بِــــــسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيـــمِ

SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI STIKOM MUHAMMADIYAH BATAM - RAIH MASA DEPANMU BERSAMA STIKOM MUHAMMADIYAH BATAM - TERDEPAN - MODEREN - DAN - ISLAMI, - KALAU ADA KRITIKAN YANG MEMBANGUN SILAKAN DIKIRIMKAN KE KAMI - DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

RUKUN ISLAM

RUKUN ISLAM : 1. DUAKALIMAH SYAHADAT, 2. SHOLAT, 3. PUASA, 4. ZAKAT, 5. NAIK HAJI

RUKUN IMAN : 1. PERCAYA KEPADA ALLAH, 2. PERCAYA KEPADA MALAIKAT, 3. PERCAYA KEPADA KITAB ALLAH, 4. PERCAYA KEPADA NABI DAN RASUL ALLAH, 5. PERCAYA KEPADA HARI AKHIRAT, 6. PERCAYA KEPADA QODHA & QHADAR ALLAH

PILIH MENU

Senin, 13 April 2015

RENUNGAN DIRI



RENUNGAN DIRI

Renungilah Diri Sendiri
Sekarang renungi diri Anda lagi! Perhatikan organ-organ tubuhmu dan fungsi masing-masing! Tangan untuk mengolah benda-benda, memegang, memberi, mengambil, membela diri, dan berkelahi. Kaki untuk membawa badan, berlari, naik kendaraan, dan berdiri tegak. Mata sebagai hiasan dan untuk melihat benda-benda langit dan bumi beserta tanda-tanda kekuasaan Allah di sana. Mulut untuk makan, berbicara, sebagai hiasan, dan sebagainya. Hidung untuk bernafas dan jalan keluarnya sisa-sisa otak, sekaligus sebagai pengindah wajah. Lidah untuk menjelaskan dan mengungkapkan keinginanmu. Telinga sebagai penerima berita menyampaikannya kepadamu, sedang lidah sebaliknya yang mengungkapkan isi hatimu.
Lambung adalah gudang simpanan makanan, juga untuk memasak dan mengolahnya lagi dengan sistem pengolahan yang berbeda dari yang telah dilakukan di luar perut. Kamu memasak dan mengolah makananmu sampai kamu kira ia sudah sempurna, dan tidak perlu diolah lagi. Padahal, juru masak yang di dalam lambung juga memasaknya lagi dengan cara yang kamu tidak sanggup melakukannya. Untuk masak, ia menyalakan api yang dapat meleburkan kerikil dan melelehkan apa yang tidak dapat leleh oleh api. Meski berada di tempat yang paling lunak, api itu tidak membakarmu dan tidak berkobar di dalam perutmu, padahal ia lebih panas dari api. Kalau tidak lebih panas dari api, lalu apa yang menghaluskan makanan-makanan yang keras itu sampai jadi cair?
Hati berfungsi sebagai filter yang menyaring dan mengambil zat-zat makanan yang paling bersih dan paling lembut. Kemudian ia mengalirkannya ke tiap organ, tulang, urat syaraf, daging, rambut, dan kuku melalui saluran-saluran tertentu.
Di dalam tubuh Anda, ada pintu-pintu untuk memasukkan apa yang bermanfaat, dan mengeluarkan yang berbahaya. Juga, terdapat aneka wadah sebagai gudang-gudang yang menyimpan zat-zat yang menjaga kelangsungan hidupmu. Ada gudang makanan, ada gudang darah. Di sana, juga ada pemisah sehingga satu gudang tidak bercampur dengan gudang yang lain. Makanya, ada gudang untuk empedu hitam, dan gudang yang lain untuk empedu kuning. Ada yang untuk air kencing, dan yang lain lagi untuk mani.
