بِــــــسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيـــمِ

SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI STIKOM MUHAMMADIYAH BATAM - RAIH MASA DEPANMU BERSAMA STIKOM MUHAMMADIYAH BATAM - TERDEPAN - MODEREN - DAN - ISLAMI, - KALAU ADA KRITIKAN YANG MEMBANGUN SILAKAN DIKIRIMKAN KE KAMI - DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

RUKUN ISLAM

RUKUN ISLAM : 1. DUAKALIMAH SYAHADAT, 2. SHOLAT, 3. PUASA, 4. ZAKAT, 5. NAIK HAJI

RUKUN IMAN : 1. PERCAYA KEPADA ALLAH, 2. PERCAYA KEPADA MALAIKAT, 3. PERCAYA KEPADA KITAB ALLAH, 4. PERCAYA KEPADA NABI DAN RASUL ALLAH, 5. PERCAYA KEPADA HARI AKHIRAT, 6. PERCAYA KEPADA QODHA & QHADAR ALLAH

PILIH MENU

Senin, 13 Oktober 2014

HAKIKAT DIRI SEJATI

HAKIKAT DIRI




Memahami Hakikat Sejatinya Kita
Ditulis Oleh: BOIS, penulis cupu yang masih harus banyak belajar.


Tulisan ini masih terkait dengan tulisan “Memahami Hakikat Penciptaan Melalui Matrix Takdir Dalam Lauhul Mahfuz”. Karenanya, sebelum membaca tulisan ini ada baiknya membaca tulisan tersebut lebih dulu.

AL FAATIHAH (PEMBUKAAN)

1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai di Hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

 
Saya yakin, hingga kini masih banyak orang yang bertanya mengenai siapa sejatinya kita. Untuk apa kita diciptakan? Apa sebenarnya roh kita itu? Dan apa sebenarnya Jiwa kita itu? Lalu, di mana roh itu ditempatkan, juga di mana jiwa itu berada? Sungguh pertanyaan yang sangat sulit dijawab dengan sangat memuaskan. Namun begitu, saya akan mencoba menjelaskannya sesuai dengan kapasitas saya sebagai penulis cupu yang masih harus banyak belajar. Karenanyalah saya mohon maaf jika apa yang saya tulis mengandung banyak kesalahan lantaran kurangnya ilmu.


Memahami Hubungan antara Roh dan Jiwa


Apa itu Roh?

Al Israa' 85. “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."

Bukhari Muslim 1623 Diriwayatkan daripada Abdullah bin Mas'ud r.a katanya: Ketika aku berjalan bersama Rasulullah s.a.w di sawah, baginda bertongkatkan pelepah tamar. Tiba-tiba datang sekumpulan orang Yahudi, sebagian daripada mereka berkata kepada sebagian yang lain: Tanyalah dia tentang roh! Sebagian lagi menyahut: Adakah kamu takut terhadapnya? Dia tidak akan melakukan sesuatubukti yang tidak diingini terhadap kamu. Sebagian daripada mereka tetap berkata: Tanyalah dia! Lalu sebagian di antara mereka berjumpa Rasulullah s.a.w dan bertanya tentang roh. Nabi s.a.w diam tidak menjawab. Pada anggapanku ketika itu baginda sedang menerima wahyu. Abdullah berkata: Aku tetap berdiri di situ. Setelah selesai menerima wahyu, Rasulullah s.a.w menjawab dengan membaca ayat yang bermaksud: (Dan mereka bertanya kepadamu wahai Muhammad tentang roh. Katakanlah: Roh itu termasuk dalam urusan tuhanku dan kamu hanya diberi sedikit saja ilmu pengetahuan)

Karenanyalah tidak mungkin ada manusia yang dapat menjelaskan hakikat roh dengan sebenarnya, sebab pengetahuan mengenai itu memang hanya sedikit dan bukan hal yang utama untuk kita ketahui (urusan Tuhan). Namun begitu, saya akan mencoba menjelaskan yang sedikit itu sekedar untuk membangun kesadaran  mengenai sejatinya kita.
Sebenarnya apa itu Roh? Roh adalah media yang suci, berisikan sifat-sifat yang berasal dari Tuhan, ia menuruti apa yang Tuhan kehendaki, dan ia tidak akan pernah binasa sesuai dengan ketentuan-Nya. Alam semesta beserta isinya adalah makhluk yang memiliki Roh namun tak berjiwa. Sedangkan untuk tumbuhan, hewan, malaikat, jin, dan manusia adalah makhluk berjiwa yang mempunyai karakter tersendiri. Roh makhluk berjiwa menjadi berbeda karena adanya perbedaan jenis jiwa yang tertanam dalam Roh.

Apa itu jiwa?
Jiwa adalah perangkat lunak yang terdiri dari beberapa komponen. Pada Roh tumbuhan hanya terdapat satu komponen, yaitu jiwa nabati. Sedangkan pada Roh hewan hanya terdapat dua komponen, yaitu jiwa nabati dan hewani. Sementara pada Roh Malaikat juga terdapat dua komponen, yaitu jiwa hewani dan rasional. Kemudian pada Roh manusia dan jin terdapat tiga komponen, yaitu jiwa nabati, jiwa hewani, dan jiwa rasional. Pada manusia dan jin, ketiga komponen inilah yang bersinergi menciptakan berbagai macam perasaan dan emosi, juga berbagai gagasan dan keinginan untuk berkembang dan berkreasi, kemudian jiwa rasional akan memutuskan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan.
Jiwa nabati tidak dimiliki oleh malaikat karena bagian anggota tubuh malaikat tidak tumbuh berkembang, karena itulah mereka tidak bercukur, berketurunan dan sebagainya (sebagai suatu indikasi kalau roh malaikat tidak mempunyai jiwa nabati). Saat di surga, jiwa nabati pada manusia dan jin pun akan ditiadakan. Karenanya mereka tetap dalam keadaan muda, rapi dan prima. Makan dan minum bukan untuk kebutuhan jasad, namun untuk menikmati anugerah Allah. Karena itulah, makan dan minum di surga tidak akan mempengaruhi jasad. Yang membedakan manusia, jin, dan malaikat saat di surga hanya pada egonya, manusia dan jin memiliki ego negatif dan positif, sedangkan malaikat hanya mempunyai ego positif.



Untuk lebih jelasnya silakan simak mengenai fakultas jiwa yang telah diuraikan oleh al-Farabi dan Ibn Sina. Menurut mereka, fakultas jiwa terbagi pada tiga yaitu, jiwa nabati, jiwa hewani dan jiwa rasional.


1. Jiwa nabati (an-nafs an-nabatiyah)
Jiwa nabati (an-nafs an-nabatiyah) mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan tumbuhan. Ibnu Sina telah mendefinisikan jiwa tumbuhan sebagai kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari aspek melahirkan, tumbuh dan makan. Jiwa tumbuhan memiliki tiga daya, yaitu:
a. Daya nutrisi (al-quwwah al-ghadziyah), yaitu daya yang berfungsi mengubah makanan menjadi bentuk tubuh, dimana daya tersebut ada di dalamnya.
b. Daya penumbuh (al-quwwah al-munammiyah), yaitu daya yang melaksanakan fungsi pertumbuhan, yaitu yang mengantarkan tubuh kepada kesempurnaan dan perkembangannya.
c. Daya generatif atau reproduktif (al-quwwah al-muwallidah), yaitu daya yang menjalankan fungsi generatif atau melahirkan, agar generasi manusia tetap bertahan.


[jiwa nabati ini dipahami sebagai perangkat lunak penumbuh jasad dan reproduksi, yang menggerakkan mekanisme pertumbuhan dan reproduksi yang berasal dari jantung, kemudian sebagian daya yang dihasilkannya akan digunakan oleh jiwa hewani dan jiwa rasional. Pen]
 

2. Jiwa hewani (an-nafs al-hayawaniyah)
Jiwa hewani mencakup semua daya yang ada pada manusia dan hewan, sedangkan pada tumbuh-tumbuhan tidak ada sama sekali. Ibn Sina mendefinisikan jiwa hewani sebagai sebuah kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik dari satu sisi, serta merangkap berbagai parsilitas dan bergerak karena keinginan. Jiwa hewani memiliki dua daya, yaitu daya penggerak dan daya persepsi.
a. Daya penggerak (al-quwwah al-Muharrikah), yaitu terdiri dari dua bagian, pertama, penggerak (gerak fisik) sebagai pemicu dan penggerak pelaku. Kedua, Daya tarik (hasrat) yaitu daya yang terbentuk di dalam khayalan suatu bentuk yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, maka hal tersebut akan mendorongnya untuk menggerakkan. Pada Daya tarik (hasrat) ini terbagi menjadi dua sub bagian yaitu Daya Syahwat dan Daya Emosi.
b. Daya persepsi terbagi menjadi dua bagian, pertama daya yang mempersepsi dari luar, yaitu panca indera eksternal seperti mata (untuk melihat), telinga (untuk mendengar), hidung (untuk mencium), lidah (untuk mengecap) dan kulit (untuk meraba). Kedua, daya yang mempersepsi dari dalam yaitu indera batin semisal indera kolektif, daya konsepsi, daya fantasi, daya imajinasi (waham) dan memori.


[jiwa hewani ini dipahami sebagai perangkat lunak penggerak Mekanisme tubuh, yang dikendalikan oleh ego / keinginan jin dan manusia, baik keinginan positif maupun negatif. Khusus untuk malaikat  tidak ada ego negatif. Pen]


3. Jiwa rasional (an-nafs an-nathiqah)
Jiwa rasional mencakup daya-daya yang khusus pada manusia. Jiwa rasional melaksanakan fungsi yang dinisbatkan pada akal. Ibnu Sina mendefinisikan jiwa rasional sebagai kesempurnaan pertama bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik, dimana pada suatu sisi ia melakukan berbagai prilaku eksistensial berdasarkan ikhtiar pikiran dan kesimpulan ide, namun pada sisi yang lain ia mempersepsi semua persoalan universal. Pada jiwa rasional mempunyai dua daya, yaitu daya akal praktis dan daya akal teoritis.
a. Daya akal praktis cenderung untuk mendorong manusia untuk memutuskan perbuatan yang pantas dilakukan atau ditinggalkan, di mana kita bisa menyebutnya perilaku moral.
b. Daya akal teoritis, yaitu: akal potensial (akal hayulani), akal bakat (habitual), akal aktual dan akal perolehan.


[Jiwa rasional ini dipahami sebagai “akal”, parangkat lunak ini berfungsi untuk mengendalikan jiwa hewani. Pada jiwa rasional inilah terdapat nurani yang bertugas menjadi penasihatnya (bukan pengambil keputusan). Nurani bisa diibaratkan dengan gelas bening yang berisi air jernih yang secara otomatis bisa menjadi kotor. Jernih dan kotornya air dalam gelas tergantung tingkat ketakwaan seseorang. Semakin tinggi nilai ketakwaan manusia, maka akan semakin jernih air dalam gelas. Begitu pun sebaliknya, semakin rendah nilai ketakwaan manusia, maka akan semakin kotor air dalam gelas. Jika air dalam gelas sangat jernih, maka setitik pasir pun akan mudah terlihat. Namun jika air dalam gelas kotor, maka segenggam batu pun tak mungkin terlihat. Hal ini berlaku untuk semua manusia, karena itulah nurani yang bersih akan menjadi penasihat akal yang bisa diandalkan. Sebab nurani ini terhubung dengan malaikat pendamping, dan terhubung juga dengan Allah. Pen]


Dan semua fakultas jiwa tersebut bukanlah entitas berpisah yang masing-masing bertindak secara berbeda terpisah dari jiwa itu sendiri, tetapi mereka bekerja sama dan saling membutuhkan. Masing-masing memiliki fungsi dan sistem kerja sendiri melalui organ, waktu dan kondisi yang berbeda. Dalam hal ini, fakultas-fakultas jiwa pada kenyataannya merupakan jiwa itu sendiri (jiwa yang satu) yang mewujudkan dirinya berdasarkan berbagai kondisi yang dihadapinya. 



 



Memahami Hubungan antara Jiwa dan Jasad

Setelah kita memahami hubungan antara roh dan jiwa, saatnyalah kita memahami hubungan antara jiwa dan jasad. Menurut Ibn Sina antara jasad dan jiwa memiliki korelasi sedemikian kuat, saling bantu membantu tanpa henti-hentinya. Jiwa tidak akan pernah mencapai tahap fenomenal tanpa adanya jasad. Begitu tahap ini dicapai ia menjadi sumber hidup, pengatur, dan potensi jasad, bagaikan nakhoda (al-rubban) begitu memasuki kapal ia menjadi pusat penggerak, pengatur dan potensi bagi kapal itu. Jika bukan karena jasad, maka jiwa tidak akan ada, karena tersedianya jasad untuk menerima, merupakan kemestian baginya wujudnya jiwa, dan spesifiknya jasad terhadap jiwa merupakan prinsip entitas dan independennya jiwa. Tidak mungkin terdapat jiwa kecuali jika telah terdapat materi fisik yang tersedia untuknya. Sejak pertumbuhannya, jiwa memerlukan, tergantung, dan diciptakan karena (tersedianya) jasad. Dalam aktualisasi fungsinya, jiwa mempergunakan dan memerlukan jasad, misalnya berpikir yang merupakan fungsi spesifiknya tak akan sempurna kecuali jika indera turut membantu dengan jiwa sebagai penggerak atau motorik.


Jadi kesimpulannya, jasad itu merupakan kendaraan bagi roh berjiwa (sebuah avatar) agar roh berjiwa bisa berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Karena itulah, saat roh berjiwa manusia memasuki arena permainan (“plug” istilah pada film The Matrix), maka roh berjiwa akan mengenakan dua avatar, yaitu avatar halus (jasad halus/arwah) dan avatar kasar (jasad kasar/tubuh). Disaat “plug” itulah data base jiwanya dikosongkan sehingga roh berjiwa menjadi lupa, ia lupa kalau ia pernah mengakui (naik saksi), bahwa Tuhan-nya ialah Allah, yaitu saat di alam roh. Bahkan ia tidak tahu kalau sebenarnya ia sangat cerdas lantaran sebelum “plug”, data basenya dalam keadaan terisi sempurna. Roh berjiwa yang data base jiwanya telah kosong ini bisa diumpamakan seperti AI “artificial intelligent” kecerdasan buatan yang sedang diuji, sedangkan roh berjiwa yang data base jiwanya terisi sempurna adalah yang sewaktu di alam roh mengakui kalau Allah adalah Tuhannya. Sesungguhnya roh berjiwa manusia memainkan permainan ini adalah untuk menguji akal manusia (jiwa rasionalnya), agar menjadi bukti kepada para malaikat yang meragukan dan jin yang tidak percaya, kalau manusia itu memang pantas menyandang gelar khalifah, dan pantas untuk dihormati dengan bersujud kepadanya. Dan hakikat lainnya adalah untuk menguji akal manusia (jiwa rasionalnya) agar diketahui siapa yang paling baik amalnya.




 


Guna Avatar Arwah dan Jasad bagi Roh Berjiwa

Avatar arwah dan jasad adalah media yang digunakan oleh roh berjiwa untuk memasuki alam fana (arena permainan dan kehidupan).



Avatar Arwah
Avatar Arwah adalah jasad halus manusia yang kita pahami sebagai arwah manusia. Keutamaan avatar ini adalah untuk memasuki dimensi lain, yaitu alam gaib (alam jin dan barzahk). Jika semasa hidup manusia bersekutu dengan jin, maka kelak ia akan menghuni alam jin dengan menggunakan avatar arwah ini (menjadi budak). Begitupun saat manusia melakukan astral projection, manusia menggunakan avatar ini sebagai medianya, jika avatar arwah ini gagal bersatu kembali dengan avatar jasad, manusia akan terus mengenakan avatar arwah ini hingga hari kiamat. Manusia yang bersekutu dengan jin, dan juga yang melakukan astral projection inilah yang disebut dengan arwah gentayangan.

Avatar Jasad
Avatar Jasad adalah jasad kasar manusia yang kita pahami sebagai tubuh manusia. Avatar ini disediakan untuk memasuki dimensi alam dunia (jagad raya) dan akhirat (surga dan neraka), agar bisa merasakan nikmat kehidupan.



Manusia disebut mati lantaran avatar arwah telah terpisah dari avatar jasad, atau dengan kata lain roh berjiwa hanya mengenakan avatar arwah. Kemudian arwah ini akan memasuki alam barzakh dan tidak bisa kembali lagi, arwah ini akan ditempatkan di tempat yang berbeda sesuai dengan amal perbuatannya, ada yang mengalami siksa kubur dan ada yang mengalami tidur panjang (berlaku untuk manusia pada umumnya). Sedangkan untuk arwah manusia yang dikhususkan, seperti nabi, wali, syuhada, dsb. Hakikatnya mereka tidaklah mati, melainkan tetap hidup. Mereka ditempatkan di surga tertentu dengan menggunakan avatar jasad yang baru (tak memerlukan jiwa nabati, baik berupa jasad manusia maupun berupa jasad yang seperti burung), dan kehidupan mereka diberikan rezeki. Avatar arwah dan jasad bisa diibaratkan avatar dalam game online, sedangkan Roh bisa diibaratkan sebagai manusia yang memainkannya.

