ada nilai yang bererti
dari satu sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak lebih
dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur
final dari nilai apa pun yang diperlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil
menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal
dalam kehidupan manusia suatu sistem seperti itu. Yaitu sistem yang menunjukkan
keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama
kali dilakukan Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di situlah unta
yang ditungganginya berhenti. Masjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri
dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari batang-batang kurma.
Barangkali ketika turun hujan, maka
tanahnya akan menjadi lumpur kerana
mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup dengan kencang, maka
ia akan mencabut sebahagian dari atapnya.
Di bangunan yang sederhana ini,
Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang tangguh yang dapat menghancurkan orang-orang
yang lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka mampu mengembalikan
kebenaran ke singgahsananya yang terusir dan terampas. Mereka mampu menyebarkan
Islam di muka bumi. Masjid itu tampak kecil dan sederhana sekali tetapi ia
dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan kemewahan sama sekali.
Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang yang mendengarnya menganggap
bahawa mereka benar dan mendapatkan perintah harian untuk menerapkan dan
melaksanakan apa- apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan
seperti nyanyian yang orang-orang duduk akan merasa terpengaruh dengan
keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat
satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim semua bumi adalah masjid namun
masjid adalah simbol peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir,
sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara tentang
persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata. Sedangkan
Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu secara praktis, yakni ketika
karakter masyarakat saat itu mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai
mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad bin
Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf,
seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman:
"Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang
banyak daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua bahagian dan
sebahagiannya aku peruntukan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka
lihatlah siapa di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku
menceraikannya lalu engkau dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf
menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu.
Di manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju
ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang dapat dimakannya.
Ia menolak dengan lembut sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar
pada keimanan kepada Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan membanting
tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu
untuk membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk
dan menampakkan identitinya berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan
jihad. Pekerjaan menurut Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti
atau potongan daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi
pekerjaan dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang
lebih tinggi:
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah
kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesedaran bahawa apa yang kita
kerjakan akan di lihat oleh Allah SWT menjadikan pekerjaan itu mendapat cita
rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan
daging. Setelah bekerja, datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya
perasaan yang menetap dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan;
cinta dalam Islam merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan
di sekitar manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim mencintai Tuhannya
Pencipta alam semesta dan mencintai Rasulullah saw dan mencintai kaum Muslim
dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim, meskipun keyakinan
mereka berbeza dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai makhluk secara
keseluruhan: ia mencintai anak-anak, haiwan, bunga, pasir dan gunung bahkan
benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim jika
dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan cinta yang dialami oleh Nabi Daud
terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang
tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti yang
diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di mana
ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat
selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang tersebar
dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta itu pun tertuju kepada binatang dan
benda-benda mati. Cinta demikian ini tidak akan terwujud dengan suatu keputusan
dan tidak ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta itu datang
biasanya akibat dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya kepemimpinan besar
yang hati cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya. Dan yang dimaksud
dengan kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang Nabi. Beliau adalah
cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau adalah seorang yang
paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit mengharapkan balasan
darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau hidup dalam
kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentera yang paling sederhana. Tempat
tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan yang di
dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan
yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah roti kering yang dicampur
dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyedari bahawa
kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika cinta Allah SWT dan
Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri sendiri, cinta kepada wanita,
cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang tidak
ada hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim sangat
mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan peribadi mereka. Di samping
pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam yang berdasarkan
kaedah-kaedah kebebasan, musyawarah dan
jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar
perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia merupakan tenunan dari
sel-sel yang hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan
selain dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas
akal, hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki - dalam Islam - suatu
kebebasan yang diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan
mendebat segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan
sesuatu yang dapat menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan
mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan dalam
Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab.
Dalam ruang lingkup nas-nas yang
pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau sunah tidak ada kebebasan di hadapan
orang Muslim selain kebebasan untuk berlumba-lumba untuk menerapkan apa yang
mereka fahami. Selain itu, seorang bebas sampai tidak terbatas, dan pintu
ijtihad tetap terbuka sampai tidak ada batasnya, kerana pintu ijtihad adalah
akal dan menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu bererti akan membawa
kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang mati akalnya atau
mengalami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan manusia dari sisi
akal dan hati.
"Adalah untukmu, sedang kamu
menginginkan bahawa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan
Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan
orang-orang kafir." (QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam kerana kekafiran
mereka dan kebutuhan mereka serta situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin
bertemu dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan
kafilah yang kaya, bukan pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta
untuk menyebarkan dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan
seperti itu agar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu
memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam
peperangan Badar dengan membayangkan bahawa mereka akan mendapatkan keuntungan
dan kesenangan dengan banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan
terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya
tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat
menahan penderitaan dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam
tidak membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi
kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai pemimpin
pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahawa mereka akan menemui kesulitan
dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti yang mereka bayangkan. Nabi
bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang dengan Abu
Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat
untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun pengorbanan yang
harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw berkata:
"Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian." Rasulullah saw
mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika mereka memahami
bahawa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar mereka melindungi
beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat
itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada beliau: "Ya
Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab kepadamu sehingga engkau sampai di
negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan bertanggungjawab
untuk melindungimu."
Majoriti pasukan terdiri dari
orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui keputusan majoriti
tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahawa Rasul saw
ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh kerana itu, Sa'ad bin 'Auf berkata:
"Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya Rasulullah."
Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang
mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu
hilanglah kekhuatiran dan ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya
berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam
tidak mengenal pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya
dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahawa mereka
benar-benar beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang
beliau katakan serta akan benar-benar mentaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya
Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan bersamamu. Demi Zat
yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membelah lautan lalu engkau
menyelam di dalamnya nescaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada
seseorang pun di antara kami yang akan meninggalkanmu." Demikianlah
keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling penting
dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin
dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka
mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan
berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk saja." Namun
kaum Muslim menyatakan bahawa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk
melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya nescaya mereka akan
melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian
mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap
untuk memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat khemah-khemah yang di situ
ditentukan tempat peristirahatan dan pergerakan tentera Islam. Tempat itu
ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan
dalam memilih tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim
dalam kaedah umum dari kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan
untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman.
Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya
kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan sebagai pusat pergerakan
tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak
dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita tidak dapat memberikan
pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat teknik yakni itu terserah
pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang dan ia merupakan tipu daya
semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi
itu adalah pendapat peribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata:
"Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat." Sahabat yang
sarat pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan Madinah dapat minum darinya
sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil darinya. Kemudian berpindahlah
pasukan Muslim menuju tempat yang telah ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah
mereka mendekati seribu tentera dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus
tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari
lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang
Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan
pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat
dari pasukan kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan
ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan
peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka
ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaedah utama
adalah kaedah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang
teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun
keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di
tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarik kembali dari
peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai dengan tuntutan akal sehat,
"wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad,
maka kalian akan menyesal kerana kita berhadapan dengan saudara- saudara kita
sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari
kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?"
Kalimat yang rasional tersebut cukup
menggoncangkan pasukan Mekah. Sebahagian tentera merasa puas dengan pernyataan
tersebut kerana mereka melihat bahawa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun
kebodohan justru memadamkan kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahawa
yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih
memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu
Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah
menceritakan bahawa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam perang Badar bersama
Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan bertanya kepadanya,
"wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahawa Muhammad pernah
berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas
Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat
dipercayai)." Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan
Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan
sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai
yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang,
sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi
dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu malam
menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera yang mukmin sudah bersiap-siap dan
mendekati seribu tentera musyrik. Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi
tunggangan mereka dan tampak mereka memiliki persenjataan yang lengkap,
sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu kenderaan. Pakaian yang
dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak
mengilat serta baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil,
mereka memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang
dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang kuno pun mereka
gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna.
Nabi melihat keadaan pasukannya lalu
hati beliau tampak sedih melihat pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada
Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar,
maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah orang- orang
yang tanpa alas kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk menghinggapi
mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah
hujan kecil yang membuat tempat itu basah sehingga kelembapan mengitari kaum
Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu- debu
kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan
dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah
menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah
menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu
dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu
kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk
bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka
usirlah mereka dengan panah dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga
kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang
sangat jitu yang bererti hendaklah kaum Muslim membentengi mereka di
tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari
serangan yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer saat ini bahawa
seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang
biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui
bahawa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan tentera
Muslim. Kaum musyrik di lihat dari segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan
peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum
Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka,
sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat
menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak menyertai bendera
kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan kerana kebesaran jumlah
pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan
oleh unsur spirituil yang tidak kelihatan. Spirituil tentera dan keimanannya
tentang persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan
dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk meneguk
madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentera menjadi makhluk yang
tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi jauh dari
kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan
di atas kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang
keras dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur,
Nabi saw melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan
yang berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan
oleh orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada
Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah,
wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka
Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi." Renungkanlah,
bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu. Oleh kerana itu, kita
dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad
bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat ini kematian sedang
mengitari kaum Muslim, lalu apa yang difikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang
sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan menuju pada
hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT
di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak
akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu mengkhuatirkan
kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru mengkhuatirkan sesuatu yang lebih
besar dari itu. Yang beliau khuatirkan adalah penyembahan kepada Allah SWT akan
berhenti di muka bumi. Oleh kerana itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan
mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal itu.
Kemudian turunlah bala tentera malaikat yang dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu
memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:
'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim
bantuan itu), melainkan sebagai khabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram
kerananya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw menghampiri
sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita gembira wahai Abu Bakar,
sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat merupakan
cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira kepada mereka. Mukjizat
itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam peperangan, namun
melalui nas-nas ditegaskan bahawa peranan malaikat tidak lebih dari sekadar
membawa berita gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi hati dengan
ketenangan. Kami kira bahawa Allah SWT ingin agar para malaikat menyaksikan
manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan
kepada malaikat bahawa Dia bersama mereka. Oleh kerana itu, hendaklah
orang-orang yang beriman merasa tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati
mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala
mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian
itu adalah kerana sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang
siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah
hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab
neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun mengalami
kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh
puluh tawanan dari mereka dan sebahagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah
tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal,
pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan
bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah,
wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam,
apakah kalian menemukan apa yang dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian.
Sungguh aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang
Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum yang sudah
mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui apa yang aku
katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab perkataanku."
Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau kembali ke Madinah.
Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum Muslim sangat menanggung beban
berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah
dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah,
mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat
lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang
engkau ambil tersebut merupakan kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir,
dan mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka
menjadi tulang punggung kita."
Kemudian Rasulullah saw menoleh
kepada Umar bin Khattab sambil berkata, "bagaimana pendapatmu wahai Ibnul
Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak sependapat
dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku berpendapat, seandainya aku
mampu untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, maka aku akan memukul
lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan
memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahawa tidak ada
di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan Mekah
terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat hubungan kekerabatan, namun
kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama keluarga: antara
anak dan orang tuanya. Umar menginginkan agar keadaan demikian terus berlanjut
sehingga orang-orang musyrik mengetahui bahawa Islam tidak ingin berdamai.
Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT dan
mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajipan yang tiada keraguan di
dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati sebahagian besar
mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat
majoriti saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya Umar yang benar.
Ini adalah peperangan pertama yang
dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus meninggalkan dorongan
kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir harus dibunuh agar musuh-musuh
Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah memilih darah. Allah SWT telah
mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu Bakar
menangis ketika keduanya menyedari kesalahan mereka pada hari berikutnya, lalu
Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang
menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian
Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi seorang Nabi
mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu
menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat
(untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak
ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan
yang besar kerana tebusan yang kamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan bahawa ini
bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu
Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia
telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh
dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap
tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang
mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang
bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah moden dan bukan
pemikiran yang bersifat strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan
biasa tetapi menurut istilah moden mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh
kerana itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap,
meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam
tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan,
sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh
Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan
orang-orang yang menang bahawa kesalahan mereka bisa berakibat pada datangnya
seksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan
menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah
terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan
yang kamu ambil."
Seksaan tersebut memang lebih dekat
daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah
SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu
mahupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum
Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat
berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya
ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari
pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui
bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan
mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah kaum
musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah
pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum
Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk
memenangkan pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung
untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melindungi mereka dari serangan dari
arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada pasukan panah itu agar
mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang mahupun kalah. Yakni bahawa
pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan meski berusaha untuk
melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka. "lindungilah
punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian
tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami, dan jika kalian melihat
kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut
serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan tersebut,
Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau membikin suatu rencana
untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam mendorong
pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum
musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil
menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun mereka
unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kekuatan persenjataan yang
lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan ketangguhan pasukan Muslim yang
dapat memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan bahawa mereka tidak
dapat memenangkan peperangan atau dapat bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai
berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu,
para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis
berfikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah
melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah
turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah.
Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat
mereka, apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan
menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahawa peperangan telah
selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahawa Allah
SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga mereka
berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah
tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung
sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada peperangan. Pemimpin pasukan
berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia
menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius dalam peperangan. Begitu
ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang
terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan
disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari
belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat
mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya
lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua
arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari depan.
Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari pasukan Muhammad bin Abdillah.
Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan dan
melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya
pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan
darah.
Kemudian tersebarlah isu bahawa
Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul
dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebahagian mereka
kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap
menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir
berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti
kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan
melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw
dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling sulit dalam
sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan
berusaha membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir mereka dariku,
maka baginya syurga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim
segera mengitari Nabi saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka
berguguran sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi
saw sampai- sampai punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan
baju besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw.
Kemudian berubahlah keadaan kerana keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan
oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk menarik
diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada
orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang dahsyat itu,
kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil membunuh beberapa orang
Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw.
Semua itu terjadi kerana satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada
penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan
usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebahagian kelompok dari
sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka,
maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentera yang paling berani dan mulia
di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk
menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh
Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras
dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka
darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah
dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya bersifat
materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani beliau pun semakin bertambah.
Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid
dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah
perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua
itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim
dan mereka memperlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya
bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang
teruk. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum
Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahawa kekalahan
mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang menginginkan
dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian yang menginginkan akhirat. Jika
terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk memperoleh kemenangan. Ini
bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim, yang diharapkan adalah
hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha Allah SWT dan hanya
mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka
dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan
peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang
menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.
Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan
sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai kurnia (yang dilimpahkan)
atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu.
Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengubati
orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan
ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang
kafir telah merosak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis:
"Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji
Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang yang
terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat
itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan
kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau
bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari
Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan
agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensolati
mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana
mereka dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang
pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari
kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah
warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang
merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud
sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan
ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran
yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran
kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama yang di situ kaum Muslim
berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum Muslim
berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia pergi kerana satu dan
lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak
seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau sentral tetapi yang menjadi
sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahawa Al-Qur'an
al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu
terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim
berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun ketika beliau
terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan
pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang- orang yang
mengikuti prinsip bukan mengikuti peribadi. Muhammad bin Abdillah memang
seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai
makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahawa
seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wafat
atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang
dari tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh
kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara
gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan peribadi sang
Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.
Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang
siapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat
kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahawa peperangan Uhud
telah membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap
Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang
paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang
Muslim yang pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan
mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka;
mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan
sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah
SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan
ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di
mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka
bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu
melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan
akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan
pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang
terakhir. Ia adalah satu peperangan di antara cukup banyak peperangan yang
dilalui oleh Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan
membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan
Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang
terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana
beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak
memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan sia-sia
bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau diberikan
kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam peperangan dan
beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu
masalah kecuali beliau berhadapan dengan masalah yang baru dan lain; belum lama
beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain.
Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan kontribusi
dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan
sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan nescaya Anda tidak akan
menemukan sudut dari sudut-sudut kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi
dengan pergelutan yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui
pergelutan militer dalam berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang
beliau lakukan. Beliau memulai pergelutan politiknya yang terwujud dalam
perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan
para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan
pergelutannya dalam masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun
tidak kosong dari pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu.
Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT,
maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum
lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada
kaum Muslim. Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap kurang ajar kepada
mereka, demikian juga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak
ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian datanglah utusan dari
kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahawa mereka
mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau
mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubaligh untuk mengajari mereka tentang
dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang
dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang itu berkhianat atas para
sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di
antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah bererti
mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu
untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum
Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu
terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi saw
orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan mubaligh
untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini
betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam dan
perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan
dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para sahabatnya dalam
bahaya; beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi suatu keadaan
yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut
sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah
Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan
kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di tengah kabilah
itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan
beliau bahawa mereka akan melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw
memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan
berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu
pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu
orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya). Mereka adalah para
dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka memikul kayu
bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat. Ketika datang
perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka pun
pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah
SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan
para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama sumur
Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui
pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat Rasulullah saw
itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan adanya pisau yang
menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia tersungkur: "sungguh
aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir
itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para
mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah
di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi
makanan dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang
yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia
menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka
dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul
dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada
sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan
mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami,
berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang
menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami
oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur sebagai
syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab
dan orang- orang kafir terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan
kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali
mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini,
bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari
beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian
mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka
mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka
bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu
yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan
terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT mengilhami
Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau bangun sebelum
pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju rumahnya. Beliau
berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru.
Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti kecuali
setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan kewibawaannya
dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani
Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw
memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik
yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk
memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi
menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan
yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas
kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu.
Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu
mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar
mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis
itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah
lubang-lubang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam.
Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan
Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud.
Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan
dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah
pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan
dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara
jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di
sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas
kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana
mereka berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana itu, Rasulullah saw keluar
bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan
di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat yang
dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat
itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu
cepat.
Kita akan mengetahui bahawa alat
komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat
pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh
pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa mereka memiliki pertahanan yang luar
biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang
secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari
pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau
kembali membangun peribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai
baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di
sekelilingnya melihat bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi
kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk
memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologi atau peperangan urat saraf dengan
cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim
dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu
peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah
kesalahfahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil
air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin,"
dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu
dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin
Ubai memprovokasi orang- orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin
membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur
oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh
mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita
telah kembali ke Madinah nescaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir
orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat
si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi provokasi terhadap
orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar
mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera
datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim
secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh
Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi
dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau
mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak
biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu sampai
waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian
yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si
Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar
persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah
rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki kekuatan
yang menakutkan bagi yang mencuba melawannya, maka mereka pun melakukan
berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi objek tipu daya itu
adalah isteri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk
memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi
hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui.
Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia kembali
mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang
membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka
tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa
tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak
mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa hairan atas
kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri sendirian
di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana
di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata
dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku tidak ada dan kerana itu
mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal
juga tertinggal kerana ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang
jauh lalu ia melihat bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat
dan tiba-tiba ia mengetahui bahawa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia
melihat Aisyah sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas
isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita
milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,... isteri Rasulullah Aisyah
tidak menjawab.
Sofwan mundur dan mendekatkan
untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda menaikinya." Aisyah
pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari pasukan yang telah
meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat
mengira bahawa Aisyah masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut
ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin Ubai
segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat kisah bohong yang terkesan
menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih
beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan
cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahawa
di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika
tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu
berhasil menjerat beberapa sahabat dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan
bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv.
yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy isteri Rasulullah saw. Ketiga orang
itu tertipu dengan kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga
orang-orang yang terjerat dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang mereka
inginkan. Akhirnya. pasukan pun bergoncang dengan isu itu. Sementara itu,
Aisyah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut
bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan Rasullullah saw dan itu
termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu
juga ia bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah
yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga
Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah
jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang dikatakan tentang dirinya.
Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan
ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang
memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di
hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi
menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau
menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana
keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika
Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia
berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, nescaya aku akan
pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak ada
masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya
dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi padanya.
Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia
pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin
Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana
Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana
kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh
orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota.
Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka.
Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebahagian
keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita
wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia
memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku
berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini
benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu
memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai
aku mengira bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan aku berkata kepada
ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku
namun engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai
anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh
seorang lelaki yang jika ia memiliki isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali
wanita itu akan diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw
berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui
hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia,
bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka
mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka
kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang
aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu
rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil
Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan keduanya.
Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya Rasulullah aku tidak
mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan
kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang
lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah
dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras
sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu
berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak
pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adunan roti
lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah
kambing lalu adunan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian
datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua orang tuaku dan
seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita itu pun turut
menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai
Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang
tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah
melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah
kepada Allah SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya
kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku
sama sekali tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua
orang tuaku untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah
berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak
diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya
berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu
sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku
tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata kepada mereka tidakkah
kalian menjawab apa yang dikatakan Rasulullah saw?" Mereka berkata:
"Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawab." Aku
mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap
keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah kerana
sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan
itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian
beliau keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut
ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang
membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira
bahawa berita bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka
mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang
mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya
azab yang besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk
menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Dan gagallah peperangan psikologi menentang kaum Muslim dan rumah tangga
Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahawa mereka harus
menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw
kembali memasuki pergelutan menentang peperangan fizik. Peperangan Khandaq
termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum musyrik, dan
Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh- tokoh Yahudi
dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi berfatwa
bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih baik
daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan
Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih
baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil
menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya untuk menentang
kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan
sepuluh ribu tentera. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak hairan
ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka mempunyai asas
agama yang menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik menentang agama tauhid.
Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang Yahudi
sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan antara mereka dan
sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah
yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya bergambar kepahitan
syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi
dan kaum musyrik.
Nabi saw menyedari bahawa beliau
sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka
tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berfikir bagaimana cara
mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya
berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta
menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk
ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana mengikuti perbezaan
ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan pertemuan
militer bersama para tenteranya. Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang
bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar
Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang
seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu
parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat
mempertahankan diri dari belakangnya. Mula- mula usulan itu terkesan agak
mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu.
Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui bahawa
situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha keras untuk dapat
melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di sekitar
Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana udara
sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang
mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan,
bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang
luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat
keras dan mereka merasakan kelaparan kerana kekurangan harta. Namun semangat
pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan
pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin
melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang
dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.
Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan
ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati
Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah cinta di tengah-tengah
lautan kebencian, lautan itu mulai menghentam jazirah dan berusaha
menenggelamkannya dari dalam. Kemudian berteburanlah panah-panah kaum Muslim
untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai
berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang
telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui
parit itu namun pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan
Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat saraf.
Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi
serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga
sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim
tidak mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak,
dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan
keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji
orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang
dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di mana
orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan mereka
bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya
dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw
terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami
ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan
mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus
mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka mengatakan:
"Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi
mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut
kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka dan telah membuat mukjizat mereka
dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan
Allah SWT lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang
mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajipannya dan akan
mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar
mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan
cara yang tidak bisa difahami. Para penyerang menyedari bahawa mereka
sebenarnya telah kalah di mana mereka telah menyerang selama tiga pekan namun
serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan
berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi
mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di
mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu dan angin sekencang
itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana halilintar.
Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam
yang mampu melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya kerana
saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman.
Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw
bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah
Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap
tinggal di tempatnya kerana ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu
kerana saking dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah,
"Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang
kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari
pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu menahan cuaca yang
begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar dari Madinah menuju
ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali
kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari
tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa
kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan
kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup di
tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak melakukan
tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali. Inilah tugas utamanya.
Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun
angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api itu terdapat seorang
lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke arah api dengan maksud
untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu
Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera
memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin memanahnya.
Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa tenang
dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan
menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai
orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka
pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas
untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah
saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka.
Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw
berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka tidak akan
menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan
hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum
Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian
mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana
itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para
sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim
memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan menerobos benteng kaum
Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan
pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara
mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang
Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa mereka dapat
memanfaatkan hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus
membayangkan bahawa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap
sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di
khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian kaumnya membujuknya agar
ia bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang
Yahudi membujuknya agar ia bersikap
lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan penyataannya yang terkenal:
"Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan
kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan
agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka
dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata
kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan
Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahawa perantaraan,
permohonan, harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada
di suatu genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi
Bani Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka
dan berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan
menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut
pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan
dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergelutannya. Puncak dari
perjuangan politiknya adalah perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang
Quraisy. Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul
Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan
untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai
di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk
dan ia tidak mahu melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata:
"Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia
ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini
orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta agar aku menyambung tali
silaturahmi nescaya aku akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat
agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana dengan
harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan
dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari kaum
Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum
Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu
mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan
umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan
kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan perjanjian
bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai kaum Muslim
memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali pada tahun
depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy
lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat
perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan
Muslim. Nabi saw menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak
bahawa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap
sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah
kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun
dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya
beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum
musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali
kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang ditandatangani
orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak untuk
menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau
utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum
musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar
bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam
agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini,
"mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa
kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum musyrik?
Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang
disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawapan yang unik
bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin
akan menyia- nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah,
"taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan
hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahawa
perjanjian yang menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru
membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam.
Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw
yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan
semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki
Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai
pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan
masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi
kaum Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan
kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari
delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian
itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah
dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy
berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah.
Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap
keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama sekali kerana tidak ada
perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali:
"Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin
Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata:
"Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku
tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi
berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin
Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang
kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi
Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum
terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali
kembali menulis bahawa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama
sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah
masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika
terdapat di antara orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia
datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim
mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad
dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk
mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan
kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy memaksakan kehendaknya dalam
syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya,
hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan
jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat
memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau
harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan
terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut
terjadi suatu peristiwa yang menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di
mana anak dari juru runding Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia
masuk Islam dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail
segera bangkit menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada
kaumnya. Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum
Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka
tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara
kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung
penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya
suatu jalan keluar dan kelapangan.
Nabi memahamkannya bahawa beliau
telah mengadakan suatu perjanjian dengan kaum Quraisy dan bahawa kaum Muslim
tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu
dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa. Kemudian Selesailah
penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak kaum musyrik.
Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw memerintahkan para
sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban dan mencukur rambut mereka (tahalul)
dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun bangkit
menyambut perintah tersebut, lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga kali. Di
tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu kerana ketegangan dan kesedihan,
beliau menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya
dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui
bahawa Nabi saw tampak marah dan telah mendahului mereka dengan tahalul dari
umrahnya, maka mereka bangkit untuk menyembelih korban dan memotong rambut
mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahawa
perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru
membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab
mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap
sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam,
maka ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka
padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan
bercerai-berailah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat aktiviti kaum Quraisy terhenti,
maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti di mana mereka berhasil menarik
orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua
tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin
bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa saat
Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim
namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah beliau disertai
dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah terjadi
setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang
luar biasa ini adalah dikeranakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan
pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya, dan
syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi
syarat- syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum
Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya kerana
Allah SWT telah memampukan Islam darinya, dan barang siapa yang masuk Islam
dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka
mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai
mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan
kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di tengah-tengah kaum
Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga
kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau
agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka
sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru
membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya
dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani
mata rantai pergelutan yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang
peribadi sekali pun tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan
orang isteri. Perkahwinan beliau dengan sembilan isteri tersebut merupakan
keistimewaan peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan dengan
sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya
untuk menikahi empat orang isteri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu
menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas
dengan satu isteri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum orientalis dan musuh-musuh
Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya, dan salah satu cela yang
mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan sembilan wanita. Kita
mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab
politik atau kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang
terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah dengan Sayidah
Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat
puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri yang lain
sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi
berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau
diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia
meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya
jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan
perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang
isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan Aisyah
yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu
Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah meskipun ia
sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar,
ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya
yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan penderitaan
bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika suaminya
meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan kehidupan, maka Nabi
saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan beliau dengan Sawadah
sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu dan kemuliaannya dari
kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.
Sementara itu, pernikahan beliau
dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah
pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang
terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat
Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan
nasab yang dimilikinya yang kerananya ia menolak ketika ditawari untuk menikah
dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan
nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya
sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya
menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan
Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa menderhakai Allah dan
Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. "
(QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas bahawa
pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid
pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita yang
hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau
dan meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah SWT mewahyukan kepada
Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu hendaklah beliau
menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara
kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw
membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia menikahi isteri
dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru merupakan
sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam
Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai isterinya
lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh
Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar berbagai
ocehan yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan
pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan
itu, Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika kamu
berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu
(juga) telah memberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah
kepada Allah,' sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih
berhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap
isterinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang- orang mukmin untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak
angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya
dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab: 37)
Pernikahan beliau dipenuhi dengan
unsur politik dan usaha untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta
penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian.
Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam
memerangi Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan keterasingan
dan kekhuatiran dalam membela agama Allah SWT. Kemudian suaminya mati
meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi
menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang
menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan
menemuinya saat ia telah menjadi isteri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk
di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempat tidur
itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya:
"Apakah engkau mulai membenciku?" Dengan penuh keberanian ia
menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah
seorang musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay adalah
anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang
pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan kekalahan saat
berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin
kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi dengan kedua wanita itu
terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum
Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk
bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan sikapnya
ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau
mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama
manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha
mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita
dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud agar kebebasan dan kemuliaan
kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat masuk Islam secara puas dan
sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah
memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih
yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masihi dan sebagai bentuk
hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan wanita-wanita
ahlul kitab.
Maryam memberikan anak kepada Nabi
saw yang bernama Ibrahim, nama dari datuknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim
tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian
bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahawa pewaris-pewaris Rasul dari kaum
lelaki adalah para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak
dari sulbinya.
Salah jika ada orang yang membayangkan
bahawa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk mencari kesenangan meskipun
halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih memilih
untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah
jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw hidup di rumahnya dengan
keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan
Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya penuh
dengan kezuhudan yang luar biasa sehingga sebahagian isterinya mengeluhkan keadaan
tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti
keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan sebahagian isterinya bersatu untuk
meminta kepada beliau agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi
meninggalkan isteri-isterinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahawa
beliau telah menceraikan semua isterinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu
ayat yang memberikan pilihan kepada isteri-isteri Nabi untuk tetap menjadi
isteri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an al-Karim memberikan
pilihan pada isteri-isteri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian
dengan penuh kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu: 'Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan
perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan
kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya
Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. "
(QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah
pergelutan di rumah Rasul saw. Akhirnya, isteri-isteri beliau memilih kehidupan
zuhud dan bersabar serta akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan
isteri-isteri nabi tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw
merupakan teladan bagi seluruh umat, kerana itu beliau harus menjadi teladan
bagi umat sehingga beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak di emban
oleh seorang yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah
membalas pengorbanan isteri-isteri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan
mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu (hendaknya) lebih
utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya
adalah ibu-ibu mereka." (QS. al- Ahzab: 6)
Dan, sebagai penegasan terhadap
keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab yang teliti kepada mereka, yaitu
suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti itu kepada Muslimah-Muslimah lain.
Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para
penguasa di mana beliau ingin menunjukkan universalitas ajaran Islam. Nabi saw
mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu beliau mengirim utusan ke
Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan beliau mengutus utusan ke
Amir Basrah bahagian dari wilayah Romawi dan mengajaknya untuk mengikuti Islam,
dan beliau juga mengirim surat ke penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk
Islam, dan beliau juga menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya
untuk mengikuti Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir Bahrain dan
mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu berbagai reaksi disampaikan
berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara mereka ada yang berusaha
menyampaikan kepada pembawa surat bahawa ia masuk Islam dan mengembalikannya
dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek surat itu dan di
antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawapan yang baik, dan di
antara mereka ada yang menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu dalam pergelutan
yang tidak pernah padam, suatu pergelutan yang dipimpin oleh Nabi sehingga
beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia masuk
dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bondong, dan Allah SWT
menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji wada'
(haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah sebagaimana
firman-Nya:
"Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan kepada Abu
Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa bahawa telah tiba waktunya untuk
mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah berkata kepada anak-anak yang berteriak dan
bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian kerana Rasulullah saw sedang
sakit." Anak- anak itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang
luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan
mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan bahawa
kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah beliau dipenuhi
dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir
masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua
kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas
dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan. Kemudian
Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan
tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas kerana saking
hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan air
mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan
sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau tertidur.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup: Jibril turun
kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah melewati waktu
yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi.
Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya
dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi mudah bagi
Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil melalui berbagai penderitaan dengan
penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau
mengajarkan akidah kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya,
Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau bangun
kerana melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua
matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan rasa
pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk
menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan tidak sedarkan
diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah Allah SWT
memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan penyucian
Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan aktual
melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat bagaimana tindakan
orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi
Khaza'ah yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka
membunuh semua sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan
bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap,
dan tentera Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah yang tidak berhenti
sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; telah
lewatlah masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat
kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar tersebut yang
berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan beliau menundukkan
kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya
hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan
ini.
Para pemimpin Mekah dan
pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT semakin meninggi
di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di sekitar
Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang berbaris di sekitarnya, lalu
beliau memukulnya dengan kapaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan
hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan
mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah
tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka
dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu
solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan.
Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar
di antara gunung:
"Allah Maha Besar. Aku bersaksi
bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahawa Muhammad utusan Allah.
Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha Besar.
Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan
kehormatannya dan kemuliaannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar
terlintas dalam memorinya: itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya,
kemenangannya, dan ganimahnya; Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap
orang- orang yang bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah,
dan mencegah untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah
memberikan segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata:
"Demi Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah
berjalan ke arah Rasulullah saw dan memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang
marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab:
"Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada
seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw
bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai
Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari
kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk
masalah yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah
aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum
Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahawa ia telah mengumpulkan mereka.
Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan mereka sambil
memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah
aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT
memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir
lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu
Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar."
Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum
Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai Rasulullah
dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala kurnia hanya milik Allah
SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi
Allah, seandainya kalian mahu nescaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang
kalian katakan: Engkau datang kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka
kami melingdungimu dan engkau datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu
dan engkau datang dalam keadaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau
datang dalam keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata:
"Segala puji dan kurnia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw
berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah kalian akan marah terhadap harta yang
telah aku berikan kepada suatu kaum dengan harapan agar keimanan meresap dalam
hati mereka dan kalian justru melupakan kurnia yang telah Allah SWT berikan
kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar
merasa puas ketika manusia pergi untuk melakukan perjalanan di musim dingin
sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di
tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui
jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah,
rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut
menangis sehingga janggut mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata:
"Kami rela dengan Allah SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan
pembahagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan
mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahawa Muslim yang
hakiki di dunia adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk
mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di kamar.
Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam, lalu beliau memanggil Aisyah dan
meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat digunakannya untuk mendinginkan
tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada Rasulullah saw sampai demam beliau
beransur- ansur sedikit menurun. Tampak bahawa waktu berlalu cukup lambat dan
berat. Sakit Rasulullah saw semakin meningkat.
Beliau mulai merasa bahawa tidak
mampu lagi untuk solat bersama para sahabat, lalu beliau memerintahkan Abu
Bakar untuk solat bersama mereka. Pada saat Nabi mengalami antara keadaan
terjaga dan tidur, beliau selalu berfikir apa gerangan yang belum
disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala sesuatu dan
telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab
yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk dan
berbagai nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau melihat dirinya di haji
Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum musyrik dan mereka
telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar
sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw
memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram
dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka menghidupkan
memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri dan berpidato di
tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahawa kehidupannya di
dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahawa kafilah ini akan
pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai-
nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang selama dua
puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya kepada mereka:
"Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang hadir
saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah. Beliau
memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada manusia
di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka.
Kemudian beliau berwasiat kepada
Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya sedangkan Rasulullah saw berjalan di
sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku adalah
orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw
adalah rahmat bagi semua manusia dan sebagai cermin yang tertinggi dari cermin
persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat
Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada
seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada para
sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui sekelompok
sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada beliau mereka berdiri.
Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau
keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk
bersama mereka di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat
dan ramah dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak
mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang
dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit meskipun
berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau
mendahului orang yang ditemuinya dengan salam bahkan beliau mendahului berjabat
tangan dengan para sahabatnya.
Ketika seseorang datang untuk
menemuinya saat beliau solat, maka beliau mempersingkat solatnya dan menanyakan
keperluan orang itu. Setelah menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali
menyelesaikan solatnya. Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan
memiliki keperibadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya,
beliau melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki
sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau
memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang miskin.
Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana beliau
membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang solat.
Kasih sayang beliau tidak hanya
terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju pada binatang dan pohon. Beliau
memberi makan binatang dengan tangannya sendiri bahkan beliau pernah merawat
anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi
menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua,
kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan
rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan
hanya suatu undang-undang yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia
yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem
untuk meningkatkan kualiti kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal
relatif namun beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan
antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga
semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT.
Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk mengurus
masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat
peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam hanya
tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun sebelum beliau meninggal,
Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu yang membuat hati beliau
menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau
kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai.
Salam
kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.
NABI
MUHAMMAD s.a.w DENGAN PENGEMIS BUTA
“Wahai saudaraku! Jangan
engkau dekati Muhammad itu. Dia orang gila. Dia pembohong. Dia tukang sihir.
Jika engkau mendekatinya, engkau akan dipengaruhinya dan engkau akan menjadi
seperti dia,” kata seorang pengemis buta Yahudi berulang-ulang kali di satu
sudut pasar di Madinah pada setiap pagi sambil tangannya menadah meminta belas
orang yang lalu-lalang.Orang yang lalu-lalang di pasar itu ada yang menghulurkan sedekah kerana kasihan malah ada juga yang tidak mempedulikannya langsung.
Pada setiap pagi, kata-kata menghina Rasulullah SAW itu tidak lekang daripada mulutnya seolah-olah mengingatkan kepada orang ramai supaya jangan terpedaya dengan ajaran Rasulullah SAW. Seperti biasa juga, Rasulullah SAW ke pasar Madinah. Apabila baginda sampai, baginda terus mendapatkan pengemis buta Yahudi itu lalu menyuapkan makanan ke mulutnya dengan lembut dan bersopan tanpa berkata apa-apa.
Pengemis buta Yahudi yang tidak pernah bertanya siapakah yang menyuapkan itu begitu berselera sekali apabila ada orang yang baik hati memberi dan menyuapkan makanan ke mulutnya.
Perbuatan baginda itu dilakukannya setiap hari sehinggalah baginda wafat. Sejak kewafatan baginda, tidak ada sesiapa yang sudi menyuapkan makanan ke mulut pengemis itu setiap pagi.
Pada satu pagi, Saidina Abu Bakar ra pergi ke rumah anaknya, Siti Aisyah yang juga merupakan isteri Rasulullah SAW untuk bertanyakan sesuatu kepadanya.
“Wahai anakku Aisyah, apakah kebiasaan yang Muhammad lakukan yang aku tidak lakukan?”, tanya Saidina Abu Bakar ra sebaik duduk di dalam rumah Aisyah.
“Ayahandaku, boleh dikatakan apa sahaja yang Rasulullah lakukan, ayahanda telah lakukan kecuali satu,” beritahu Aisyah sambil melayan ayahandanya dengan hidangan yang tersedia.
“Apakah dia wahai anakku, Aisyah?”
“Setiap pagi Rasulullah akan membawa makanan untuk seorang pengemis buta Yahudi di satu sudut di pasar Madinah dan menyuapkan makanan ke mulutnya. Sejak pemergian Rasulullah, sudah tentu tidak ada sesiapa lagi yang menyuapkan makanan kepada pengemis itu,” beritahu Aisyah kepada ayahandanya seolah-olah kasihan dengan nasib pengemis itu.
“Kalau begitu, ayah anda akan lakukan seperti apa yang Muhammad lakukan setiap pagi. Kamu sediakanlah makanan yang selalu dibawa oleh Muhammad untuk pengemis itu,” beritahu Saidina Abu Bakar ra kepada anaknya.
Pada keesokan harinya, Saidina Abu BAkar ra membawakan makanan yang sama seperti apa yang Rasulullah SAW bawakan untuk pengemis itu sebelum ini. Setelah puas mencari, akhirnya beliau bertemu juga dengan pengemis buta itu. Saidina Abu Bakar ra segera menghampiri dan terus menyuapkan makanan ke mulut pengemis itu.
“Hei… Siapakah kamu? Berani kamu menyuapku?” Pengemis buta itu mengherdik Saidina Abu Bakar ra. Pengemis buta itu terasa lain benar perbuatan Saidina Abu Bakar ra itu seperti kebiasaan.
“Akulah orang yang selalu menyuapmu setiap pagi,” jawab Saidina Abu Bakar ra sambil memerhatikan wajah pengemis buta itu yang nampak marah.
“Bukan! Kamu bukan orang yang selalu menyuapku setiap pagi. Perbuatan orang itu terlalu lembut dan bersopan. Aku dapat merasakannya, dia terlebih dahulu akan menghaluskan makanan itu kemudian barulah menyuap ke mulutku. Tapi kali ini aku terasa sangat susah aku hendak menelannya,” balas pengemis buta itu lagi sambil menolak tangan Saidina Abu Bakar ra yang masih memegang makanan itu.
“Ya, aku mengaku. Aku bukan orang yang biasa menyuapmu setiap pagi. Aku adalah sahabatnya. Aku menggantikan tempatnya,” beritahu Saidina Abu Bakar ra sambil mengesat air matanya yang sedih.
“Tetapi ke manakah perginya orang itu dan siapakah dia?”, tanya pengemis buta itu.
“Dia ialah Muhammad Rasulullah. Dia telah kembali ke rahmatullah. Sebab itulah aku yang menggantikan tempatnya,” jelas Saidina Abu Bakar ra dengan harapan pengemis itu berpuas hati.
“Dia Muhammad Rasulullah?”, kata pengemis itu dengan suara yang terkedu.
“Mengapa kamu terkejut? Dia insan yang sangat mulia,” beritahu Saidina Abu Bakar ra. Tidak semena-mena pengemis itu menangis sepuas-puasnya. Setelah agak reda, barulah dia bersuara.
“Benarkah dia Muhammad Rasulullah?”, pengemis buta itu mengulangi pertanyaannya seolah-olah tidak percaya dengan berita yang baru didengarnya itu.
“Ya benar. Kamu tidak percaya?”
“Selama ini aku menghinanya, aku memfitnahnya tetapi dia sedikit pun tidak pernah memarahiku malah dia terus juga menyuap makanan ke mulutku dengan sopan dan lembut. Sekarang aku telah kehilangannya sebelum sempat memohon ampun kepadanya,” ujar pengemis itu sambil menangis teresak-esak.
“Dia memang insan yang sangat mulia. Kamu tidak akan berjumpa dengan manusia semulia itu selepas ini kerana dia telah pun meninggalkan kita,” beritahu Saidina Abu Bakar ra.
“Kalau begitu, aku mahu kamu menjadi saksi. Aku ingin mengucapkan kalimah syahadah dan aku memohon keampunan Allah,” ujar pengemis buta itu.
Selepas peristiwa itu, pengemis itu telah memeluk Islam di hadapan Saidina Abu Bakar ra. Keperibadian Rasulullah SAW telah memikat jiwa pengemis itu untuk mengakui ke-Esaan Allah..