بِــــــسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيـــمِ

SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI STIKOM MUHAMMADIYAH BATAM - RAIH MASA DEPANMU BERSAMA STIKOM MUHAMMADIYAH BATAM - TERDEPAN - MODEREN - DAN - ISLAMI, - KALAU ADA KRITIKAN YANG MEMBANGUN SILAKAN DIKIRIMKAN KE KAMI - DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

RUKUN ISLAM

RUKUN ISLAM : 1. DUAKALIMAH SYAHADAT, 2. SHOLAT, 3. PUASA, 4. ZAKAT, 5. NAIK HAJI

RUKUN IMAN : 1. PERCAYA KEPADA ALLAH, 2. PERCAYA KEPADA MALAIKAT, 3. PERCAYA KEPADA KITAB ALLAH, 4. PERCAYA KEPADA NABI DAN RASUL ALLAH, 5. PERCAYA KEPADA HARI AKHIRAT, 6. PERCAYA KEPADA QODHA & QHADAR ALLAH

PILIH MENU

Minggu, 14 Juni 2015

JIN, IBLIS DAN SETAN

 
Perbedaan antara Jin, Iblis dan Setan

Tema Jin Setan dan Iblis masih menyisakan kontroversi hingga kini. Namun yang jelas eksistensi mereka diakui dalam syariat. Sehingga jika masih ada dari kalangan muslim yang meragukan keberadaan mereka teramat pantas jika diragukan keimanannya.
Selama ini sebagian besar orang menyangka bahwa setan merupakan makhluk halus dan jahat yang selalu mengganggu umat manusia. Padahal, Allah SWT secara tegas berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia) [maksudnya setan-setan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS al-An’âm, 6: 112).
Tentang ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan, ”Setan itu sendiri berarti segala sesuatu yang menyimpang dari tabiatnya berupa kejahatan. Dan tidak ada yang memusuhi para Rasul melainkan setan-setan baik dari jenis manusia maupun jin.”
Sesungguh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah mengutus nabi kita Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam dengan risalah yang umum dan menyeluruh. Tidak hanya untuk kalangan Arab saja namun juga untuk selain Arab. Tidak khusus bagi kaum saja namun bagi umat seluruhnya. Bahkan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mengutus kepada segenap ats-Tsaqalain: Jin dan Manusia.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman:

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيْعًا

“Katakanlah: `Wahai manusia sesungguh aku adalah utusan Allah kepadamu semua.”
Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً

“Adalah para nabi itu diutus kepada kaum sedang aku diutus kepada seluruh manusia.”
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ juga berfirman:

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِيْنَ. قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوْسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ. يَا قَوْمَنَا أَجِيْبُوا دَاعِيَ اللهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيْمٍ. وَمَنْ لاَ يُجِبْ دَاعِيَ اللهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي اْلأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُوْنِهِ أَوْلِيَاءُ أُولَئِكَ فِي ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ

“Dan ingatlah ketika Kami hadapkan sekumpulan jin kepadamu yang mendengarkan al-Quran. maka ketika mereka menghadiri pembacaan lalu mereka berkata: `Diamlah kamu ’. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaum memberi peringatan. Mereka berkata: `Wahai kaum kami sesungguh kami telah mendengarkan kitab yang telah diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelum lagi memimpin kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Wahai kaum kami terimalah orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan lepas dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada bagi pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata’.”
Jin Diciptakan Sebelum Manusia
Tak ada satupun dari golongan kaum muslimin yang mengingkari keberadaan jin. Demikian pula mayoritas kaum kuffâr meyakini keberadaannya. Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani pun mengakui eksistensi sebagaimana pengakuan kaum muslimin meski ada sebagian kecil dari mereka yang mengingkarinya. Sebagaimana ada pula di antara kaum muslimin yang mengingkari yakni dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah.
Jelas keberadaan jin merupakan hal yang tidak dapat disangkal lagi mengingat pemberitaan dari para nabi sudah sangat mutawatir dan diketahui orang banyak. Secara pasti kaum jin adalah makhluk hidup berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka dibebani perintah dan larangan hanya saja mereka tidak memiliki sifat dan tabiat seperti yang ada pada manusia atau selainnya.
Aneh orang-orang filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dalam hal inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguh jin itu hanyalah ungkapan/gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia tidak dapat dilihat kecuali dengan perantara mikroskop.”
Jin lebih dahulu diciptakan daripada manusia sebagaimana dikabarkan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ dalam firman-Nya:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُوْنٍ. وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ

“Dan sesungguh Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yang sangat panas.”
Karena jin lebih dulu ada maka Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mendahulukan penyebutan daripada manusia ketika menjelaskan bahwa mereka diperintah untuk beribadah seperti hal manusia.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman:

 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Jin, Setan dan Iblis
Kalimat jin, setan ataupun juga Iblis seringkali disebutkan dalam al-Quran bahkan mayoritas kita pun sudah tidak asing lagi mendengarnya. Sehingga eksistensi sebagai makhluk Allah Subhânahu wa Ta’âlâ tidak lagi diragukan berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah serta ijma’ ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tinggal persoalan apakah jin, setan dan Iblis itu tiga makhluk yang berbeda dengan penciptaan yang berbeda ataukah mereka itu bermula dari satu asal atau termasuk golongan para malaikat?
Yang pasti Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah menerangkan asal-muasal penciptaan jin dengan firman-Nya:

وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ

“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yang sangat panas.”
Juga firman-Nya:

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”
Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَخُلِقَتِ الْجَانُّ مِنْ مَّارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

“Para malaikat diciptakan dari cahaya jin diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.”
Adapun Iblis maka Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman tentangnya:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin…”
Ibnu Katsir rahimahullâh berkata: “Iblis mengkhianati asal penciptaan karena dia sesungguh diciptakan dari nyala api sedangkan asal penciptaan malaikat adalah dari cahaya. maka Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mengingatkan di sini bahwa Iblis berasal dari kalangan jin dalam arti dia diciptakan dari api.
Al-Hasan al-Bashri berkata: ‘Iblis tidak termasuk malaikat sedikitpun. Iblis merupakan asal mula jin sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullâh mengatakan: “Iblis adalah Ab al-Jin (Ayah dari Jin).”
Sedangkan setan mereka adalah kalangan ‘jin’ yang durhaka. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullâh pernah dita tentang perbedaan jin dan setan beliau menjawab: “Jin itu meliputi setan namun ada juga yang shalih. Setan diciptakan untuk memalingkan manusia dan menyesatkannya. Adapun yang shalih mereka berpegang teguh dengan agama memiliki masjid-masjid dan melakukan shalat sebatas yang mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas mereka itu bodoh.”
Siapakah Iblis?
Terjadi perbedaan pendapat dalam hal asal-usul Iblis apakah berasal dari malaikat atau dari jin.
Pendapat pertama menyatakan bahwa Iblis berasal dari jenis jin. Ini adalah pendapat al-Hasan al-Bashri rahimahullâh. Beliau menyatakan: “Iblis tidak pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan dia benar-benar asal-usul jin sebagaimana Adam adalah asal-usul manusia.”
Pendapat ini pula yang tampak dikuatkan oleh Ibnu Katsir al-Jashshash dalam kitab Ahkâm al-Qurân dan Asy-Syinqithi dalam kitab Adhwâ`al-Bayân . Penjelasan tentang dalil pendapat ini beliau sebutkan dalam kitab tersebut. Secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Kema’shuman (kesucian) malaikat dari perbuatan kufur yang dilakukan Iblis sebagaimana firman Allah:

لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”

لاَ يَسْبِقُوْنَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُوْنَ

“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.”