Perhatikan bagaimana makanan sampai ke lambung, dan bagaimana dari lambung itu kemudian mengalir di tubuh! Jika makanan tiba di lambung, maka ia terkatup lalu memasak dan mengolahnya dengan baik. Kemudian ia mengirimkannya ke hati melalui saluran-saluran yang kecil. Di antara hati dan saluran-saluran tersebut, ada selaput halus seperti saringan-saringan berlubang kecil untuk menyaring makanan. Sehingga, tidak ada benda kasar dan keras yang sampai ke hati dan membuatnya terluka karena hati itu lembut, tidak dapat menerima benda yang kasar.
Apabila hati telah menerima makanan itu, ia menembuskannya ke seluruh badan melalui saluran-saluran yang telah ada. Saluran-saluran itu persis seperti pipa-pipa yang mengaliri dan membasahi bumi dengan air. Kemudian hati mengirimkan sisa-sisa yang kotor ke saluran pembuangan yang telah disiapkan untuk ini. Sisa yang berasal dari empedu kuning dikirimkan ke empedu, yang dari empedu hitam dikirimkan ke limpa, sedang yang dari kelembaban air dikirimkan ke kandung kemih.
Lihatlah, siapa yang mengatur dan menangani semua ini dengan sebaik-baiknya? Mungkin kamu akan mengatakan, itu karena faktor alam (thabii’ah), dan alam mengandung keajaiban-keajaiban dan rahasia-rahasia. Tapi, kalau Allah Ta’ala berkehendak memberi hidayah kepadamu, tentu kamu akan bertanya dalam hati, “Apakah alam ini zat yang independen, punya ilmu dan kemampuan melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib ini; atau tidak dan hanya sekedar sifat yang menempel dan menumpang pada benda?”
Kalau hatimu menjawab, “Dia adalah zat yang independen, punya ilmu, kehendak dan kemampuan serta hikmah,” maka katakan kepadanya, “Itulah Tuhan Sang Pencipta dan Perupa. Kenapa kamu menyebutnya alam (thabii’ah)? Aneh sekali! Mengapa kamu tidak menyebutnya dengan nama yang dipakai-Nya dalam ajaran rasul-rasul-Nya, sehingga kamu masuk dalam golongan orang-orang berakal dan bahagia. Sifat yang kamu sebutkan tadi sebagai sifat alam tidak lain adalah sifat Allah Ta’ala.”
Tapi kalau hatimu menjawab, “Thabii’ah hanyalah sifat yang menempel dan membutuhkan zat yang membawanya, semua hal di atas adalah perbuatannya tanpa ilmu, kehendak, kemampuan, dan rasa darinya sama sekali. Meski begitu, tanda-tanda perbuatannya terlihat jelas,” maka katakan kepadanya, “Ini tak bisa dibenarkan orang yang berakal sehat. Bagaimana mungkin peristiwa-peristiwa yang ajaib, dan hikmah-hikmah yang rumit, yang tidak dapat diketahui oleh akal manusia, dan di luar jangkauan kemampuan mereka, timbul dari benda yang tidak berakal, tidak punya kemampuan, hikmah, dan perasaan. Bukankah membenarkan hal semacam ini sama dengan masuk ke dalam golongan orang-orang gila?”
Kemudian katakan kepada hatimu, “Kalau pun benar apa yang kamu klaim itu, tapi sudah maklum bahwa ‘sifat’ seperti ini tidak menciptakan dirinya sendiri. Kalau begitu siapa Tuhannya, penciptanya, dan yang menjadikannya melakukan hal itu?”
Jadi, alam adalah bukti terkuat yang menunjukkan adanya pencipta, bukti akan kesempurnaan kekuasaan-Nya, ilmu dan hikmah-Nya. Pengingkaran kamu akan peran Tuhan dalam masalah ini, dan pengingkaran kamu akan sifat dan perbuatan-Nya, tidak ada gunanya, kecuali hanya menunjukkan bahwa kamu menyalahi akal dan fitrah. Seandainya kami hadapkan kamu kepada alam, tentu kamu juga akan kelihatan menyalahinya. Dengan demikian, kamu sama sekali tidak sejalan dengan akal, fitrah, alam, maupun kemanusiaan. Dan, itu sudah cukup menandakan kebodohan dan kesesatanmu.
Kalau kamu kembali kepada akal, dan kamu mengakui bahwa, “Tidak ada hikmah kecuali dari zat Yang Maha Bijaksana, Maha Kuasa, dan Maha Tahu; dan tidak ada pengaturan yang sempurna, kecuali dari Sang Pencipta Yang Maha Perkasa, Maha Tahu akan apa yang dikehendaki-Nya, dan Maha Mampu melaksanakan kehendak-Nya,” maka dikatakan kepadamu, “Apabila kamu telah mengakui adanya Sang Maha Pencipta yang tiada tuhan selain Dia, maka jangan menyebutnya thabii’ah (alam) atau ‘akal yang kuasa berbuat’. Tapi katakan itu adalah Allah Ta’ala, Sang Pencipta dan Perupa, Tuhan sekalian alam, Pengatur langit dan bumi, Tuhan penjuru barat dan timur, yang membaguskan segala ciptaan-Nya. Mengapa kamu mengingkari nama-nama, sifat-sifat, dan zat-Nya, dan kamu nisbatkan ciptaan-Nya kepada selain Dia, padahal kamu tidak bisa mengelak untuk mengakui-Nya, dan menisbatkan penciptaan dan pengaturan itu kepada-Nya?”
Di samping itu, seandainya kamu perhatikan bentuk kata thabii’ah (alam) ini dan maknanya, tentu lafalnya akan menunjukkan adanya Sang Pencipta, sebagaimana maknanya juga menujukkan adanya Dia. Kata thabii’ah (dalam bahasa Arab) berbentuk fa’iilah (subjek), tapi bermakna maf’uulah (objek). Jadi thabii’ah artinya mathbuu’ah (yang dicetak). Di sini tidak ada kemungkinan lain, sebab ia mengikuti kaedah pembentukan kata-kata insting yang melekat pada benda; seperti sajiyyah, ghariizah, bahiirah, saliiqah, thabii’ah. Jadi thabii’ah adalah sifat yang dilekatkan pada hewan. Dan, kita tahu bahwa adanya thabii’ah (yang dicetak) tanpa ada thaabi’ (pencetak) adalah mustahil. Dengan demikian, bentuk kata “thabii’ah” (alam) itu sendiri menunjukkan adanya Tuhan Pencipta, sebagaimana maknanya juga menujukkan hal itu.
Kaum muslimin mengatakan, thabii’ah adalah salah satu makhluk Allah Ta’ala, tunduk dan diatur oleh-Nya. Ia adalah sunnah yang ada pada makhluk. Dia memperlakukan hal itu sekehendak-Nya. Dia menghapus efeknya kalau mau, dan menentukan sebaliknya kalau ingin—agar hamba-hamba-Nya tahu bahwa hanya Dialah Tuhan Pencipta dan Perupa, dan bahwa Dia mencipta apa yang Dia kehendaki dalam bentuk yang Dia inginkan,
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’maka terjadilah ia.” (Yaasiin: 82)
Thabii’ah yang bisa dilihat oleh mata kelelawar, sebenarnya dia tidak lebih dari sekedar salah satu makhluk-Nya, sama dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Apakah pantas orang yang punya nilai kemanusiaan atau akal melupakan zat yang telah mencipta thabii’ah ini, lalu menisbatkan penciptaan benda-benda alam kepada thabii’ah tersebut? Seringkali Allah Ta’ala membuat alam (thabii’ah) tidak berdaya, mencabut kekuatan dan pengaruhnya serta mengubahnya kepada kebalikan tabiatriya, supaya hamba-hamba-Nya tahu bahwa thabii’ah adalah ciptaan-Nya, tunduk kepada perintah-Nya.
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (al-A’raaf: 54)

Miftah Ad Dar As Sa’adah – Ibnul Qoyyim Al Jauziyah