 
Tempat Keberadaan Roh Berjiwa

Tempat keberadaan roh berjiwa adalah di alam roh, inilah tempat tinggal roh berjiwa yang sebenarnya, tepatnya berada di pusat kendali yang ada di Cahaya Muhammad (di atas Arasy). Bukan di Surga Firdaus yang ada di langit Baitul Makmur (langit ke 7). Juga bukan di surga atau neraka yang berada di langit 6 (Faidun), 5 (Malakut) , 4 (Zahiroh), 3 (Muzayanah), 2 (Kholisah), 1 (Roqi'ah). Juga bukan di  alam jin (alam gaib), apalagi di alam manusia (jagad raya). Kenapa bisa demikian? Sebab, semua roh makhluk Allah itu suci, semuanya berada sangat dekat dengan Allah (Dalam cahaya Muhammad). Ketahuilah kalau surga yang ada di langit 1 sampai 7 adalah “arena kehidupan”, sedangkan alam jin dan manusia adalah “arena permainan”. Dan semua langit yang berjumlah tujuh lapis itu ada di dalam Arasy (maharuang), sebagai tempat untuk mewujudkan avatar setiap roh agar bisa menikmati karunia-Nya.

Muhammad bersabda kepada sahabatnya yang bernama Abu Hurairah “Apabila engkau memohon kepada Allah, maka mohon-lah kepada-Nya Surga Firdaus. Sesungguhnya ia (adalah) Surga yang paling utama dan paling tinggi. Di atasnya terdapat ‘Arsy Allah yang Maha Pengasih...”


Proses pengendalian avatar ini mirip dengan yang digambarkan pada “Film The Matrix” maupun “Film Avatar”, yaitu avatar manusia yang tersusun dari gabungan partikel dikendalikan oleh roh berjiwa di pusat kendali (teknisnya hanya Allah yang tahu). Sesungguhnya “Film The Matrix” dan “Film Avatar” adalah ciptaan Allah juga, tentu Allah punya maksud dengan menciptakan kedua film tersebut. Mustahil manusia mampu menciptakan kedua film tersebut, sebab yang terjadi sesungguhnya adalah manusia hanyalah menjalani “alur takdir pembuatan film”.

Shaad 72. “Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya."

Ayat di atas membuktikan kalau alam akhirat adalah arena kehidupan, sebab jasad Nabi Adam (avatarnya) yang telah sempurna jelas berada di “arena kehidupan” (Surga Firdaus), dan saat itu jasad Nabi Adam diisi dengan roh nabi Adam “plug”, kemudian jasad itu menjadi hidup. Tak jauh berbeda dengan ayat berikut saat manusia memasuki arena permainan pada dimensi alam dunia.

As Sajdah 9. “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”

Sebelum ditiupkan (plug) roh berjiwa tentu berada di alam roh untuk dimintai persaksian. Seperti tertulis pada ayat berikut:

Al A'raaf  172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Ayat diatas memberitahukan kepada kita kalau roh berjiwa sangat memahami sejatinya dia, juga sangat mengenal penciptanya. Dan Roh berjiwa inilah yang ditiupkan ke dalam jasad (“plug” memasuki avatarnya) sesuai dengan surat Shaad 72. Karena itulah tidak mungkin sebelum memasuki alam dunia, roh keturunan anak-anak Adam sudah berada di dalam arena permainan, hakikatnya tentu berada luar arena permainan, yaitu di alam roh. Sebab surga dan neraka (arena kehidupan), juga dunia dan alam gaib (arena permainan) adalah bersifat fana (bermateri fana), maka roh berjiwa harus menggunakan avatar yang bermateri fana juga. Sebab, tidak mungkin sesuatu yang sifatnya nyata bisa memasuki dunia yang sifatnya fana (4D Hologram yang terdiri dari gabungan partikel), kecuali ia menggunakan avatar. Layaknya dalam kehidupan kita, tidak mungkin kita (tubuh ini) bisa memasuki dunia game online yang maya (3D Graphic yang terdiri dari gabungan pixel RGB). Karena itulah, agar bisa memasuki dunia 3D seorang gamer harus menggunakan avatar yang juga terbuat dari materi yang sama. Dan keadaan di dunia graphic ini akan terasa nyata jika kita menggunakan teknologi virtual reality, yang membuat diri ini seolah menyatu dengan avatar dan lingkungan kita yang berupa 3D graphic dengan sudut pandang first person camera angle. Karena itulah Nabi Musa AS tidak dapat melihat Allah secara langsung dengan menggunakan avatarnya, sebagaimana telah diabadikan dalam surat  Al A'raaf berikut ini. 

Al A'raaf 143. Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman."
[565]. Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.


Kita analogikan peristiwa tersebut dengan seorang gamer game online yang ingin sekali bertatap muka secara langsung dengan pembuat game yang dimainkannya (Sang Programmer). Tentu mustahil seorang gamer dapat melihat Sang Programmer hanya dengan menggunakan avatarnya yang ada di dalam dunia game, dan hal yang paling mungkin dilakukannya adalah ia harus menghentikan permainan dan menemui Sang Programmer di tempatnya berada “unplug”.  Sama seperti yang terjadi dengan Nabi Musa AS, saat itu beliau langsung tidak sadarkan diri “unplug”, dan ketika sadar “plug” akhirnya beliau pun memahami hakikat ini seraya berkata. "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman."
Begitu pun ketika Rasulullah menemui Allah secara langsung, yaitu pada saat miraj hingga ke sidratul muntaha. Lantaran beliau tidak bisa melihat langsung dari alam dunia, maka ada proses yang harus dilaluinya. Proses itu adalah, dari Baitul Maqdis Rasulullah naik ke langit 1 (menggunakan star gate yang ada di Baitul Maqdis), kemudian singgah di langit 2 hingga 6, dan akhirnya tiba di langit ke 7, setelah itu beliau naik ke Sidratul Muntaha “unplug” dan akhirnya bertemu Allah. Sebetulnya bisa saja Rasulullah langsung “unplug” saat di alam dunia, namun karena Allah menginginkan beliau bertemu dengan para nabi yang berada di surga lebih dulu, maka proses tersebut harus dilakukan. Kenapa harus melalui proses tersebut, jawabnya karena Allah mempunyai maksud tertentu (mengandung hikmah). Karena itulah banyak sekali hikmah yang bisa digali dari peristiwa tersebut jika kita benar-benar mau memikirkannya. Perjalanan naiknya Rasulullah ke langit tentu ada hikmahnya, pertemuan beliau dengan para nabi tentu ada hikmahnya, dan bolak-balik serta tawar menawar beliau kepada Allah saat menerima perintah sholat 5 waktu tentu juga ada hikmahnya. Karena itulah duhai saudaraku, jika kita belum mampu menggali hikmah yang tersembunyi, janganlah berburuk sangka terhadap hadist yang tergolong shahih.
Nah, jika kita dapat memahami mengenai “unplug” ini, sungguh tidak mustahil saat di akhirat kelak kita pun akan dapat melihat wajah Allah secara langsung, yaitu dengan cara “unplug” seperti yang dilakukan Rasulullah. Sebab roh itu adalah media yang suci, dan media yang suci ini mampu melihat yang Maha Suci.
Mungkin ada yang bertanya tahu dari mana kalau Rasulullah menggunakan stargate, jawabnya karena di dalam riwayat mengenai isra miraj tertulis kalau di setiap langit mempunyai pintu, dan saya meyakini yang dimaksud dengan “pintu” adalah ”stargate di dalam ruang berpintu”, sebab tidak masuk akal jika langit tempat para nabi berada merupakan bidang datar yang pada tepinya memiliki pintu gerbang (layaknya halaman rumah kita). Yang paling masuk akal adalah langit bukanlah bidang datar, namun bidang bola yang memiliki “stargate di dalam sebuah ruang berpintu”. Dahulu kala, dengan menggunakan teknologi stargate inilah para jin fasik mampu mencuri berita dari langit. Namun sekarang pintu stargate sudah dijaga dengan panah-panah api.




Langit Merupakan Bidang Bola (Bukan Kubus atau Kubah)

Sesungguhnya langit itu tidak seperti jagad raya yang terdiri dari banyak galaksi dan tidak mempunyai lapisan (seperti keju). Namun langit adalah sebuah planet tunggal yang sangat besar dan mempunyai sebuah langit di atasnya, dan di atas langit tersebut terdapat planet tunggal lagi dan juga mempunyai sebuah langit di atasnya, terus begitu hingga langit ketujuh.  Dan ketujuh lapis langit itulah surga dan neraka, susunannya berlapis-lapis seperti halnya lapisan bumi (berbentuk bidang bola), dan bertingkat-tingkat layaknya gedung bertingkat. Namun untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi tidak menggunakan tangga atau lift layaknya sebuah gedung, namun menggunakan stargate lantaran jaraknya yang begitu jauh.



Benar                                           Keliru
Urutan Surga                        Lokasi                                Urutan Neraka
1.    Firdaus                          Langit 7 Baitul Makmur    ---------------------
2.    Adn                                Langit 6 Faidun                 Jahannam
3.    Naiim                             Langit 5 Malakut               Jahim
4.    Mawa                             Langit 4 Zahiroh                Huthamah
5.    Darussalaam                   Langit 3 Muzayanah         Sair
6.    Daarul Maqoomah            Langit 2 Kholisah             Saqar
7.    Maqoomul Amin               Langit 1 Roqi'ah               Hawiyah
8.    Khuldi                             Alam Barzakh                   Wail
Catatan: urutan surga dan neraka yang benar serta lokasinya hanya Allah yang tahu. 