2. Zhahir QS al-Kahfi, 18: 50,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’ maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.”
Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa Iblis dari jin dan jin bukanlah malaikat. Ulama yang memegang pendapat ini menyatakan: “Ini adalah nash al-Quran yang tegas dalam masalah yang diperselisihkan ini.” Beliau juga menyatakan: “Dan hujjah yang paling kuat dalam masalah ini adalah hujjah mereka yang berpendapat bahwa iblis bukan dari malaikat.”
Adapun pendapat kedua yang menyatakan bahwa iblis dari malaikat menurut al-Qurthubi adalah pendapat jumhur ulama termasuk Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu ‘anhuma. Alasannya adalah firman Allah:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
Juga ada alasan-alasan lain berupa beberapa riwayat Israiliyat.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama insyâallâh karena kuat dalil mereka dari ayat-ayat yang jelas.
Adapun alasan pendapat kedua sebenar ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa Iblis dari malaikat. Karena susunan kalimat tersebut adalah susunan istitsna` munqathi’ .
Adapun cerita-cerita asal-usul Iblis itu adalah cerita Israiliyat. Ibnu Katsir menyatakan: “Dan dalam masalah ini banyak yang diriwayatkan dari ulama salaf. Namun mayoritas adalah Israiliyat yang dinukilkan untuk dikaji –- wallahu a’lam -– Allah lebih tahu tentang keadaan mayoritas cerita itu. Dan di antara ada yang dipastikan dusta karena menyelisihi kebenaran yang ada di tangan kita. Dan apa yang ada di dalam al-Quran sudah memadai dari yang selain dari berita-berita itu.”
Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa yang disebutkan para ahli tafsir dari sekelompok ulama salaf seperti Ibnu ‘Abbas dan selain bahwa dahulu Iblis termasuk pembesar malaikat penjaga surga mengurusi urusan dunia dan nama adalah ‘Azâzil ini semua adalah cerita Israiliyat yang tidak bisa dijadikan landasan.”
Siapakah Setan?
Setan atau Syaithân dalam bahasa Arab diambil dari kata “syathana” yang berarti “ba’uda” (jauh). Ada pula yang mengatakan bahwa itu dari kata “syâtha” yang berarti “halaka” (hancur atau binasa), atau “mahrûq” (terbakar) atau “bathala” (batal). Pendapat yang pertama lebih kuat, menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir, sehingga kata syaithân berarti yang jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah Subhânahu wa Ta’âla.
Ibnu Jarir menyatakan syaithân dalam bahasa Arab adalah tiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan atau dari segala sesuatu.
Demikianlah Allah Subhânahu wa Ta’âla berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan manusia dan jin sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu .”
Allah menjadikan setan dari jenis manusia seperti hal setan dari jenis jin. Dan hanyalah tiap yang durhaka disebut setan karena akhlak dan perbuatan menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenis dan karena jauh dari kebaikan.
Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithân adalah semua yang keluar dari tabiat jenis dengan kejelekan . Lihat juga Al-Qâmûs al-Muhîth
Yang mendukung pendapat ini adalah QS al-An’âm, 6: 112,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan manusia dan jin sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu .”
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifari radhiyallâhu ‘anhu ia berkata:
Aku datang kepada Nabi Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam dan beliau berada di masjid. Akupun duduk.
Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?”
Aku jawab: “Belum.”
Beliau mengatakan: “Bangkit dan shalatlah.”
Akupun bangkit dan shalat lalu aku duduk.
Beliau berkata: “Wahai Abu Dzar berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan jin.”
Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah apakah di kalangan manusia ada setan?”
Beliau menjawab: “Ya.”
Ibnu Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa sanad hadis ini: “Inilah jalan-jalan hadis ini. Dan semua jalan-jalan hadis tersebut menunjukkan kuat hadis itu dan keshahihannya.”
Yang mendukung pendapat ini juga hadis Nabi Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam dalam riwayat Muslim:

الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

“Anjing hitam adalah setan.”
Ibnu Katsir menyatakan: “Maknanya –- wallâhu a’lam -– yaitu setan dari jenis anjing.”
Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid dan yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, asy-Syaukani dan asy-Syinqithi.
Dalam masalah ini ada tafsir lain terhadap ayat itu tapi itu adalah pendapat yang lemah.
Ketika membicarakan tentang setan dan tekad dalam menyesatkan manusia Allah Subhânahu wa Ta’âla berfirman:

قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ. قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَ. قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِيْنَ

“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’ Allah berfirman ‘Sesungguh kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat aku benar-benar akan mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur .”
Setan adalah turunan Iblis sebagaimana firman Allah Subhânahu wa Ta’âla:
أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً
“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunan sebagai pemimpin selain-Ku sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti bagi orang-orang yang zhalim.”
Turunan-turunan Iblis yang dimaksud dalam ayat ini adalah setan-setan.
Penggambaran Tentang Jin
Al-Jinnu berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yang bermakna satarahu. maka segala sesuatu yang tertutup berarti tersembunyi. Jadi jin itu disebut dengan jin karena keadaan yang tersembunyi.
Jin memiliki roh dan jasad. dalam hal ini Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullâh mengatakan: “Jin memiliki ruh dan jasad. Ha saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu serta mereka bisa masuk dari tempat manapun. Nabi Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada kita agar menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguh setan tidak dapat membuka yang tertutup’.
Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama Allah Subhânahu wa Ta’âla atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke rumah kemudian membaca bismillâh maka setan mengatakan: ‘Tidak ada kesempatan menginap’. Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillâh maka setan berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam’.”
Jin bisa berujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kalajengking juga dalam wujud unta sapi kambing kuda bighal keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas.
Kaum jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda. Jin yang shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik. Sedangkan jin yang jahat dan merusak mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat yang kotor.
Tulang dan kotoran hewan adalah makanan jin. Di dalam sebuah hadis Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu:

ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ. فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ أَحْمَلُهَا فِي طَرَفِ ثَوْبِي حَتَّى وَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مَشَيْتُ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ؟ قَالَ: هُمَا مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِّ نَصِيْبِيْنَ وَنِعْمَ الْجِنُّ فَسَأَلُوْنِي الزَّادَ فَدَعَوْتُ اللهَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَمُرُّوا بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَدُوا عَلَيْهَا طَعَامًا

“Carikan beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku pun membawakan untuk beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya. Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.” Aku bertanya: “Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?”
Beliau menjawab: “Kedua termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin dan mereka adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. maka aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.”
Gambaran Tentang Iblis dan Setan
Iblis adalah wazan dari fi’il diambil dari asal kata al-iblâs yang bermakna at-tai`as (putus asa) dari rahmat Allah Subhânahu wa Ta’âla.
Mereka adalah musuh nomor ‘wahid’ bagi manusia musuh bagi Adam dan keturunannya. Dengan kesombongan dan analogi yang rusak serta kedustaan mereka berani menentang perintah Allah Subhânahu wa Ta’âla saat mereka enggan untuk sujud kepada Adam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
Malah dengan analogi yang menyesatkan Iblis menjawab:

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ

“Aku lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”
Analogi atau qiyâs Iblis ini adalah qiyâs yang paling rusak. Qiyâs ini adalah qiyâs bâthil karena bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menyuruh untuk sujud. Sedangkan qiyâs jika berlawanan dengan nash maka ia menjadi bâthil karena maksud dari qiyâs itu adalah menetapkan hukum yang tidak ada pada nash, mendekatkan sejumlah perkara kepada yang ada nash, sehingga keberadaan menjadi pengikut bagi nash.
Bila qiyâs itu berlawanan dengan nash dan tetap digunakan/ diakui maka konsekuensinya akan menggugurkan nash. Dan inilah qiyâs yang paling jelek!
Sumpah mereka untuk menggoda Bani Adam terus berlangsung sampai hari kiamat setelah mereka berhasil menggoda Ab al-Basyar, Adam, dan vonis sesat dari Allah Subhânahu wa Ta’âla untuk mereka. Allah Subhânahu wa Ta’âla mengingatkan kita dengan firman-Nya:

يَابَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِيْنَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ

“Hai anak Adam janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia menanggalkan pakaian kedua untuk memperlihatkan kepada kedua auratnya. Sesungguh ia dan pengikut-pengikut melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguh Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”
Karena setan sebagai musuh kita maka kita diperintahkan untuk menjadi musuh setan. Allah Subhânahu wa Ta’âla berfirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ

“Sesungguh setan itu adalah musuh bagimu maka anggaplah ia musuhmu karena sesungguh setan-setan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”
Allah Subhânahu wa Ta’âla berfirman:

أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً


“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunan sebagai pemimpin selain-Ku sedangkan mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti bagi orang-orang yang zhalim.”
Semoga kita semua terlindung dari godaan-godaannya.
Wa al-l ‘Ilmu ’inda Allâh.
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf.