BISMILLAH...
Agar kehidupan ini tenang dan tentram, maka sikap yang hanya ingin memperturutkan nafsu dendam harus diganti dengan sikap mulia yang diajarkan Islam yaitu sikap memaafkan.
Jika masing-masing pihak atau salah satunya memiliki sikap ini, maka konflik yang terjadi akan reda hingga berakhir tanpa ada benih-benih dendam lagi.
Jika seseorang mampu memberi maaf meski dia berada pada pihak yang benar dan memiliki status sosial yang lebih tinggi dari pada orang yang telah berbuat jahat kepadanya, maka itulah tanda kemuliaan dan ketakwaan dirinya.
Satu di antara tanda orang bertakwa adalah tidak berat untuk memaafkan kesalahan orang lain.
“Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (QS. asy-Syura 43)
Sikap mulia inilah yang dicontohkan oleh Abu Bakar As-Shiddiq.
Atas petunjuk dari Allah, dia lebih memilih memaafkan anak bibinya dengan tulus daripada membalas kejahatannya meski dia berada pada pihak yang benar dan juga mampu untuk melakukan pembalasan kerana status sosial jauh lebih tinggi daripada anak bibinya itu.
Akhlaq mulia yang dimiliki Abu Bakar ini patut kita teladani dan kita tumbuh suburkan dalam peribadi kita.
Allah Subhanahu Wata’ala yang memiliki segala kesempurnaan saja bersifat pemaaf. Sehingga tak pantaslah jika manusia yang banyak khilaf dan lupa tak mahu menjadi orang pemaaf.
WALLAHU'AKLAM
LAA HAULA WALAQUWWATTA ILLABILLAH