Ath Thalaaq 12. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
Al Mulk 3. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Nuh 15. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?


 


Tujuan Diciptakannya Arena Permainan (Alam Dunia)

Allah telah menciptakan “arena kehidupan” (Alam akhirat) sebagai tempat bernaung semua makhluk yang diciptakan-Nya. Dan di dalam arena kehidupan itu Allah menciptakan Surga Firdaus beserta isinya, sebagai hasil kreasi yang diciptakan agar dapat mengenal dan mau mengabdi kepada-Nya. Selain itu Allah ingin menunjukkan kekuasaan-Nya, memberikan rezeki kepada mereka agar tampak kemurahan-Nya.
Saat berada di “arena permainan” Allah menghidupkan mereka untuk menunjukkan kebesaran-Nya, dan mematikan mereka untuk menunjukkan keperkasaan-Nya, kemudian menghitung amal mereka agar tampak keadilan-Nya. Selanjutnya Allah akan menepati janji-Nya, yaitu dengan menunjukkan anugerah kasih sayang-Nya sekaligus murka serta azab-Nya.
Mula-mula Allah menciptakan makhluk tak berjiwa (benda mati), kemudian makhluk berjiwa nabati (tumbuhan), lalu makhluk berjiwa nabati dan hewani (hewan), kemudian makhluk berjiwa hewani dan rasional (malaikat). Hingga akhirnya lengkaplah kehidupan di dalam surga, namun belum sepenuhnya sempurna sesuai dengan keinginan Allah. Sebab, saat itu di surga belum ada makhluk yang mengenal dan bertakwa kepada-Nya atas dasar keinginan makhluk itu sendiri. Malaikat misalnya, biarpun mereka telah mempunyai jiwa hewani dan jiwa rasional  (akal), namun mereka bertakwa lantaran dorongan ego positif yang ada pada jiwa hewaninya. Karena itulah, untuk menyempurnakan kehidupan di surga, Allah pun menciptakan jin yang memiliki jiwa hewani dan rasional, plus ego positif dan negatif di dalam jiwa hewaninya. Karena Allah tahu kalau makhluk berego negatif ini suka protes, maka Allah tidak begitu saja menempatkan mereka di dalam surga, melainkan harus diuji lebih dulu agar terlihat siapa yang paling baik amalnya. Maklumlah, kehidupan di surga juga ada status sosial seperti yang terjadi di dunia kita saat ini, ada penduduk surga golongan bawah, golongan menengah, dan golongan atas. Sebab jika tidak dilakukan pengujian, bangsa jin bisa protes lantaran dibedakan status sosialnya.
Karenanyalah Allah menciptakan “arena permainan” sebagai tempat untuk menguji jiwa rasional (akal) mereka agar terlihat siapa yang paling baik amalnya, yaitu dengan menjadikannya sebagai khalifah di “arena permainan” atau arena pembuktian yang ditempatinya. Selanjutnya, hasil ujian di “arena permainan” itulah yang akan dijadikan sebagai bukti ukuran status sosial mereka. Sesuai janji Allah, mereka pun diizinkan memasuki surga untuk menempati lokasi yang sesuai dengan amal perbuatannya, dan juga mendapat pangkat kemuliaan yang juga sesuai dengan amal perbuatannya. Karena keadilan dan kebijaksanaan Allah yang telah memberikan bukti, bangsa jin pun tidak ada yang protes lantaran telah membuktikannya sendiri. Salah satu dari mereka yang paling baik amalnya adalah Iblis, dan ia ditunjuk sebagai pemimpin para malaikat (sebuah pangkat kemuliaan yang dianugerahkan kepadanya). Keadaan itu terus berlanjut hingga akhirnya Allah berencana menciptakan makhluk baru yang avatarnya jauh lebih indah dan dilengkapi dengan akalnya yang jauh lebih sempurna. Dialah Nabi Adam AS, manusia pertama yang diamanatkan sebagai khalifah menggantikan peran jin yang sudah lebih dulu menjadi khalifah.
Setelah Nabi Adam As tercipta, Iblis dan para malaikat yang dipimpinnya disuruh untuk bersujud dihadapan Nabi Adam AS sebagai perhormatan kepadanya (bukan menyembahnya). Mengetahui itu, Iblis pun langsung protes, tak mau disuruh bersujud (lantaran kesombongannya merasa lebih mulia). Saat itu, malaikat pun sempat meragukan kemampuan manusia yang baru Allah ciptakan itu lantaran ketidaktahuannya. Karena Allah tidak mau dianggap sewenang-wenang, dan Kemahatahuan-Nya adalah benar, maka Allah pun bersedia memberikan bukti kepada Iblis yang tidak percaya dan malaikat yang meragukan. Hingga akhirnya masa ujian untuk manusia pun dimulai, saat itu Nabi Adam dilarang mendekati sebuah pohon yang ada disurga. Dan masa ujian itu terus berlanjut, yaitu apa yang sedang kita jalani sekarang ini. Sungguh Allah itu Maha Adil lagi Maha Bijaksana. 
Sebetulnya ujian untuk manusia bukan hanya sebagai bukti untuk Iblis yang tidak percaya, dan malaikat yang meragukan. Namun juga untuk pembuktian kepada manusia itu sendiri, agar dapat diketahui siapa yang paling baik amalnya, agar kelak manusia tidak protes lantaran dibedakan statusnya.

 
Keterangan Gambar:
Agar manusia bisa memasuki “arena kehidupan sebenarnya“ manusia harus diuji terlebih dahulu, dengan tujuan agar diketahui siapa yang lebih baik amalnya, sebagai bukti untuk dirinya sendiri, juga sebagai bukti kepada Malaikat yang meragukan dan jin yang tidak percaya. Dan cara Allah menguji adalah dengan memasukkan manusia ke arena permainan.





Siapa Sejatinya Kita?

Kita adalah roh berjiwa manusia yang berasal dari-Nya, tanpa-Nya kita bukan apa-apa. Adanya kita karena ada-Nya, gerak kita karena gerak-Nya, cinta kita karena cinta-Nya, sayang kita karena sayang-Nya, Keinginan kita karena keinginan-Nya. Karenanyalah kita tidak pantas menyombongkan diri dengan meremehkan mereka yang beribadah lantaran menginginkan surga dan takut neraka. Jika kita memang sudah memahami untuk apa kita diciptakan, dan siapa diri kita sebenarnya, maka kesombongan seperti itu memang sudah sepatutnya dihilangkan.
Sebab kita ini bukanlah batu, alias roh tak berjiwa, kita juga bukan hewan alias roh tak berakal, dan kita juga bukan malaikat alias roh tak ber-ego negatif. Kita adalah roh berjiwa manusia yang bisa tersiksa di alam roh lantaran jiwa kita membutuhkan yang namanya arena kehidupan. Karenanyalah, apa mungkin kita akan sanggup kembali ketempat asal kita (alam roh), padahal jiwa kita adalah manusia yang membutuhkan arena kehidupan “Surga”? Jadi, tidak mengapa jika kita beribadah lantaran menginginkan surga dan takut neraka, sebab Allah pun tak pernah mempermasalahkannya. Buktinya dibanyak ayat, Allah sendiri justru sangat menganjurkan kita untuk memasuki surga, dan Allah tidak pernah mempermasalahkan orang yang menginginkannya. Lantas kenapa mereka yang mengaku cinta dan takut kepada Allah justru begitu mempermasalahkannya. 
Sungguh benar apa yang Rasulullah amalkan, beliau itu sangat manusiawi, beliau makan dan minum sesuai kebutuhan, berkreasi memenuhi keinginan jiwanya (bukan memanjakannya), dan bahkan menikah untuk mempunyai keturunan. Begitupun yang seharusnya kita lakukan, yaitu menjadi manusia yang tidak akan membunuh nilai kemanusiaan kita agar menjadi seperti malaikat. Sebab kita ini diciptakan agar menjadi manusia yang pandai mengendalikan ego negatif, bukan justru mengangkang ego kita secara berlebihan agar bisa menjadi seperti malaikat, karenanyalah kita harus makan (sesuai kebutuhan), berpuasa dengan berbuka (tidak sebulan penuh tanpa makan dan minum), menikah dan berketurunan (tidak membujang atau berzinah). Sebab jika kita sampai mengabaikan semua itu, itu sama saja dengan menyiksa diri kita sendiri (berlebihan), padahal kita diciptakan untuk menikmati anugrah yang sudah Allah berikan.
Sungguh kita tidak boleh mengabaikan semua itu, sebab dapat membuat diri kita menjadi tidak berguna diciptakan sebagai manusia lantaran ingin menjadi seperti malaikat yang tidak dikaruniai ego negatif, atau menginginkan menjadi batu dengan roh tanpa jiwa. Padahal Allah “menginginkan” kita menjadi manusia yang mempunyai tanggung jawab sebagai khalifah, maka sudah seharusnya keinginan-Nya itu menjadi keinginan kita. Jika tidak, kita bukanlah termasuk hamba-Nya yang bersyukur.
Karena itulah, manusia yang beribadah karena menginginkan surga dan takut neraka juga merupakan wujud cinta dan takutnya kepada Allah, lantaran Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang memang tidak menghendaki jiwa manusia dalam kesusahan. Lagi pula, bukankah tempat untuk berjumpa dengan Allah hanya melalui surga (sebagai bukti kalau manusia memang pantas dan telah membuktikannya sendiri). Jadi, bukti ukuran pantas dan tidaknya adalah surga, sebab manusia bisa protes jika ada manusia biasa (bukan nabi) yang tidak mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah namun juga dapat melihat wajah-Nya. Karena itulah secara otomatis orang yang cinta kepada Allah tentu sangat menginginkan surga lantaran ingin berjumpa dengan pencipta-Nya. Selain itu, bukankah orang yang menginginkan surga diberikan syarat, dan syaratnya itu cuma takwa. Sedangkan takwa itu sendiri adalah bukti kalau manusia cinta dan takut kepada Allah. Apa iya ada manusia yang tidak takut dan mencintai-Nya mau bertakwa? Lagi pula, Allah sengaja menciptakan kita dengan jiwa yang sempurna, dan karenanya mempunyai daya dan keinginan untuk bertindak serta berkreasi seperti Penciptanya. Jika Allah menghilangkan jiwa tersebut, maka ia bukanlah manusia.
Apakah Allah senang jika manusia yang telah diciptakan-Nya dengan sempurna justru ingin menurunkan kualitas roh yang dimilikinya menjadi seperti roh tanpa jiwa, yaitu tidak mempunyai keinginan untuk berkreasi, diam seperti batu tanpa menghasilkan apa-apa? Padahal Allah sudah lebih dulu menciptakan roh yang seperti itu, dan sudah tak terhingga jumlahnya, dari partikel debu hingga alam semesta. Atau menjadi seperti hewan yang berkreasi tanpa keadilan alias semaunya. Allah juga sudah lebih dulu menciptakan roh yang seperti itu, dari hewan bersel satu hingga dinosaurus. Atau juga menjadi seperti malaikat, yang berkehendak mengikuti ego positif, tak kuasa membangkang sama sekali. Allah juga sudah lebih dulu menciptakan roh yang seperti itu, sudah tak terhitung jumlahnya. Intinya adalah, manusia dipersilakan untuk memilih, mau bertakwa dengan terpaksa atau sukarela (dengan cinta).
Bagi manusia yang berakal tentu memilih untuk bertakwa dengan sukarela, sebab dengan terpaksa akan membuatnya justru tersiksa dan pastinya tidak akan bertahan lama. Karenanyalah secara otomatis, orang yang konsisten bertakwa sama juga artinya dengan orang yang mencintai Allah (walaupun ia menginginkan surga dan takut neraka). Buktinya adalah baginda Muhammad Rasulullah SAW, beliau itu adalah manusia yang paling Allah cintai, dan beliau itu juga manusia yang paling mulia ahlaknya. Semasa hidup, beliau tetap konsisten bertakwa menjalankan syariat agama Islam hingga akhir hayat beliau. Kesimpulannya, orang yang konsisten bertakwa sudah pasti mencintai Allah, dan Allah pun mencintainya. Namun bagi orang yang tidak bertakwa, boleh saja ia mengaku cinta, padahal Allah tak mencintainya. Sesungguhnya isi dan kulit tak terpisahkan. Apa jadinya isi tanpa kulit, juga kulit tanpa isi. Karenanyalah keduanya tak boleh terpisah. Mustahil isi yang didapat baik jika kulitnya rusak, apalagi tanpa ada kulitnya. Karenanya jika ingin mendapat isi yang baik, maka peliharalah kulitnya. Sebab kesempurnaan isi lantaran perlindungan kulitnya. Itulah perumpamaan Syariat Islam yang harus ditegakkan demi melindungi Umat Islam itu sendiri dari cara bertauhid yang keliru.

Bukhari Muslim 9 Hadis Abu Hurairah r.a: Seorang lelaki kampung telah datang mengadap Rasulullah s.a.w lalu berkata: Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang membolehkan aku memasuki Syurga. Rasulullah s.a.w bersabda: Engkau hendaklah mengabdikan diri kepada Allah, jangan menyekutukannya dengan sesuatu, dirikanlah sembahyang sebagaimana yang difardukan dan keluarkanlah zakat yang diwajibkan serta berpuasa pada bulan Ramadan. Lalu orang itu berkata: Demi Allah yang berkuasa ke atas diriku, aku tidak akan menambah atau menguranginya sama sekali apa yang telah dijelaskan kepadaku. Setelah orang itu beredar Rasulullah s.a.w pun bersabda: Sesiapa yang ingin melihat ahli Syurga maka lihatlah kepada lelaki ini

Sesungguhnya kita diciptakan adalah untuk menikmati anugerah jiwa hewani yang dikendalikan jiwa rasional (Akal), baik saat ini (saat di arena permainan), maupun di surga (arena kehidupan). Buktinya adalah Iblis yang berani membantah tak mau disuruh untuk bersujud kepada Nabi Adam AS, hal itu jelas membuktikan ia masih memiliki ego negatif. Bukan hanya Iblis, saat di surga pun Nabi Adam AS memiliki ego negatif sehingga membuatnya harus meninggalkan surga.
Semua ini sangat mudah dicerna jika kita mau mengamati kehidupan di dunia saat ini, yang mana semua skenario yang ada di arena permainan ini adalah media untuk memberi pelajaran mengenai hakikat sejatinya kita, yaitu kenapa kita ini diciptakan dan kenapa pula harus tinggal di alam dunia? Yang tak lain dan tak bukan adalah sebagai bukti kalau roh berjiwa manusia membutuhkan yang namanya arena kehidupan, sebagai tempatnya bersosialisasi dan mengekspresikan diri, bisa berbangga dengan jabatannya yang mulia (sebagai khalifah) dan merasa terhormat dihadapan makhluk lainnya. Itulah kenapa manusia ingin sekali menjadi khalifah, ketimbang gunung atau makhluk ciptaan Allah lainnya yang tak memiliki ego. Sungguh semua itu lantaran manusia telah di ciptakan dengan begitu sempurna (memiliki akal yang sempurna sehingga mampu mengendalikan ego negatifnya). Buktinya adalah Rasulullah dan para sahabatnya, biar pun mereka memiliki ego negatif, namun mereka mampu untuk bertakwa karena sukarela (lantaran cinta). Sungguh berbeda dengan malaikat yang sama sekali tidak memiliki ego/keinginan negatif seperti manusia dan jin, sehingga mereka mampu beribadah tanpa dirongrong sedikitpun oleh yang namanya ego negatif lantaran tak memilikinya. Karena itulah sekali lagi saya tegaskan, jika Allah sengaja menghilangkan ego negatif ini, itu sama saja artinya Allah tidak menciptakan manusia.
Semua perkara itulah yang dimaksud dengan menjadi khalifah, yaitu ketika roh mampu membuktikan dirinya (mampu mengendalikan jiwa yang ada padanya), sehingga manifestasi sifat Allah yang terkandung di dalam rohnya yang suci bisa benar-benar terwujud, dan ia akan menjadi manusia yang mempunyai sifat seperti Penciptanya, yaitu menjadi seperti Allah yang Maha Adil, yang tidak mungkin akan sewenang-wenang kepada mahkluk yang diciptakan-Nya, juga penuh dengan kasih sayang, mau mengurus semua makhluk yang diciptakan-Nya, dan mampu berkreasi dengan tanpa merugikan semua yang diciptakan-Nya. Karenanyalah, manusia yang menjadi khalifah sudah seharusnya mampu berbuat adil kepada yang dipimpinnya, penuh dengan kasih sayang, mau mengurus semua yang dipimpinnya, juga mampu berkreasi dengan tanpa merugikan semua yang dipimpinnya. Dan karena itulah manusia dinyatakan sebagai makhluk yang lebih mulia dari makhluk ciptaan-Nya yang lain, sebab memang tidak mudah untuk bisa menikmati anugerah yang Allah berikan, sementara ego negatif terus merongrong minta dimanjakan.
Karena itulah Allah sangat menginginkan manusia dapat mewujudkan sifat Allah yang terkandung dalam rohnya yang suci. Dan karena itu pula Allah tidak suka kepada manusia yang hanya mampu membuat gambar atau patung makhluk bernyawa (sekedar dilihat untuk kesenangan), sebab Allah menginginkan lebih dari itu, yaitu bisa membuatnya bergerak seperti halnya Allah menciptakan malaikat, jin, dan manusia. Contohnya adalah manusia yang dapat membuat gambar diam maupun gambar animasi untuk tujuan pendidikan, membuat robot untuk mempermudah segala urusan manusia, apa lagi jika manusia mampu membuat android yang mampu berpikir sendiri dengan tujuan untuk kemaslahatan umat manusia.

Bukhari Muslim 1237 Diriwayatkan daripada Ibnu Umar r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Orang-orang yang membuat atau melukis gambar-gambar akan disiksa pada Hari Kiamat. Maka akan difirmankan kepada mereka: Hidupkan apa yang telah kamu ciptakan.

Karena itulah, jika manusia mau berbuat hal demikian (membuat gambar bergerak, robot, maupun android) bukanlah hendak menyaingi Allah, namun justru hendak mewujudkan sifat Allah yang ada para manusia (kemampuan untuk berkreasi seperti pencipta-Nya). Dan jika kita sadar kalau kita hanyalah ciptaan, justru kita akan mengagungkan Allah sebagai pencipta kita. Subhannallah… hebat sekali ciptaan Allah itu (manusia) yang dapat membuat android yang begitu berguna bagi kemaslahatan umat manusia, dan lebih hebat lagi tentulah yang menciptakan manusia itu sendiri, Allah SWT. Karena itulah, seorang muslim yang mampu membuat android untuk tujuan mulia  tentulah sangat pantas untuk dibanggakan dan diberi penghargaan. Dan Allah hanya akan menghukum mereka yang hanya membuat gambar atau patung mahluk bernyawa yang sekedar dilihat untuk kesenangan, apalagi jika gambar dan patung tersebut sampai disembah, tentulah Allah akan murka sekali dengan segala kebodohan itu. Sudah Allah beri kemampuan lebih kok hanya mampu seperti itu, sungguh memalukan. Pantaslah para jin fasik suka sekali bertempat tinggal di benda-benda seperti itu (gambar atau patung yang sekedar dilihat untuk kesenangan, apalagi yang sampai disembah). Rupanya  para jin fasik itu ingin manusia terlena dengan hal yang demikian, dan membuatnya justru semakin menjauhi Allah.  




Memahami Keesaan Allah

AL IKHLASH
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."


Bukhari Muslim1563 Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama. Sesiapa yang mampu menghafalnya, nescaya dia akan masuk Syurga. Sesungguhnya Allah itu ganjil (esa pada zat, sifat dan perbuatanNya serta tiada sekutu bagiNya) dan Dia menyukai pada yang ganjil.

Tauhid artinya mengesakan. Bukan hanya mengesakan Allah, sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, namun juga mengesakan segala yang diciptakan-Nya kepada Allah, termasuk diri kita. Karena segala sesuatu yang ada pada diri kita sebenarnya adalah Af'al (Perbuatan) Allah, Asma (Nama) Allah, Sifat Allah, dan Zat Allah. Dan keempat macam inilah yang perlu kita kenal dan kita ketahui karena kenyataan hakikatnya itu ada pada kita, seperti:


1. Af'al Allah   : kenyataan hakikatnya pada diri kita adalah arwah & jasad.
2. Asma Allah : kenyataan hakikatnya pada diri kita adalah jiwa.
3. Sifat Allah   : kenyataan hakikatnya pada diri kita adalah roh.
4. Zat Allah     : kenyataan hakikatnya pada diri kita adalah rahasia.  

Mengapa Zat dikatakan rahasia? Karena yang namanya Zat itu tidak berbentuk, tidak berwarna, tidak berbau, tidak bertempat, dan lain-lain. Karena Zat itu laysa kamitslihi syai'un, tidak ada seumpamanya. Ini  baru Zat, sedangkan Allah terlebih laysa kamitslihi syaiun. Ini sebabnya Rasulullah melarang memikirkan soal Zat Allah: bukan karena tidak boleh, melainkan karena memang tidak bisa! Ini baru Zat-Nya, apalagi Allah Pribadi: Sang Maha Pencipta.
Keempat macam yang ada pada segala sesuatu dan ada pada diri kita inilah yang perlu diesakan pada Allah, bukan hanya “tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain”. Jika  kita sudah tahu hakikat yang empat ini, tentulah kita sadari, pada diri kita itu tidak ada arwah & jasad, tidak ada jiwa, tidak ada roh, tidak ada rahasia. Yang ada adalah Af'al Allah, Asma Allah, Sifat Allah, dan Zat Allah.




Allah Tidak Bertempat


Sesungguhnya Allah tidak bertempat, sebab Allah sama sekali tidak terikat oleh ruang dan waktu. Jika Allah bertempat tentulah Allah bukan Maha Besar lantaran tempat yang dimaksud dapat mengecilkan-Nya.

 
                Benar                                     Keliru               
Allah tak bertempat                    Allah bertempat
                      
Ar Ra'd 2. Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.

Al Haaqqah 17. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.


Bukhari  Muslim 1596 Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Sebaik sahaja Allah s.w.t menciptakan makhlukNya. Dia terus menulis dalam kitab yang berada di sisiNya di atas Arasy: Sesungguhnya rahmatKu mengatasi kemurkaanKu


Lalu apa yang dimaksud dengan “Arasy” pada ayat-ayat dan Hadist di atas? Saya memahami kalau yang dimaksud Arasy adalah sistem penunjang kehidupan, sebuah ruangan paling besar yang Allah ciptakan (maharuang), dan malaikat terlibat di dalam sistem tersebut. Arasy berbeda dengan “kursi”, sebab arasy adalah makhluk (nyata), sedangkan “kursi” makna dari kekuasaan Allah (kias).  Arasy yang bersifat nyata ini ditopang oleh para malaikat, dan di bawah Arasy ada air, yaitu air yang meliputi arena kehidupan (Baitul Makmur beserta isinya), tak ubahnya seperti janin di dalam kandungan yang diliputi dengan air. Karena itulah, tidak sepatutnya kita menggambarkan Arasy itu berada di atas langit (menyerupai kubah), juga mempunyai ruangan dan singgasana seperti di dalam kerajaan, apa lagi membayangkan Allah duduk di atas singgasana-Nya yang dipanggul oleh para malaikat. Kenapa tidak patut? Sebab semua itu dapat membatalkan sifat Maha Besar Allah. Sekali lagi saya tegaskan, semua itu hanya sistem mekanisme penunjang kehidupan. Sebab dalam sudut pandang kita sebagai manusia, bagian terluar dari planet bumi adalah atas, lalu bagian terluar dari jagad raya adalah atas, kemudian bagian terluar dari langit 1 hingga 7 (Baitul Makmur) adalah atas. Dan di atas Baitul Makmur ada air, di atas air itulah ada Arasy, dan di atas Arasy ada Allah yang bercahaya. Karena itulah, Arasy seolah berada di atas, padahal hakikatnya berada di dalam Tubuh Allah (diliputi Allah), layaknya sebuah bola (bukan kubah). Jadi, kemana pun kita menghadap, di hadapan kita ada Arasy, kemana pun kita menghadap, di situlah wajah Allah.



Pengertian makna kata “di atas” yang benar
Keliru                                    Benar

Al Baqarah 115. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.




Awal Penciptaan

Ketika segala sesuatu belum ada (masa azali), tentu yang ada hanya Allah SWT. Kemudian dengan kehendak-Nya, Allah menciptakan makhluk. Namun sebelum menciptakan makhluk, Allah menciptakan Cahaya Muhammad lebih dulu. Hal itu dikarenakan Allah memiliki cahaya yang begitu dahsyat, yang terangnya melebihi cahaya matahari dan panasnya melebihi api neraka. Saking dasyatnya, cahaya ini (cahaya di atas cahaya) dapat menghancurkan apapun, kecuali diri Allah. Nah... Agar semua makhluk yang akan Allah ciptakan tidak hancur binasa, maka Allah pun menciptakan Cahaya Muhammad lebih dulu sebagai tabir yang melindungi semua makhluk yang diciptakan-Nya. Walaupun begitu, cahaya Allah ini tetap masih dapat menembusnya, namun dengan kadar yang berbeda. Karena itulah, Cahaya Muhammad ini bukanlah Nabi Muhammad SAW, melainkan hanya tabir pelindung yang melindungi semua ciptaan Allah. Dan karenanyalah, jika Cahaya Muhammad ini tidak diciptakan maka secara otomatis ciptaan Allah yang lain pun tidak akan diciptakan, sebab Cahaya Allah dapat menghancurkannya.
Sesungguhnya Cahaya Muhammad bukanlah makhluk, sebab makhluk yang paling besar adalah Arsy (maharuang). Jika Cahaya Muhammad adalah makhluk, maka Arsy tidak menjadi makhluk yang terbesar. kesimpulannya, yang pertama diciptakan adalah “Cahaya Muhammad”, dan makhluk pertama yang diciptakan adalah “pena”.
Setelah Allah menciptakan tabir (Cahaya Muhammad), barulah Allah menciptakan makhluk pertama, yaitu “Pena” (The Matrix), setelah itu terciptalah hirarki kehidupan “Lauhul Mahfuz” (diagram alur pemprograman), yaitu dari penciptaan Arasy hingga alam dunia beserta isinya. Penciptaan Roh, Pena, dan Lauhul Mahfuz berada diluar rancangan Lauhul Mahfuz. Kenapa demikian? Sebab, roh itu berada paling dekat dengan Allah, yaitu di Cahaya Muhammad, tepatnya di pusat kendali (alam roh). Begitu pun dengan pena dan Lauhul Mahfuz itu sendiri, yang berada di sisi-Nya. Roh pengendali “pena” dan “Lauhul Mahfuz” pun berada di alam roh, sebab alam roh adalah alam yang benar-benar nyata (alam paling suci), tidak seperti alam-alam lain yang berada di dalam Arsy yang hakikatnya “mahahologram”. Dengan demikian menjadi jelas kalau ketiganya berada di luar Arsy. Jika dianalogikan dengan komputer, maka “pena” adalah CPU-nya, “Arsy” adalah monitornya, dan “roh” adalah user-nya. Dan Allah sendiri adalah pencipta dan programmer dari komputer tersebut.


Dalam hadits Qudsi Allah berfirman :
“Aku ciptakan roh Muhammad daripada cahaya Muhammad.”
[Begitupun dengan roh lainnya. Pen]

Mulanya hanya ada Allah saja
Allah tidak bertempat (tidak terikat oleh ruang dan waktu)


 Kemudian Allah menciptakan makhluk (kehidupan) di dalam diri-Nya (meliputi)


   
Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa

Mungkin ada yang belum mengerti, bagaimana proses penciptaan selanjutnya setelah Cahaya Muhammad tercipta. Sesungguhnya proses terciptanya Arasy (maharuang) hingga alam dunia (arena permainan) terjadi dalam enam masa.  



Gambar proses penciptaan dalam enam masa
 

1. Setelah tercipta Cahaya Muhammad tentulah belum ada ruang, kemudian Allah mengisi Cahaya Muhammad dengan air.
2. Hingga akhirnya tepian air itu membeku dan terciptalah Arasy.
3. Setelah Arasy terbentuk, terjadilah “Big Bang 1” yang menghasilkan gelembung hampa dan mendesak air hingga ke tepi, dan terciptalah Baitul Makmur.
4. Setelah itu terciptalah Surga Firdaus, kemudian Allah mengisi surga tersebut dengan makhluk-Nya yang lain (tumbuhan, hewan, dan malaikat), sempurnalah alam surga beserta isinya. Namun belum sepenuhnya sempurna, sebab Allah akan menciptakan makhluk pertama yang mempunyai ego negatif (jin), yang mana perlu diuji dulu agar bisa menempati Surga Firdaus. Karena itulah penciptaan terus berlanjut ke masa 5 dan 6.
5. Bermula dari “Big Bang 2”.
6. Selanjutnya akibat dari Big Bang 2 itu, terjadilah benturan “Materi Fana” yang berasal dari Big Bang 2 dengan “Materi Nyata” yang berada di perut Firdaus, sehingga terciptalah enam lapis langit, di dalamnya tercipta surga dan neraka, dan di bagian paling dasar terbentuk jagad raya yang terus mengembang bersama-sama dengan 7 lapis langit di atasnya.

As Sajdah 4. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. Tidak ada bagi kamu selain dari padaNya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
[1188]. Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.
[1189]. Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. Syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.


Al Anbiyaa' 30. Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?


Proses pembentukan langit 1 sampai 7, yang tercipta akibat benturan “Materi Fana” dengan “Materi Nyata” terjadi dalam dua masa (5 dan 6). Langit ke 7 awalnya bukan langit ke 7, melainkan hanya satu lapis saja (Surga firdaus dan langitnya). Dan setelah terjadi masa ke enam itulah disebut sebagai langit ke 7 (langit dijadikan tujuh lapis). Sebetulnya “Materi Nyata” ini pun hakikatnya fana, persis ketika gamer game online menilai kalau dunia game adalah maya, dan dunia kita adalah nyata, padahal hakikatnya sama-sama fana.

Fushshilat 12. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.


Di dalam arena permainan inilah terdapat Bumi, Tata surya, lengan galaksi orion, galaksi bimasakti, konstelasi gugus galaksi virgo, konstelasi gugus super galaksi virgo, dan jagad raya (deep field view). Semua itu yang dimaksud dengan hiasan langit pertama, dan semua hiasan itu bukan berada di langit. Karena itulah semua hiasan tersebut dapat dipantau dan dijelajahi oleh manusia lantaran masih bagian dari arena permainan, dan sesungguhnya arena permainan ini terdiri dari gabungan partikel (4D hologram). Karenanyalah, jika anda menjadi sekecil partikel maka yang anda lihat hanyalah partikel-partikel yang berseliweran. Serupa dengan arena permainan game online yang tampil di layar monitor yang sebenarnya terdiri dari gabungan Pixel Color (RGB “red, green, blue”), jika anda menjadi sekecil pixel maka yang anda lihat hanyalah pixel  berupa lampu rgb yang berkelap-kelip.

 Partikel-partikel                     Pixel  RGB
Karena layar monitor bersifat dimensi, maka dalam satu layar bisa ditampilkan bermacam tampilan (dimensi). Karena itulah tidak aneh jika di dalam arena permainan di dunia ini (alam dimensi) bisa memiliki dimensi lainnya (alam gaib dan barzahk). Sedangkan langit tidak memiliki dimensi seperti halnya arena permainan, hal itu dikarenakan jin dan manusia sama-sama hidup pada dimensi yang sama (tidak ada sekat dimensi). Tidak seperti yang dipikirkan sebagian orang, kalau langit adalah dimensi yang kesekian dan kesekian, yang letaknya di alam dunia ini juga namun berbeda dimensi, seperti halnya alam jin atau alam barzah yang juga berada di alam dunia ini namun berbeda dimensi. 
Sebenarnya proses hisab terjadi di arena permainan (alam dimensi), yaitu setelah hari kebangkitan. Proses hisab mirip sekali dengan  game komputer, setelah menamatkan game tentu ada perhitungan score terakhir, dan perhitungan itu terjadi masih di dalam game tersebut.

Al A'raaf 25. Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.

Dari alam roh,  roh memasuki “arena permainan” dan “arena kehidupan” dengan menggunakan avatar.


  Inilah yang dimaksud dengan Allah Maha Esa, Allah itu satu meliputi semua yang diciptakan-Nya. Jika ada yang berpikiran Allah terpisah dengan yang diciptakan-Nya tentulah ini pemikiran yang keliru. Sebab Allah tidak terikat oleh ruang dan waktu, jika ada jarak di luar diri Allah tentulah ada ruang dan waktu yang menyebabkan batalnya Kemahabesaran Allah.


Benar                                                Keliru  
Allah dan ciptaan-Nya                       Allah dan ciptaan-Nya

Fushshilat 54. Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.

Karenanyalah saat ini juga kita mampu “melihat Allah” walau belum sepenuhnya, yaitu melalui diri kita sendiri. Sebab, hakikat diri kita merupakan Af'al (Perbuatan) Allah, Asma (Nama) Allah, Sifat Allah, dan Zat Allah. Karena itulah, manusia yang dapat memahami hal ini dengan baik secara otomatis akan meniadakan dirinya, dan disetiap pandangannya yang ada hanya Allah yang Maha Esa. Persis ketika kita memandang diri ini tanpa cermin, tak semuanya tampak. namun begitu, kita tentu meyakini kalau yang tampak dan yang tak tampak itu tentulah satu kesatuan, yaitu diri ini.
Inilah maksud sebenarnya perkataan "makhluk itu tidak punya wujud hakiki". Inilah makna sebenarnya  "sekalian makhluk itu fana di hadirat Ilahi Rabbi". Bukan mem-fana-fana-kan diri atau mengkosong-kosongkan diri atau mentiada-tiadakan diri, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang.
Makrifatnya, apa saja yang terpandang mata, semuanya itu adalah Af'al Allah: Perbuatan Allah. Dan semua perbuatan-Nya adalah pergerakan-Nya. Karena itulah kita dapat merasa dan melihat pergerakan Allah, walau tidak sepenuhnya. Sesungguhnya Allah dan kita adalah satu kesatuan lantaran semua makhluk berasal dan berada pada diri-Nya.
Salah satu dampak dari memahami semua ini adalah kita akan lebih mencintai semua ciptaan Allah, apa pun itu. Kenapa bisa demikian? Jawabnya adalah karena kita sudah benar-benar memahami hakikat sejatinya makhluk ciptaan Allah. Dan yang dimaksud dengan mencintai bukan berarti harus menjadi vegetarian, seperti yang dilakukan sebagian orang, tidak memakan hewan ternak misalnya. Sebab sejatinya cinta kita kepada hewan ternak tersebut adalah memelihara dengan penuh kasih sayang dan mau memanfaatkan daging atau tenaganya, dan itulah kebahagiaan bagi hewan ternak lantaran kita telah memperlakukannya sebagai hewan ternak, yaitu dengan bersedia memanfaatkan tenaga atau dagingnya. Sungguh tiada berguna hewan ternak yang tidak dimanfaatkan sebagaimanamestinya, padahal Allah telah menghalalkannya. Begitupun dengan keterpaksaan membunuh hewan yang menjadi hama, karena hakikat penciptaan hewan tersebut memang untuk dimusnahkan. Karena dengan adanya hama, maka ada upaya manusia untuk memikirkan bagaimana cara membasminya. Hewan Babi pun telah Allah ciptakan sebagai materi penguji manusia, bukan lantaran Babi mengandung cacing pita, atau apalah alasan lainnya, semua itu hanyalah bagian dari hikmah dan bukan tujuan utama. Tujuan utamanya adalah kita tidak memakan babi lantaran kita memang taat kepada larangan Allah, itu saja. Begitulah sebagian kecil hakikat  kehidupan yang ada di muka bumi ini, sungguh semua makhluk yang Allah ciptakan mempunyai kegunaan masing-masing, yaitu untuk menguji, membantu, menghibur, menciptakan lapangan kerja, dll.




Kesimpulan

Adz Dzaariyaat 56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Huud 7. Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya[711], dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini[712] tidak lain hanyalah sihir yang nyata."

[711]. Maksudnya: Allah menjadikan langit dan bumi untuk tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.
[712]. Maksud mereka mengatakan bahwa kebangkitan nanti sama dengan sihir ialah kebangkitan itu tidak ada sebagaimana sihir itu adalah khayalan belaka. Menurut sebagian ahli Tafsir yang dimaksud dengan kata Ini ialah Al Quran ada pula yang menafsirkan dengan hari berbangkit.


Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia agar dapat mengenal Allah dan mau mengabdi dengan cara bertakwa kepada-Nya atas dasar kemauannya sendiri. Dan Allah menciptakan arena permainan sebagai tempat untuk menguji akal manusia, agar terlihat siapa yang paling baik amalnya (saling berlomba-lomba dalam kebaikan), sebagai bukti kepada manusia agar tidak protes lantaran adanya perbedaan status kemuliaan. Dan sekali lagi saya tegaskan, kalau bukti itu adalah untuk manusia, bukan untuk Allah, sebab Allah Mahatahu dan karenanya tidak memerlukan bukti. Selain bukti untuk manusia itu sendiri, bukti itu juga untuk kepuasan makhluk berakal lainnya (malaikat dan jin). Karena itulah kita harus membuktikannya, yaitu dengan cara berlomba-lomba dalam kebaikan. Sebab dengan berusaha menjadi yang terbaik dalam beramal sholeh, itu artinya kita telah membuktikan siapa diri kita sebenarnya. Dan beramal sholeh yang dimaksud adalah, beramal sholeh menurut Allah, bukan beramal sholeh menurut kita. Contohnya adalah perkara ”bidah” (perbuatan yang dianggap baik dalam beribadah). Perbuatan itu menurut kita baik, namun menurut Allah justru sebaliknya. Karena itu waspadalah dengan segala perkara “bidah”.
Ketahuilah… Kalau sesungguhnya status sosial kita di kampung akhirat akan menjadi berbeda lantaran adanya perbedaan perbuatan kita di dunia (terbukti berbeda). Ukuran baik dan tidak amal kita, bukan hanya berdasarkan lamanya beramal dalam kehidupan namun juga berdasarkan saat terakhir amal perbuatannya. Contohnya adalah mereka yang menjadi kafir setelah beriman, adalah mereka yang telah membuktikan kegagalannya sebagai manusia, dan karenanya mereka tidak layak tinggal di surga sebagai manusia. Begitupun sebaliknya, mereka yang beriman setelah kekafirannya, justru akan menempati surga lantaran ketaannya yang kemudian itu. Karena itulah sekali lagi saya tegaskan, kalau Allah sengaja menghadirkan semua pembuktian ini agar saat di Surga Firdaus tidak ada manusia yang protes lantaran adanya perbedaan status, dan mereka yang tidak layak masuk surga jelas harus mau menerimanya. Dan yang paling menentukan adalah timbangan di akhir permainan ini, yaitu yang menentukan peringkat tertinggi dan peringkat terendah dari amal perbuatan manusia, yang kelak akan menjadi penentu status sosial manusia saat di surga. 
Lantas bagaimana dengan anak-anak yang meninggal dunia, padahal mereka belum beramal sholeh (belum berakal), juga dengan anak remaja yang meninggal, padahal belum banyak beramal sholeh. Jawabnya Allah itu Mahatahu, anak-anak yang di izinkan meninggal  tentulah mereka para ahli surga golongan tertentu. Begitupun dengan anak remaja, mereka yang di izinkan meninggal tentulah ahli surga atau ahli neraka golongan tertentu. Yang jelas, mereka itu bukanlah penduduk surga golongan atas (terbaik), maupun penghuni neraka golongan bawah (terburuk). Dengan kemahatahuan-Nya, Allah tentu tidak akan membiarkan mereka yang masuk surga golongan atas meninggal lebih awal (diberikan umur panjang untuk banyak beribadah), begitupun dengan penghuni neraka paling bawah, mereka tidak akan dibiarkan meninggal lebih awal (diberikan umur panjang untuk berbuat dosa lebih banyak). Sedangkan para syuhada (orang yang berjuang dijalan Allah), adalah mereka yang Allah ketahui para ahli surga golongan atas (terbaik), walaupun mereka meninggal dalam keadaan masih muda. Karena itulah, untuk kita yang masih hidup diharuskan untuk terus berusaha, siapa tahu kita memang penduduk surga golongan atas. Dan bagi kita yang masih banyak berbuat dosa hendaklah waspada, jangan-jangan kita adalah penduduk neraka golongan bawah. Namun begitu kita masih mempunyai kesempatan untuk membuktikannya, yaitu dengan cara bertaubat dan kembali ke jalan yang lurus. Dan taubat kita itu adalah pertanda kalau kita adalah calon ahli surga, yang tidak mustahil akan menjadi penduduk surga golongan atas (terbaik). Sesungguhnya keputusasaan terhadap rahmat Allah adalah ciri dari para penghuni neraka. Karena itulah, jangan sampai kita berputus asa. Biarpun dosa sudah sebesar gunung, selama ajal belum menjemput, tentulah masih ada kesempatan untuk bertaubat, sebagai bukti kalau kita memang pantas menjadi penghuni surga.
Sungguh Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Maha Adil lagi Maha Bijaksana, yang mana telah menciptakan manusia dengan begitu sempurna, dan tidak sedikitpun tega menzoliminya, bahkan mau memberikannya tempat yang terbaik, sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. Karenanyalah sudah saatnya kita menyadari siapa sejatinya kita, yang mana seharusnya mau membuktikannya dengan taat kepada Allah atas dasar kesadaran kita sendiri (sukarela lantaran cinta), sungguh sangat disayangkan jika kita beribadah hanya karena ikut-ikutan maupun terpaksa. Selain itu, sudah seharusnya kita senantiasa bersyukur atas semua nikmat yang telah diberikan-Nya, yaitu berupa kehidupan di arena permainan ini.
Duhai saudaraku, semoga kita semua bisa bersama-sama menikmati kehidupan selanjutnya, yaitu di “arena kehidupan” surga, sebagai penghargaan dan karunia yang tiada putus-putusnya, yang Allah berikan sebagai wujud cinta dan kasih sayang-Nya lantaran kita mampu menggunakan akal kita dengan sebaik-baiknya, sehingga kita pun dapat mengendalikan ego negatif kita sesuai dengan keinginan Allah, sebagai bukti kalau kita memang pantas menempati surga-Nya sesuai dengan amal perbuatan kita. Amin… 

Demikianlah tulisan singkat mengenai “Memahami Hakikat Sejatinya Kita”, mengenai kebenarannya Wallahu'alam... Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam…




Assalamu’alaikum…

Kepada siapa saja yang membaca tulisan ini, sekali lagi saya ucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya jika apa yang saya tulis ini mengandung banyak kesalahan. Sebab, saya hanyalah manusia yang tak luput dari salah dan dosa, dan saya menyadari kalau segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, dan segala kesalahan tentulah berasal dari saya. Karenanyalah, jika saya telah melakukan kekhilafan lantaran kurangnya ilmu, mohon kiranya teman-teman mau memberikan nasihat dan meluruskannya (saya akan menerima dan tidak akan mendebat siapapun, segala hal yang membingungkan silakan ditanyakan pada ahlinya). Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih banyak. Akhir kata, semoga tulisan ini bisa bermanfaat buat saya sendiri, dan juga buat para pembaca. Amin…

Wassalamu’alaikum…

Astagfirullah… Astagfirullah… Astagfirullah…


http://bangbois.blogspot.com/